Laman

Rabu, 20 Oktober 2010

stefen helan

LAPORAN STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M. L DENGAN CEDERA KEPALA BERAT
DI RUANGAN KELIMUTU RSUD. Prof. Dr. W. Z. JOHANES KUPANG
TANGGAL 02 s/d 05 AGUSTUS 2010



Disusun Dalam Rangka Menyelesaikan Ujian Akhir Program PAda Akademik Keperawatan Maranatha Kupang











OLE H

STEFANIA BENGA OLA
NIM: 03902507


YAYASAN MARANATHA GROUPS WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR
AKADEMIK KEPERAWATAN MARANATHA KUPANG
2010



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan akan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin pesat. Hal ini ditandai dengan penemuan ilmu-ilmu baru di segala bidang atau penemuan peralatan baru yang semakin canggih atau mendekati sempurna. Dalam bidang transportasi para ahli berlombah-lombah untuk mendesain sebuah kendaraan baik dari segi konstruksi mesin, sistem bahan bakar, sistem kelistrikan, sistem pemindah daya, sistem rem, sistem pelumasan, dan sistem lainnya yang berhubungan dengan suatu kendaraan agar lebih disenangi konsumen, baik biaya pembelian atau biaya perawatannya dan nyaman dalam mengendarai. Namun realita mengatakan pengendara sering mengalami kecelakaan yang mengakibatkan hal yang sangat fatal bagi organ tubuhnya. Misalnya terjadi kecelakaan dalam mengendarai kendaraan yang mengakibatkan cedera pada kepala.
Cedera kepala merupakan adanya diaformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan kecepatan serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cedera otak dilindungi oleh rambut, kulit dan tulang tengkorak yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak yang membuat kita seperti adanya atau seperti saat ini akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, akibat tidak langsung dari cedera otak ini akan mengakibatkan kerusakan sistim saraf yaitu neuron yang tidak dapat diperbaiki lagi apabila telah rusak akan mengganggu seluruh kegiatan tubuh manusia (Mansjoer, 2000).
Cedera otak atau yang biasa disebut dengan cedera kepala merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai dengan perdarahan interstil substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak atau dengan kata lain cedera kepala adalah satu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak, atau otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang dan harus selalu dihindari dan ditemukan perbaikannya karena jika tidak akan menimbulkan cacat mental dan fisik bahkan kematian bagi seseorang (Hudak dan Gallok,1997).
Diperkirakan 100 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera yang cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Pada kelompok ini, antara 50.000 dan 90.000 orang setiap tahun mengalami penurunan intelektual atau tingkahlaku yang menghambat kembalinya mereka ke kehidupan yang normal. 2/3 kasus cedera kepala berusia di bawah tiga puluh tahun, dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. 50% pasien cedera kepala yang diterapi di ruang darurat dalam darahnya terdeteksi kadar alkohol. Kurang lebih 40% dari korban dengan trauma ganda mengalami cedera sistem syaraf pusat. Kelompok ini mempunyai angka kematian dua kali lebih besar daripada korban tanpa cedera sitim syaraf pusat (35%:17%). Cedera kepala ini merupakan 25% dari semua kemataian akibat trauma lebih dari setengahnya adalah akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor (Brunnar & Suddarth, 2002).
Di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johanes Kupang, khususnya di ruangan kelimutu (III Laki) dari bulan Januari sampai Juli 2010, terdapat 60 orang (10%).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu berpikir kritis dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala berat (CKB) melalui pendekatan proses keperawatan.


1.2.2 Tujuan khusus
Mahasiswa mampu:
1. Melakukan pengkajian kepada pasien dengan cedera kepala berat
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan cedera kepala berat
3. Membuat perencanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala berat
4. Melakukan tindakan sesuai rencana pada pasien dengan cedera kepala berat.
5. Mengevaluasi dan mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala berat.

1.3 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah metode deskriptif dan studi kasus yang membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala dan studi kasus Tn. M.L. yang dirawat di ruangan Kelimutu dengan diagnisa medis cedera kepala berat

1.4 Sistim Penulisan
Sistim penulisan terdiri dari BAB I Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang, tujuan, metode dan sistematika penulisan. Bab II tinjauan teori atau pustaka Bab III tinjauan kasus, Bab IV pembahasan, Bab V penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.








BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Cedera kepala yaitu adanya diaformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan kecepatan serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai pendarahan interfill dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontiunitas otak. Cedera kepala adalah keadaan kegawatan satu susunan syaraf pusat yang harus secepatnya mendapat pertolongan karena dapat mengakibatkan gangguan fungsi atau mental ba hkan kematian.

2.2 Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan morfologi cedera.
1. Mekanisme: berdasarkan adanya penetrasi durameter. trauma tumpul: kecepatan tingi (tabrak oto, motor) dan kecepatan rendah (terjatuh, dipukul), trauma tembus (luka tembus peluru atau luka tusukan).
2. Keparahan cedera
Glsgow coma scala (GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelemahan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala:
Berdasarkan keparahan cedera kepala:
a. Cedera kepala ringan: GCS: 13-15, tidak terjadi kehilangan kesadaran atau anamnese < dari 30 menit, fraktur tengkorak tidak ada, contusio cerebral tidak ada, tidak ditemukan adanya hematon, tidak ada nyeri tekan dan juga tidak ada keluhan berupa pusing.
b. Cedera kepala sedang: GCS 9-13, penurunan kesadaran, muntah, kejang, amnesia > 30 menit, tapi < dari 24 jam.
c. Cedera kepala berat: GCS: 3-8, penurunan kesadaran secara progresif, tanda neurologois fokal, cedera kepala penetrasi, anemia > 24 jam.

2.3 Penyebab Cedera Kepala
a. Cedera Otak primer
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera setelah akibat langsung dari trauma. Pada cedera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi,
b. Cedera ke otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
1) Kejang-kejang
2) Gangguan saluran napas.
3) Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena: edema fokal atau difusi, hematoma epidural, hematoma subdural, hematoma intra serebral, overhidrasi.
4) Sepsis/septic syok
5) Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cedera otak dan sangat mempengaruhi morbilitas dan mortalitas.

2.3.1 Perdarahan yang sering ditemukan
1) Epidural hematom
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan durameter akibat pecahnya pembuluh darah atau cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di durameter, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangan berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai satu sampai dua hari. Lokasi yangpaling sering yaitu di lobus temporalis dan parentalis.
Tanda dan gejala
Penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, ireguler, penurunan nadi, peningkatan suhu tubuh.

2) Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak, dapat terjadi akut atau kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena atau jembatan vena yang biasanya terdapat di antara durameter, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam sampai dua hari atau dua minggu dan kronik dapat terjadi dalam dua minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala
Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berpikir lambat, kejang dan edema pupil.

3) Perdarahan intracerebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.

4) Perdarahan subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral, dan kaku kuduk.



2.4 Patofisiologi


























2.5 Manifestasi Klinis
Trauma otak mempengaruhi setiap sistem tubuh. Manifestasi klinis cedera otak meliputi gangguan kesadaran, konfusi, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik, dan perubahna tanda vital. Mungkin ada gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensori, kejang otot, sakit kepala, gangguan pergerakan dan banyak efek lainnya. Karena cedera SSP sendiri tidak menyebabkan syok, adanya syok hipovolemik menunjukan kemungkinan cedera multisistem.

2.6 Pemeriksaan diagnostik
CT Scan: (tanpa atau dalam kontras) untuk mengidentifikasi adanya hemorabi, menentukan ukuran ventikuler, pertgeseran jaringan otak.
Angiografi cerebral: menunjukkan kelaina sirkulasi cerebral seperti pergeseran jaringan otak, akibat edema, perdarahan, trauma.
X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahans irkulasi garis (perdarahan atau edema), fragmen tulang.
Analisa gas darah: mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadinya tekana intrakranial.
Elektrolit: untuk mengoreksikan keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.

2.7 Penatalaksanaan
Menilai jalan napas: bersihkan jalan napas dari debris dan muntah, lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang kolar sertikal, pasang guedel bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan napas maka pasien harus diintubasi.
Menilai pernapasan: tentukan pasien bernapas sepontan atau tidak, jika tidak berika oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernapas spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat seperti pneumotoraks, pneumotoraks tensif, hemo pneumotoraks. Pasang oksimeter nadi jika tersedia, dengan tujuan menjaga satu rasio oksigen minimum 95 %. Jika jalan napas pasien tidak terlindungi bahkan terancam atau memperoleh oksigen yang adekuat atau muntah maka pasien harus diintubasi.
Menilai sirkuasi: otak yang besar tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua pendarahan dengan menekankan arterinya. Perhatikan secara khusus adanya cedera intra abdomen atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG bila tersedia. Ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa, dan analisa gas darah arteri. Berikan larutan koloit, sedangkan larutan kristaloit (dekstrosa atau dektrosa dalam salin), menimbulkan eksarserbasi edema otak pasca cedera kepala. Keadaan hipotensi, hipoksial, dan hiperkapnia memperburuk cedera kepala.
Obati kejang: kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati. Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masi kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin 15 mg/ kg BB diberikan intravena perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit.

2.8 Asuhan Keperawatan
2.8.1 Pengkajian
BREATHING
Kompresi pada batan gotak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekwensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia brething. Napas berbunyi, stridor, ringkhy , wheezing (kemungkinan karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

BLOOD
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah berfariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpati ke jantung akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekwensi jantung (bradikardia, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia.

BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cedera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, simkope, tinitus, kehilangan pendengaran, pada ekstemitas. Bila pendarahan hebat, atau luas dan mengenai batang otak, akan terjadi gangguan pada nerkus kranialis, maka dapat terjadi:
a. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi atau tingkah laku memori).
b. Perubahan dalam penglihatan seperti ketajaman, diplopia, kehilangan sebagai lapang pandang, fotophobia.
c. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
d. Sering timbul cekukan oleh karena kompresi pada nervus fagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
e. Gangguan nersus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh ke salah satu sisi, disfagia, sehingga sulit menelan.]

BLADER
Pada cedera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontensial uri, ketidakmampuan menahan miksi.

BOWEL
Pasien cedera kepala terjadi penurunan fungsi pencernaan, bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera, gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi avi.
BONE
Pasien cedera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilitas dan dapat pula terjadi spasitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusakatau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapa pula terjadi penurunan otot.
Priorotas keperawatan.
a. memaksimalkan perfusi/ f ungsi otak
b. mencegah komplikasi
c. mengatur fungsi secara optimal
d. mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
e. pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengibatan dan rehabilitasi.

2.8.2 Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema cerebral dan peningkatan TIK
b. Resiko tinggi pola napas tidak e fektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler.
c. Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan perubahan transimisi atau trauma atau defisit neurologis.
d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler.

2.8.3 Rencana Tindakan
a. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan denga edema cerebral atau peningkatan TIK

Tujuan: Mempertahankan tingkat kesadaran dan perfusi jaringan.
Kriteria hasil: Tanda-tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Rencana tindakan:
1. Tentukan faktor-fakttor yang menyebabkan koma, atau penurunan perfusi jaringan otak dan potensi peningkatan TIK.
R/ penurunan tanda atau gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan intensif.
2. Pantau dan catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
R/ mengkaji itingkat kesadaran potensial, peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan SSP.
3. Evaluasi keadaan pupil, ukur kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.
R/ reaksi pupil diatur oleh saraf kranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran atau ketajaman ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dan saraf kranial (II) dan okulomotor III.
4. Pantau dan catat tanda-tanda vital: TD, nadi, frekwensi napas, suhu,
R/ peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD sistolik merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh perubahan kesadaran. Hipofolemia atau hipotensi dapat mengakibatkan kerusakan atau iskemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi menyebabkan peningkatan TIK.
5. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan seperti lingkungan yang tenang.
R/ memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.
6. tinggikan kepala pasien 15-45O sesuai indikasi atau yang dapat ditoleransi.
R/ meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan edema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
b. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler.
Tujuan: Mempertahankan pola napasefektif.
Kriteria hasil: bebas tanosis, GDA dalam batas normal.
Rencana tindakan:
1. Pantau frekwensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakakuratan pernapasan.
R/ perubahan dapat menandakan alitan komplikasi kumoral atau menandakan lokasi luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode abnea, dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
2. tinggikan kepala dan tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
R/ untuk memudahkan ekspansi paru atau ventilasi dan menurunkan kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.
3. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar menurunkan atau mencegah atelektasis. Lakukan pengisapan/suction dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik, catat karakter, warna dankekeruhan dari sekret.
R/ pengisapan biasanya dibutuhkan jika pasien atau dalam keadaan imobilisasi, dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri.
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi atau defisit neurologis..
Rencana tindakan:
1. Pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan, sensori dan pikiran.
R/ penmglihatan motorik, resepsi, kognitif dan kepribadian mungkin berkembang dan menetap dengan perbaikan respon secara perlahan.
2. Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas atau dingin, benda tajam atau tumpul, dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh.
R/ informasi penting untuk keamanan pasien.
3. Bicara dengan suara yng lebut dan pelan, gunakan kalimat pendek dan sederhana.
R/ pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian atau pemahaman selama fase akut.
d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis
Rencana tindakan:
1. Kaji rentang pengertian, kebingungan, dan catat tingkat ansetas pasien.
R/ rentang kemampuan atau perhatian untuk berkonsentrasi mungkin memendek secara tajam yang menyebabkan dan merupakan potensi tingkahlaku pasien.
2. Anjurkan orang terdekat untuk memberikan berita baru atau keluarga
R/ meningkatkan terpeliharanya kontak dengan keadaan yang biasa terjadi.
3. Pastikan demgam orang terdekat untuk membandingkan tingkah laku pasien sebelum mengalami trauma dengan respon pasien sekarang.
R/ untuk membedakan tingkah laku yang sekarang dan sebelumnya.
4. Hindari meninggalkan pasien sendiri ketika mengalami agitasi, kegelisahan atau berontak.
R/ ansetas dapat mengakibatkan kehilangan kontrol dan meningkatkan kepanikan dukungan dapat memberikan ketenangan yang menurunkan antetas dan ersiko terjadinya trauma.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
1. Berikan perawatan aseptik dan antiaseptik, pertahankan teknik cuci tangan yang baik.
R/ cara pertama menghindari terjadinya infeksi nosokomia.
2. observasi daerah kulit yang mengalkami kerusakan, daerah yang terpasang alat infasi.
R/ deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
3. pantau suhu tubuh secara teratur. Catat adanya demam, menggigil, diatphoresis dan perubahan fungsi mental.
R/ dapat mengidentifikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi dan tindakan dengan segera.
4. berikan antibiotik sesuai indikasi.
R/ terapi anfilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomia.
f. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler.
1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi
R/ Mengidentifikasikan kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.
2. Letakan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan
R/ Perubahan posisi yang teratur menyebabkan peningkatan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh.
3. Pertahankan kesejajaran tubuh secara fungsional.
R/ Mencegah terjadinya trauma yang lebih lanjut.
4. Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan lembut.
R/ Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan resiko terjadinya eksoriasi kulit.


BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Studi Kasus
3.1.1 Pengkajian
Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 3 agustus 2010 jam 2 siang pada keluarga Tn. M.L, umur 35 tahun suku timor agama Kristen Protestan, pekerjaan wiraswasta, alamat Takari dengan diagnosa medik cedera kepala berat. Dengan riwayat keperawatan sebagai berikut: pasien masuk rumah sakit pada tanggal 22 Juli 2010 dalam keadaan tidak sadar dengan GCS 3 (E1,V1,M1) karena ditabrak oto truk. Pasien masuk di UGD dan dipindahkan ke ruang ICU pada tanggal 23 Juli 2010 dan masuk di ruang Kelimutu pada tanggal 3 Agustus 2010 jam 11 siang.
Saat ini keluarga pasien mengatakan pasien merasa pusing, sakit di daerah kepala, pasien selalu berontak dan berteriak, tingkat kesadaran pasien juga menurun. Upaya yang telah dilakukan yaitu pasien diantar ke puskesmas Takari dan pasien langsung dirujuk ke rumah sakit RSUD Prof. W.Z. Yohanes Kupang. Di ruang UGD dan mendapat pengobatan. Keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah menderita penyakit berat. Keluarga pasien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit berat. Kedua orang tuanya sudah meninggal. Pasien anak ke tiga dari empat bersaudara. Pasien mempunyai dua saudari yaitu anak pertama dan keempat. Sedangkan istri pasien anak kedua dari tiga bersaudara dan memiliki satu orang saudara laki-laki yaitu anak pertama. Pasien mempunyai tiga orang anak, anak pertama perempuan, anak kedua dan ketiga laki-laki. Keluarga pasien mangatakan di lingkungan rumahnya bersih. Pada saat observasi dan pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan pasien lemah, terpasang infus RL 20 tetes per menit, pucat. Tanda-tanda vital: suhu 37,2OC, peraksila nadi 84 kali per menit, tekanan darah 110/60mmHg pada lengan kanan dengan posisi berbaring, RR 19 kali/menit. Keluarga pasien mengatakan pasien merasa pusing dan nyeri kepala. Bunyi jantung S1 dan S2 normal, pernapasan vaskuler. Kapilari refill time 3 detik. Kesadaran pasien delilium dengan nilai GCS 11 (E3, V4, M4) seklera putih, pupil isokhor, konjungtive merah muda, pendengaran kiri dan kanan pasien normal. Penciuman baik, pengecapan manis, asin dan pahit. Perabaan hangat, panas, dingin. Produksi urine 1500ml/24 jam, berwarna kuning pekat, terpasang kateter tetap. Abdomen simetris, tidak ada masa atau nyeri tekanan.
Pada sitem mosculoskeleta, tidak terdapat kelainan otot. Aktivitas pasien selama di rumah dan di rumah sakit antara lain: pola makan 3xsehari (tidak teratur) di rumah sakit 3x sehari (teratur), pola minum di rumah dan di rumah sakit setiap kali haus, pola eliminasi di kateter, BAB di rumahnya 2x/hari dan di rumah sakit 1x, pola istirahat atau tidur di rumah jam 22.00-05.00, sedangkan di rumah sakit 3xsehari (jam 10.00-12.00, jam 17.00-18.00, jam 21.00-05.30). pola personal higyene di rumah (mandi 2xsehari, keramas tiap kali mandi) sedangkan di rumah sakit (mandi 1x /hari, keramas dibantu oleh perawat dan keluarga). Pola aktivitas pasien di rumah jam 07.00-16.00 bekerja di bengkel. Frekwensi makan pasien adalah 3x sehari dengan jenis menu antara lain bubur dan lauk-pauk, frekwensi minum setiap kali haus dengan jenis minuman air putih dan susu.
Konsep tentang penguasa kehidupan dan sumber kekuatan atau harapan saat sakit adalah Tuhan, ritual agama yang diharapkan saat ini adalah doa. Keyakinan/kepercayaan bahwa Tuhan akan menolong dalam menghadapi situasi sakit, yaitu keluarga percaya bahwa pasien akan sembuh dari sakitnya. Terapi obat yang didapat: amplicilin (2x1 gram/IV), piracetam (2x3gr/IV).



3.1.2 Analisa Data
No Data Masalah Penyebab
1. DS: -
DO: Pucat, kesadaran delirium, GCS. E: 3, V: 4, M: 4, gelisa, TTV, TD : 110/60, S: 37,2 0C, N: 84x/menit, pernapasan 19x/menit Gangguan perfusi jaringan cerebral Edeman cerebral dan peningkatan TIK
2 DS: -
DO: Ada pendarahan di telinga, ada hematom di mata bagian kanan Resiko terjadinya infeksi Trauma jaringan
3. DS: -
DO: Disorientasi terhadap waktu, tempat, orang, perubahan dalam respon terhadap rangsangan Perubahan presepsi sensori Penuruna neurologis
4. DS: -
DO: Keadaan umum lemah, ADL dibantu keluarga dan perawat (makan, minum, BAK, BAB, kebersihan diri) Intoleransi aktivitas Kelemahan fisik

3.1.3 Diagnosa Keperawatan dan Prioritas Masalah
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema cerebral dan peningkatan TIK.
2. Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan trauma neurologis.
3. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

3.1.4 Perencanaan
Prioritas asuhan keperawatan berdasarkan masalah keperawatan yang mengancam kehidupan kesehatan, dan tumbuh kembang berdasarkan kriteria ini, maka priorotas masalah keperawatan pada Tn. M. L. adalah gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema cerebral dan peningkatan TIK. Goal: mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik atau sensorik. Objektif: tanda-tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Rencana tindakan intervensi yang dibuat:
1. Pantau atau catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
R/ mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan, dan perkembangan kerusakan SSP.
2. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya
R/ reaksi pupil diatur oleh saraf krania okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih kuat. Ukuran atau kesamaan ditentukan oleh keseimbangan saraf simpati dan parasimpati. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf krania optikus (II) dan akulomotor (III).
3. Pantau tanda-tanda vital:
R/ peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar). Merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. Hipofolemia atau hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan atau iskemia celebral. Demam dapat mencerminkan penurunan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.

4. Turun stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan seperti lingkungan yang tenang.
R/ memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tuubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.
5. Tinggikan kepala pasien 15 sampai 45O sesuai indikasi atau yang dapat ditoleransi.
R/ meningkatkan aliran balik vena dari kepala hingga akan mengurangi konggesti dan endema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
6. Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.
R/pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema cerebral meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
DX II.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Goal: melakukan kembali atau mepertahankan posisi fungsi optimal.
Objektif: dalam waktu 5x24 jam pasien dapat mempertahankan psosisi fungsional dan menunjukkan teknik yang mampu melakukan aktivitas.
Rencana intervensi: 1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
R/ mengidentifikasikan kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan. 2. Berikan atau bantu dalam mobilisasi. R/ menurunkan komplikasi tira baring. 3. Anjurkan keluarga untuk bantu dan dorong perawatan kebersihan diri. R/ meningkatkan kekuatan sirkulasi, meningkatkan skesehatan diri langsung. 4. Catat TTV sebelum dan sesudah aktivitas. R/ mengkaji sejauh mana perbedaan peningkatan selama aktivitas.

DX III.
Perubahan persepsi sensorik berhuubungan dengan trauma jaringan. Goal: mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi. Obyektif: klesadaran pasien kembali normal dan bisa mengenal waktu, orang alin dan tempat. Rencana intervensi: 1. Pantau secara teratur perubahan orientasi kemampuan berbicara, alam perasaan sensorik dan pikiran. R/ penglihatan motorik, persepsi, kognitif, dan kepribadian mungkin berkembang dan menetap dengan perbaikan respon secara perlahan. 2. Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas atau dingin, benda tajam atau tumpul, dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh. R/ informasi penting untuk kemampuan pasien. 3. Bicara dengan suara yang lembut dan pelan, gunakan kalimat pendek dan sederhana. R/ pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian atau pemahaman selama fase akut.
DX IV. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan dengan trauma jaringan
Rencana intervensi: 1. Berikan perawatan aseptik dan intiaseptik. R/ cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosocomial. 2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang invasive (terpasang infus dan kateter) R/ deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan mencegah terhadap komplikasi selanjutnya. 3. Pantau suhu secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan fungsi mental. R/ dapat mengidentikasikan perkembangan spesis yang selanjutnya memerlukan evaluasi dan tindakan dengan segera. 4. Berikan anti biotik sesuai indikasi. R/ terpai profilaktif dapat diberikan pada pasien yang mengalami truma untuk menurunkan resiko terjadinya infesi nosokomial.

3.1.5 Implementasi.
Implementasi pada tanggal 4 Agustus 2010 sesuai rencana intervensi sebagai berikut: untuk DX I gangguan perfusi jaringan cerebran berhubungan dengan cerebral dengan edema cerebral dan peningkatan TIK. Jam 8.30. mengkaji tingkat kesadaran klien, mengukur TTV, jam 10.00 mengatur posisi tidur pasien kepala ditinggikan 15O, jam 10.30. pengevaluasian keadaan pupil dan reaksi terhadap cahaya. Jam 11.00. mengobservasi TTV.
DX II. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Implementasi yang dilakukan: 1. Jam 08.00. membersihkan darah di telinga dan memotong kuku pasien, jam 9.00. melalukan oral higyene, merawat mata yang sakit. jam 11.00. mengobservasi TTV. Jam 12.00. memasang kateter.
DX III. Perubahan persepsi sensoris berhubungan dengan trauma neurologis. Implementasi yang dilakukan. Jam 9.00. Membantu pasien untuk mengenal waktu, tempat, dan orang lain. Jam 11.00 mengobservasi TTV.
DX IV. Resiko tinggi terjadinya infeksi yang berhubungan dengan trauma jaringan. Implementasi yang dilakuan: jam 08.00. membersihkan darah di telinga, merawat mata pasien yang sakit jam 10.00. mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan dan daerah yang terpasang alat invasive (terpasang infus dan kateter). Jam 11.00. mengukur TTV. Jam 10.30. mengobservasi warna, kejernihan urine.

3.1.6 Evaluasi
Tanggal 4 Agustus 2010. Jam 12.00 yaitu sebagai berikut:
DX I: gangguan perfisi jaringan cerebral berhubungan dengan edema cerebral dan peningkatan TIK ditandai dengan: S: -, O: kesadaran pasien menurun GCS 11 (E3, V4,M4), tidak ada tanda-tanda sianosis, tekanan darah 110/60mmHg, suhu 37,2OC, nadi 84x/menit, RR 19x/menit, A: masalah belum teratasi, P: intervensi dilanjutkan.
DX II. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan teruma jaringan ditandai dengan: S: -, O: ada pendarahan di telinga, ekspresi wajah meringis kesakitan TD 110/60mmHg suhu 37,2OC, nadi 84x/menit, RR 19x/menit, A: masalah belum teratasi, P: intervensi dilanjutkan.
DX III: perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan trauma neurologis ditandai dengan: S: -, O: pasien tidak mengenal tempat, waktu, dan orang lain, TD, 110/60mmHg, suhu 37,2OC, nadi 84x/menit, A: masalah belum teratasi, P: intervensi dilanjutkan.
DX IV intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan: S: -, O: kondisi umum lemah, ADL (makan, minum, BAB, BAK masih dibantu oleh keluarga dan perawat), A: masalah belum teratasi, P: lanjutkan intervensi I, II, III, dan IV.


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan
Dalam pembahasan ini akan dibahas kesenjangan antara teori dan praktek yang dilakukan pada Tn. M. L. melalui proses keperawatan.

4.2 Pengkajian
Menurut Doenges pengkajian yang harus dilakukan pada penderita cedera kepala; system sirkulasi, perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardia, distrimia). Pada Tn. M. L. ditemukan adanya perubahan atau gangguan pada system sirkulasi menandakan adanya peningkatan tekanan intracranial dan tekanan pada pusat vasomotor sehingga terjadi peningkatan transmisi ransangan parasimpatik ke jantung yang mengakibatkan denyut jantung menjadi lambat. Pada Tn. M. L. ada tanda-tanda peningkatan TIK, gangguan menelan, ditemukan pada vase akut cedera kepala yang disebabkan oleh peningkatan TIK dan kompresi pada batang otak. Neurosensorik; perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental (disorientasi waktu, tempat orang lain, kewaspadaan perhatian, konsentrasi, dan pemecahan masalah). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetris). Deviasi pada mata, kehilangan pengideraan, seperti pengecapan, penciuman, dan pendengaran. Pada Tn. M. L. ditemukan karena pada saat pengkajian Tn. M. L. belum melewati vase akut cedera kepala yang ditunjukan dengan GCS: 11 (E: 3, V: 4, M: 4). Nyeri atau kenyamanan; sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama, wajah yang menyeriangi, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bia istirahat, merintih. Sedangkan pada Tn. M. L. ditemukan sakit kepala karena ada peningkatan TIK.
Pada teori ditemukan perubahan pola napas (apnea, yang diselingi oleh hype ventilasi), napas berbunyi stridor, tersedak, ronchi, mengi (kemungkinan karena aspirasi). Perubahan pernapasan terjadi akibat kompresi pada batang otak sehingga terjadi penurunan pada mortilitas otot pernapasan. Sedangkan pada Tn. M. L. tidak ditemukan karena pada saat pemeriksaan fisik tidak ditemukan data-data seperti diatas. Pada teori ditemukan fratur atau dislokasi, Pada Tn. M. L. tidak ditemukan. Pada Tn. M. L. ditemukan adanya gangguan penglihatan pada mata kanan sedangkan pada mata kiri normal, gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, gangguan dalam regulasi suhu tubuh. Pada teori ditemukan adanya perubahan memori atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang. Pada Tn. M. L. ditemukan adanya tanda-tanda seperti diatas karena sat pengkajian pasien dalam keadaan delirium dan tidak mampu berorientasi dengan lingkungan sekitar.

4.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa pada pasien dengan cedera kepala menurut Doenges adalah:
1). Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edeman cerebral yang ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan respon motorik atau sensorik, gelisa, perubahan tanda-tanda vital. Pada Tn M. L. diangkat diagnosa ini karena ada data-data yang mendukung. 2). Perubahan resepsi sensori berhubungan dengan trauma atau deficit neurologis yang ditandai dengan disorientasi terhadap waktu, tempat, perubahan terhadap respon rangsangan, perubahan pola komunikasi, respon emosional yang berlebihan, dan perubahan proses perilaku. Pada kasus Tn. M. L. diangkat karena pada saat pengkajian Tn. M. L. dalam keadaan delirium, dan tidak berkomunikasi dengan baik. 3). Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler yang ditandai dengan adanya kerusakan resepsi atau kognitif dan adanya obstruksi trakea bronchial, diagnosa ini tidak diangkat pada kasus Tn. M. L. karena tidak ada data-data yang mendukung untuk menegakkan diagnosa tersebut. 4). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik yang ditandai dengan ADL dibantu keluarga dan perawat (makan, minum, BAK, BAB, dan kebersihan diri) keadaan umum lemah. Pada Tn. M. L. diangkat.

4.4 Perencanaan
Pada perencanaan tindakan untuk diagnosa keperawatan 1). Gangguan perfusi jaringan celebral berhubungan dengan celebral dan peningkatan TIK. Intervensi atau rencana tindakan keperawatan yang dilakukan: (1) Pantau dan catat satus neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS, Pada Tn. M. L. dikaji tingkat kesadarannya. (2) Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya pada Tn. M. L. ditemukan. (3) Mengobservasi tanda-tanda vital, pada Tn. M. L. dilakukan. Diagnosa keperawatan. 2). Perubahan presepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologis. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan (1) Pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan sensori dan pikiran, pada Tn. M. L.ditemukan. (2) Kaji kesadaran sensori seperti respon sentuhan, panas atau dingin benda tajam atau tumpul pada Tn. M. L.ditemukan. Diagnosa keperawatan 3). Resiko tinggi terjadinya innfeksi berhubungan dengan trauma jaringan. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan: (1) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan pada daerah yang terpasang invasive (terpasang infus dan kateter) pada Tn. M. L. dilakukan. (2) Pantau suhu tubuh secara teratur pada Tn. M. L. dilakukan. Diagnosa keperawatan. 4). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Intervensi atau rencana tindakan keperawatan yang dilakukan: (1) Anjurkan keluarga untuk bantu dan dorong perawatan kebersihan diri pada Tn. M. L. dilakukan. (2) Catat TTV sebelum dan sesudah aktivitas pada Tn. M. L. dilakukan.
Perencanaan menurut teori marlyn doenges yang tidak di cantumkan pada diagnosa 1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema cerebral dan peningkatan TIK. Pada Tn.M.L adalah 1 pantau GDA atau tekanan oksimetri. 2 kaji letak /gerak mata, catat apakah pada posi tengah atau ada deviasi pada salah satu sisi atau kebawah catat pula hilangnya refleks”dolls eye” (refleks okulosefalile)
Menurut teori intervensi yang tidak di cantumkan pada diagnosa 2 perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologis.pada Tn. M.L adalah: 1berikan lingkungan tersetruktur termasuk terapi, aktivitas, buatkan jadwal untuk pasien {jika memungkinkan} dan tinjau kembali secara teratur. 2 buat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan. 3 berikan keamanan terhadap pasien seperti mnemberi bantal pengalas pada penghalang tempat tidur, membantu saat berjalan, melindungi dari benda tajam/tumpul.
Menurut teori intervensi yang tidak di cantumkan pada Tn. M.L dengan diagnosa keperawtan resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma neurologis adalah berikan perawatan perinal karena di sesuaikan dengan kondisi pasien dan tidak terdapat luka di daerah perinal sehinga resiko untuk terpapar terhadap kuman invasi sangat kecil, dan perawatan perinal dapat di lakukan oleh keluarga pasien saat melakukan personal hygiene yang telah di anjurkan dan di jelaskan.
Implementasi
Pelaksanaan tindakan sesuai dengan rencana yang disusun berdasarkan intervenlsi dan pada diagnosa keperawatan 1). gangguan perfusi jaringan celebral berhubungan dengan edema celebral dan peningkatan TIK: mengobservasi tanda-tanda vital TD 110/60 mmHg, S: 37,2 0C, N: 84x/menit, pernapasan 19x/menit, mengevaluasi keadaan upil, ukuran kesamaan kiri dan kanan reaksi terhadap cahaya, mengatur posisi tidur pasien dengan tinggikan kepala pasien 150. intervensi yang dibuat semuanya dijalankan sesuai dengan rencana. 2). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Mengatur posisi tidur pasien, menganjurkan kepada keluarga untuk memberikan bantuan dalam hal kebersihan diri. Dari semua intervennsi yang dibuat semuanya dijalankan sesuai dengan rencana. Diagnosa keperawatan 3). Resiko tinggi terjadinya infeksi yaitu mebersihkan darah di telinga dengan menggunakan NaCl , dan merawat mata yang sakit. Dari semua intervensi yan dibuat semuanya dijalankan sesuai dengan rencana. Diagnosa keperawatan 4). Perubahan resepsi sensori. Dari semua intervensi yan dibuat semuanya dijalankan sesuai dengan rencana.
4.6 Evaluasi
Dilakuan pada tanggal 4 Agustus 2010 pada diagnosa keperawatan 1). Masalah belum teratasi yang ditandai dengan: S: - , O: kesadaran menurun, pucat, GCS: E: 3, V: 4, M: 4, gelisa, TTV, TD: 110/60mmHg, S: 37,2 0C, N: 84x/menit, pernapasan 19x/menit. A: masalah belum teratasi, P: intervensi dilanjutkan. Diagnosa 2). Intoleransi aktivitas, masalah belum teratasi yang ditandai dengan: S: - , O: keadaan umum pasien lemah, ADL dibantu oleh keluarga dan perawat (makan, minum, BAK, BAB dan kebersihan diri). A: masalah belum teratasi, P: intervensi dilanjutkan. Diagnosa 3). Resiko terjadinya infeksi: masalah belum teratasi ditandai dengan: S: - , O: ada penderahan ditelinga, ada hematom di mata bagian kanan. A: masalah belum diatasi, P: intervensi dilanjutkan. Karena hematom pada mata tidak diobati maka akan menyebabkan kebutaan. Diagnosa 4). Perubahan presepsi sensori: masalah belum teratasi ditandai dengan, S: - , O: disorientasi terhadap waktu, tempat, orang, perubahan dalam respon terhadap ransanan. A: masalah belum teratasi, P: Intervensi dilanjutkan.


BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Cedera kepala dapat di bagi berdasarkan penilaian GCS menjadi: cedera kepala ringan (GCS 13 – 15), sedang (GCS 9 – 12), dan berat (GCS 3 – 8). Tn. M. L masuk Rumah Sakit dengan diagnosa medis cedera kepala berat (CKB) belum mengalami kemajuan saat dilakukan pengkajian dengan kesadaran delirium.
Masalah keperawatan yang diangkat adalah gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema cerebral dan peningkatan tekanan intrakranial, perubahan presepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologis, resiko tinggi tergadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Rencana tindakan, diagnosa I: pantau neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS, evaluasi keadaan pupil, dan keseimetrisan serta reaksi terhadap cahaya, pantau tanda vital secara teratur, perhatikan adanya gelisah yang meningkat dan tingkah laku yang tidak sesuai, tinggikan kepala pasien 14-45 derajat sesuai indikasi yang dapat ditoleransi. Diagnosa II: pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan sensori dan pikiran, kaji kesadaran sensori seperti respon sentuhan, panas atau dingin, benda tajam atau tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, bicara dengan suara yang lembut dan pelan, gynakan kalomat pendek dan sederhana. Diagnosa III: resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam dan menggigil,berikan anti bioti sesuai dengan indikikasi. Diagnosa IV: intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Tindakan perawatan yang telah dibuat untuk mengtasi masalah di atas adalah melakukan evaluasi keadaan pupil dan keseimbangan reaksi terhadap cahaya, perawatan mata, membantu memenuhi kebutuhan ADL pasien.
Setelah dilakukan tindakan – tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah pada Tn. M. L dan dilakukan evaluasi pada tanggal 04 Agustus 2010 ditemukan masalah-msalah di atas belum teratasi.

5.2 SARAN
1. Bagi tenaga keperawatan
Agar perawat memperhatikan pengkajian pada pasien dengan cedera kepala secara komprehensif dan tidak hanya berfokus pada fungsi neurologis sehingga dapat menegakan diagnose sesuai dengan masalah yang ditemukan dan intervensi yang dilakukan sesuai dengan diagnoa yang diangkat serta dapat di aplikasikan secara tepat dan sesuai dengan standar sehingga asuhan kepeawatan yng diberikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien dan dapat mengotimalkan kesembuhan pasien.
2. Bagi pasien dan keluarga
Agar pasien dan keluarga mengetahui penyakit cedera kepala dan mengetahui cara penanganannya karena penyembuhan penyakit cedera kepala membutuhkan jangka waktu yang cukup lama.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bruner & Sudarth (2002), Buku Ajaran Keperaawatan Medical Bedah, Edisi 8 Vol 3, Jakarta.
2. Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik Vol 2, Jakarta: EGC.
3. Doenges M. E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta: EGC.
4. Mansjoer A. dkk (2000), Kapitas Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta: EGC.
5. Boswick, J. A. (1997), Perawatan Gawat Darurat, Jakarta: EGC.
6.









CATATAN PERKEMBANGAN
NO NO. DX TGL IMPLEMENTASI EVALUASI
1. I 04-08-2010 08. 30
 Mengkaji tanda-tanda vital
 Merawat mata menggunakan NACl
 Memeriksa keadaan pupil pasien serta reaksi terhadap cahaya
11. 00
 Mengobservasi TTV
 Memberikan injeksi, amplisilin dan piracetam 2 x 3 gram (melalui IV) S: -
O: Kesadaran menurun, pucat, GCS: E: 3, V: 4, M: 4, gelisa, TTV, TD: 110/60mmHg, S: 37,2 0C, N: 84x/menit, pernapasan 19x/menit.
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan.
2. II 04-08-2010 10. 00
 Membersihkan darah di telinga
 Merawat mata yang sakit S: -
O: Ada penderahan ditelinga, ada hematom di mata bagian kanan.
A: Masalah belum diatasi
P: Intervensi dilanjutkan.
3. III 04-08-2010 10. 20
 Mengkaji keadaan umum pasien
 Menganjurkan kepada keluarga untuk selalu bercerita dengan pasien dan jangan meninggal pasien sendirian.
 Mengkaji respon pasien terhadap tempat, orang dan waktu S: -
O: Disorientasi terhadap waktu, tempat, orang, perubahan dalam respon terhadap ransanan.
A:Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan.
4. IV 04-08-2010 12. 00
 Mengaff katetter
 Memasang kateter ulang S: -
O: Keadaan umum pasien lemah, ADL dibantu oleh keluarga dan perawat (makan, minum, BAK, BAB dan kebersihan diri)
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan.
5. I 05-08-2010 09. 00
 Mengkaji status neurologi dengan menggunakan skala GCS
 Memeriksa keadaan pupil pasien serta reaksi terhadap cahaya
11. 00
 Melayani injeksi, amplisilin dan pira cetam (melalui IV)
11. 20
 Mengobservasi TTV S: -
O: Kesadaran menurun, pucat, GCS: E: 3, V: 4, M: 4, gelisa, TTV, TD: 110/60mmHg, S: 37,2 0C, N: 84x/menit, pernapasan 19x/menit.
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
6. II 05-08-2010 10. 00
 Membersihkan darah di telinga dan merawat mata yang sakit S: -
O: Ada penderahan ditelinga, ada hematom di mata bagian kanan.
A: Masalah belum diatasi
P: Intervensi dilanjutkan.
7. III 05-08-2010 10. 15
 Mengkaji keadaan umum pasien
 Menganjurkan kepada keluarga untuk selalu bercerita dengan pasien dan jangan meninggal pasien sendirian.
 Mengkaji respon pasien terhadap tempat, orang dan waktu S: -
O: Disorientasi terhadap waktu, tempat, orang, perubahan dalam respon terhadap ransanan.
A:Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
8. IV 05-08-2010 10. 30
 Memotong kuku pasien
 Melakukan oral hygienen
 Mengatur posisi tidur pasien, kepala ditinggikan 15 0 S: -
O: Keadaan umum pasien lemah, ADL dibantu oleh keluarga dan perawat (makan, minum, BAK, BAB dan kebersihan diri)
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

Selasa, 03 Agustus 2010

fasilitas penjaskes

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fasilitas dan sarana pembelajaran pendidikan jasmani bagi anak didik berupa tersedianya sarana dan prasarana yang digunakan untuk mencapai tujuan dari proses belajar mengajar dalam pembelajaran Pendidkan Jasmani Olaraga dan Kesehatan (Penjas Orkes). Pendidikan jasmani memerlukan sarana media pembelajaran, alat dan perlengkapannya. Alat dan media yang sesuai dengan kebutuhan dengan kerakteristik anak didik akan mengembangkan potensi serta ketrampilannya secara optimal. Karena itu, dalam menilai alat dan media yang harus dipakai dalam pembelajaran pendidikan jasmani bagi anak didik diperlukan pertimbangan yang mendalam.
Pendidikan Jasmani menjadikan siswa sebagai orientasi dari perkembangan program-program pengajaran, perencanaan proses pembelajaran, pemilihan alat-alat bantu, metode, dan evaluasi hasil pembelajaran. Dengan demikian melalui aktifitas gerak fisik anak Program Pendidikan Jasmani dikembangkan.
Menurut Abdul Gafur (dalam Abdullah Amir, 1983:3) menyatakan bahwa:
Pendidikan Jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai perorangan maupun sebagai anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistimatis melalui kegiatan jasmani yang intensif dalam rangka memperoleh peningkatan dan ketrampilan jasmani, pertumbuhan kecerdasan dan pembentukan watak.
Sementara pendapat lain mengatakan bahwa pendidikan jasmani adalah suatu proses aktifitas yang dilakukan secara sadar serta sistimatis dan terencana sehingga bisa memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan, kesegaran jasmani, ketarampilan watak yang harmonis, dalam rangka membentuk diri yang berkelakuan baik, Abdul Gafor (1997:14).
Mengacu pada kedua pendapat tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Pendidikan Jasmani adalah semua aktivitas yang dilakukan secara baik melalui kegiatan Jasmani yang intensif.
Dalam kurikulum Pendidikan Jasmani dan Kesehatan melalui pengenalan dan penanaman sikap positip serta kemampuan gerak dasar dan efektivitas jasmani agar dapat :
1. Tercapainya pertumbuhan dan perkembangan jasmani khususnya, tinggi dan berat badan secara harmonis.
2. Terbentuknya sikap dan perilaku seperti disiplin, kejujuran, kerja sama, mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku
3. Menyenangi aktivitas yang dapat dipakai untuk pengisian waktu luang dan serta kebiasaan hidup sehat
4. Mengerti manfaat pendidikan jasmani dan kesehatan dan tercapainya kemampuan dalam penampilan gerakan yang lebih baik secara seksama (precision)
5. Meningkatkan kesehatan, kesegaran jasmani, keterampilan gerak dasar olahraga.
Dalam konteks Pendidikan Jasmani, pada dasarnya merupakan bagian integral dari sistim pendidikan aktivitas jasmani, sebagai media pendidikan dimana melalui aktivitas Pendidikan Jasmani secara multikognitif anak dalam operasionalisasinya guru pendidikan jasmani menggunakan aktivitas gerak sebagai sarana untuk mencapainya yakni, orientasinya pada pertumbuhan dan perkembangan gerak anak yang dijabar dalam GBPP.
Dalam kurikulum 1994, terdapat berbagai materi pembelajaran yang masih dibangun dengan berorientasi pada cabang olahraga, sehingga guru Pendidikan Jasmani harus memahami bahwa ia harus menyajikan materi-materi keterampilan gerak cabang olahraga. Gerak cabang olahraga tersebut menjadi kemasan Pendidikan Jasmani.
Pembelajaran tidak ditunjukkan kepada siswa bagaimana siswa dapat memiliki keterampilan gerak dasar dari cabang-cabang olahraga tersebut.
Dalam proses pengembangan Pendidikan Jasmani disekolah maka peranan guru menjadi faktor penentu; serta didukung dengan fasilitas olah yang memadai, sehingga siswa dapat memiliki keterampilan gerak dalam cabang-cabang olahraga yang ada.
Untuk mendukung kegiatan proses belajar mengajar Pendidikan Jasmani dan kesehatan disekolah maka sangat diperlukan sarana dan fasilitas merupakan komponen atau instruksional yang dipakai oleh guru penjas untuk mempraktekkan semua materi yang diajarkan. Dengan demikian seorang guru Penjaskes tidak hanya menjelaskan secara teoritis mengenai pembelajaran melainkan menerangkan dengan praktek sesuai teorinya.
Dalam kegiatan belajar mengajar disekolah terjadi interaksi komunal dengan murid, hal ini guru terkadang bertindak sebagai subyek yang lebih banyak mendominasi aktivitas secara verbalitas untuk menyampaikan atau mentransfer segala informasi dan pengalaman yang teoritik dan praktek yang isi pelajaran kepada siswa. Dengan dasar pertimbangan tersebut, maka sangat dibutuhkan sarana penunjang yang dipakai sebagai mediasi dalam proses belajar mengajar.
Menurut Arikunto (1987:3) mengatakan bahwa sarana dan prasarana sangat dibutuhkan dalam pengembangan proses pengajaran.
Hal ini karena sarana ataupun fasilitas disekolah sangat bermanfaat untuk memungkinkan anak didik memperoleh pendidikan dan pengetahuan yang diajarkan, sehingga bisa didemonstrasikan dalam praktek.
Untuk mendukung proses pembelajaran Penjaskes di sekolah maka menurut Ratal Wirjasantoso (1984:157) mengemukakan bahwa :
“Dalam pembelajaran Penjaskes disekolah perlu didukung dengan fasilitas baik yang permanent maupun yang tidak permanent seperti; gymnasium, kolam renang, lapangan permainan dan sebagainya.”
Perlengkapan atau equipment adalah perkakas yang permanent dibandingkan dengan fasilitas, misalnya: bangku swedia, jenjang peti lompat, kuda-kuda, palang sejajar, palang tunggal, matras, dan lain-lain.
Alat-alat olahraga atau supplies, biasanya dipakai dalam waktu yang relative pendek, misalnya: bola, raket, jaring, pemukul bola kasti, dan sebagainya. Dalam pembelajaran Penjaskes juga didukung oleh alat-alat yang telah dimodifikasi berupa: matras dibuat dari sabut kelapa atau jerami, tingkat estafet dari bambu atau kayu dan balok titian dengan bambu besar atau batang kayu”
Pendapat dan gambaran tersebut mengingatkan kita bahwa fungsi peranan sarana dan prasarana sebagai pelengkap pengajaran dalam sebuah lembaga pendidikan. Tanpa adanya sarana atau fasilitas yang ada disekolah, maka sangat menyulitkan guru Penjaskes maupun siswa sebagai obyek yang diajarkan.
Suatu kenyataan problematik yang terdapat disekolah-sekolah bahwa penggunaan sarana dan prasarana belum begitu memadai, sehingga menjadi kendala bagi guru Penjaskes dalam mengaplikasikan proses belajar mengajar.
Kadang-kadang guru hanya memberikan secara teoritik, sementara prakteknya tidak dapat diterapkan karna keterbatasan sarana penunjang dan pemahaman guru tentang bagaimana ia mempunyai kreasi dan memodifikasi alat, lapangan, aturan, dan waktu.
Berangkat dari latar belakang tersebut maka timbul inisiatip untuk melakukan penelitian dengan judul : “TINJAUAN TENTANG PENGGUNAAN SARANA DAN PRASARANA DALAM PEMBELAJARAN PENJAS ORKES DI SMP NEGERI 4 KUPANG.“

B. Identifikasi Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah tersebut maka di identifikasikan sebagai berikut:
1. Penggunaan sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran Penjas Orkes.
2. Model pembelajaran Penjas Orkes pada SMP Negeri 4 kupang.

C. Rumusan Masalah
Dari permasalahan pokok tersebut, maka dapat dijelaskan dalam sub permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan sarana dan prasarana Penjas Orkes dalam proses belajar mengajar sudah memenuhi syarat atau belum di SMP Negeri 4 Kupang.
2. Bagaimanakah model pembelajaran Penjas Orkes pada SMP Negeri 4 Kupang.


D. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan
Adapun tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah:
 Untuk mengetahui dan mengkaji sejauhmana penggunaan sarana dan prasarana pengajaran dalam proses belajar mengajar mata pelajaran Penjaskes
 Untuk mengetahui apakah sarana dan prasarana telah memenuhi syarat proses belajar mengajar
 Untuk mengetahui perhatian kepala sekolah terhadap sarana dan prasarana pengajaran Penjaskes
 Untuk mengetahui apakah guru Penjaskes telah memodifikasi sarana dan prasarana pembelajaran Penjaskes.
2. Kegunaan
 Sebagai bahan masukan kepada guru Penjaskes dalam konteks pengembangan proses belajar mengajar
 Sebagai bahan informasi bagi pihak yang ingin mengadakan penelitian
 Dapat bermanfaat bagi Universitas PGRI NTT sebagai bahan informasi bagi pengembangan mata kuliah yang dimiliki relavansi dengan penulisan ini.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mendukung penelitian ini, maka penulis dapat menjelaskan beberapa pokok kajian teoritis yang sangat relevan dengan judul yang ada sebagai berikut :
A. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
B. Sarana dan Prasarana Pembelajaran
C. Pembelajaran Penjas Orkes

A. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan yang diajarkan disekolah merupakan kurikulum pendidikan yang harus diajarkan. Berbicara tentang pendidikan jasmani, maka berbicara juga tentang factor penunjang pendidikan, factor guru merupakan salah satu sarana sehingga bisa mengarahkan siswa tentang bagaimana cara hidup sehat yang bisa mandiri.
Menurut Syarifudin (1987:3) mengatakan bahwa Pendidikan Jasmani adalah semua aktifitas manusia dalam hal gerak yang teratur serta melibatkan otot-otot besar yang dirancang untuk merangsang otot atau organ-organ tubuh agar bermanfaat bagi kesehatan.
Sementara pendapat lain mengatakan bahwa Pendidikan Jasmani adalah salah satu tahap atau aspek dari proyek pendidikan keseluruhan yang berkenan dengan perkembangan dan penggunaan kemampuan gerak individu, yang dilakukan atas kemauan sendiri ataupun dalam sebuah lembaga sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuhnya.
Dalam konsep kedua defenisi ini, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Pendidikan Jasmani adalah merupakan suatu proses yang bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan kepribadian serta kemauan para siswa dapat bermanfaat bagi kepentingan hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.
Dalam konteks Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, harus dititikberatkan pada konsep dan program yang diajarkan disekolah-sekolah. Dengan demikian peranan guru Pendidikan Jasmani menjadi parameter untuk menyampaikan materi-materi pendidikan.

B. Sarana dan Prasarana Pembelajaran
Sarana pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan pendidik dalam usahanya untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah dirumuskan.
Dengan demikian pengertian dari prasarana pendidikan adalah segala sesuatu yang ada sebelum adanya sarana, Arikunto (1989:6).
Menurut Arikunto, (1989:6) mengatakan sarana adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam kegiatan proses belajar mengajar baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan lancer, teratur, efektif dan efisien.
Sementara Darminta Purwa, (1991:80) menjelaskan bahwa sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat pencapaian maksud atau tujuan.
Dengan demikian sarana dan prasarana menurut penulis adalah semua fasilitas ataupun alat-alat pendidikan pengajaran, yang digunakan sebagai mediasi untuk mencapai tujuan dalam kegiatan belajar mengajar.
Dewasa ini semakin dirasakan betapa pentingnya peranan sarana dan prasarana pendidikan dalam pencapaian tujuan yang diharapkan. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan komunikasi dimana terdapat pertukaran atau penyampaian pesan komunikasi kepada anak didik, dimana digunakan untuk mengembangkan kemampuan anak didik.
Sarana pendidikan dipandang dapat membantu kearah hasilnya kegiatan komunikasi dalam pendidikan.
Sarana yang dibicarakan disini adalah sarana pendidikan jasmani dalam proses belajar mengajar.
Dalam merencanakan sarana prasarana penjaskes perlu memperhatikan beberapa hal, menurut Charles Bucker (dalam Ratan W,1984:159) beberapa prinsip untuk merencanakan prestasi Penjaskes dan Olahraga adalah:
1. Ditetapkan lebih dahulu prioritas penggunaan fasilitas
2. Rancangan Fasilitas yang sesuai dengan cirri-ciri khas masyarakat terutama bagi mereka yang berbeda-beda usianya
3. Rancangan fasilitas untuk efisiensi daripada supervise
4. Pengurus sekolah dan teman hendaknya bekerja sama yang lebih erat terhadap fasilitas tersebut
5. Guru Penjaskes hendaknya merupakan kunci pendorong untuk mewujudkan konsep-konsep fasilitas yang baru dan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang perencanaan fasilitas dan perlengkapan
6. Harus dipertimbangkan juga perencanaan bagi mereka penderita cacat
7. Prasarana atau fasilitas hendaknya jangan meniru saja fasilitas yang sudah ada, sebagian dari kebutuhan tiap-tiap tempat dan situasinya berbeda.
8. Guru Penjaskes hendaknya mencoba untuk menemukan fasilitas yang mempunyai kemungkinan serbaguna, mengingat pada waktu yang sama dapat digunakan berbagai kegiatan.
9. Perencanaan untuk sekolah hendaknya mengingat akan perbedaan tipe kegiatan dalam program pada tiap tingkat pendidikan
10. Fasilitas hendaknya direncanakan untuk mereka para peserta siswa atau mahasiswa.
Prinsip lain yang dapat perlu dipertimbangkan juga tentang perencanaan fasilitas, ialah hubungan khusus kegunaan optimal daripada kesehatan lingkungan para siswa, termasuk pembekalan fasilitas ditinjau dari segi fisiologi siswa, pengaturan suhu air dan tingkat keramaian sekitarnya.
Dalam GBPP kurikulum Pendidikan Jasmani dan kesehatan sudah ditentukan materi kegiatan olahraga, yaitu kegiatan pokok dan kegiatan pilihan.
Kegiatan pokok terdiri atas : Atletik, Senam, Olahraga permainan dan Pendidikan Kesehatan. Sedangkan kegiatan pilihan terdiri dari : Renang, pencaksilat, sepak takraw, bulu tangkis, dan olahraga tradisional.
Untuk menunjang materi pembelajaran pendidikan dan kesehatan perlu didukung dengan sarana ataupun fasilitas olahraga yang memadai untuk pencapaian tujuan pendidikan yaitu:
1. Sarana dan fasilitas yang dibutuhkan pada materi atletik adalah:
 Lapangan
 Standar
 Modifikasi
 Balok Star
 Stop Watch
 Tongkat Estafet
 Bak loncat jauh
 Lembing
 Cakram
 Peluru
 Meteran
 Pluit
2. Pada materi senam
 Box
 Matras
 Titian
 Bangku Swedia
3. Olahraga permainan
 Bola
 Standar
 Modifikasi
 Lapangan
 Standar
 Modifikasi
 Pemukul atau raket
 Net
Sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pendidikan kesehatan dan pada kegiatan pilihan dilakukan akan berkembang sesuai dengan kondiri kancah setempat pada saat pengambilan data.




C. Pembelajaran Penjas Orkes
Proses belajar mengajar merupakan interaksi berkelanjutan antara perilaku guru dan peserta didik (Mosston dan asworth, 1994). Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pendidikan jasmani keempat faktor ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yaitu; tujuan, materi metode dn evaluasi. diantara beberapa faktor penting untuk mencapai pengajaran pendidikan Penjas Orkes yang berhasil adalah perumusan tujuan. Pentingnya kedudukan tujuan untuk menentukan materi yang akan dilakukan oleh para peserta didik. Salah satu prinsip penting dalam pendidikan Penjas Orkes adalah partisipasi peserta didik secara penuh dan merata. Oleh karena itu, guru pendidikan jasmani harus memperhatikan kepentingan setiap peserta didik.
Persiapan peserta didik untuk mendapatkan pengalaman belajar adalah berupa pengantar yang merujuk pada komponen antisipasi. Dalam membuka pelajaran guru mempersiapkan peserta didik dengan mengembangkan minat mereka pada pelajaran tersebut. Dalam mempersiapkan peserta didik guru menyampaikan apa yang akan dipelajari dan hubungannya dengan pelajaran sebelumnya dan aktifitas saat ini atau yang akan datang.
Hal ini penting untuk melibatkan peserta didik secara aktif. Pertanyaan, alat bantu visual dan diskusi kelas adalah beberapa aktivitas yang digunakan sebagai pembuka. Pembuka ini akan memberikan awal dalam pemikiran para peserta didik. Oleh karena itu, komponen pembukaan ini seharusnya singkat dan padat.bahkan menurut Sukmadinata (1998) menjelaskan bahwa dalam kurikulum lebih memberikan kebebasan pada guru untuk mengembangkan bahan sendiri. Demikian halnya dengan KBK tahun 2004 lebih menuntut adanya kreativitas guru dan aktivitas peserta didik yang tinggi.
Dalam proses belajar mengajar akan terjadi suatu transfer dari guru kepada peserta didik atau sebaliknya. Adaa tiga aspek yang terkait dengan transfer belajar, yaitu:
1. Peranan transfer dalam kondisi belajar skill seperti mempertimbangkan drill dalam sepak bola atau memperhatikan hasil latihan melakukan tembakan bebas dalam permainan bola basket denan melakukan tembakan bebas pada saat bertanding.
Bagaimana transfer itu diukur? Transfer ini dapat diestimasi peningkatan atau penurunan keterampilan sebagai hasil dari latihan atau pengalaman dan transfer ini pula dapat bersifat positif atau negatif tergantung pada tugasnya.
2. Transfer sebagai sebuah kriteria untuk belajar seperti tes retensi. Dalam hal ini ada dua kriteria transfer yaitu:
 Near transfer artinya tujuan belajar yang relatif sama dengan tugas latihan, dan
 Far transfer artinya belajar berbeda dengan kondisi latihan yang sesungguhnya.









BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian berasal dari kata “Metode” yang artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dan “logos” yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan “Penelitian” adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisa sampai menyusun laporan.
Dalam penelitian ini pendekatan yang dipergunakan ialah pendekatan kualitatif.

A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Yang menjadi kanca penelitian di SMP Negeri Kupang
2. Waktu penelitian
Terhitung mulai tanggal: / / 2010

B. Peran Peneliti dan Informan Penelitian
1. Dilokasi
Peneliti berperan sebagai pengamat yang terlibat (paraeticpant observer) secara langsung berbagai aktifitas dalam proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru Penjaskes dengan menggunakan sarana dan prasarana pengajaran disekolah yang bersangkutan baik itu pada jam kegiatan pembelajaran maupun diluar jam pembelajaran (ekstrakurikuler)

2. Informan penelitian
Dalam penelitian ini menjadi informan kunci dipilih dari:
 Kepala Sekolah
 Guru-guru Penjaskes,
 Pegawai Tata usaha dan
 Siswa.
Dengan dasar pertimbangan dari informan tersebut mereka yang benar-benar mengetahui tentang permasalahan penulisan atau mereka yang terlibat langsung dalam peristiwa yang tidak lepas peran peneliti pada tahap persiapan dan pada saat penelitian (R. Kerihi 2000:113).

C. Jenis Data
1. Data primer
Data ini diperoleh langsung dari responden secara langsung melalui hasil wawancara dan observasi lapangan.
2. Data sekunder
Data ini diperoleh dari studi kepustakaan yang relevan dengan masalah penelitian ini.

D. Teknik Pengumpulan Data
1. Metode observasi, adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan dan mencatat secara sistimatis gejala-gejala yang diselidiki, Chalik Narbuka dan Abu Achmadi (1999:70).
Pendapat lain mengatakan bahwa observasi adalah metode yang dipakai untuk meneliti dengan memperoleh data serta fakta-fakta yang diperlukan, Wardaya (1982
2. Metode kuensioner
Metode kuensioner adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu masalah atau bidang akan diselidiki. Cholik Narbuko (1999:76) angket atau kuensioner ini dibagi kepada siswa-siswi yang terpilih sebagai responden dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan tertutup dan jawaban diisi, responden sesuai dengan petunjuk.
3. Wawancara
Menurut Cholik Narbuko dan Abu Achmadi (1999:8) mengatakan bahwa wawancara adalah proses tanya jawab dan penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.
4. Dokumenter atau Dokumen
Metode ini yang sangat banyak memberikan sumbangan dalam proses pengumpulan data, karna dalam dokumentatif dimanfaatkan untuk menguji penafsiran dan bahan untuk meramalkan, dengan demikian sangat mendukung bagi kepentingan peneliti yang bersifat kuantitatif.

E. Teknik Analisa Data
Analisa data merupakan bagian yang terpenting dalam penelitian, karena memberikan arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.
Dari analisis tersebut diperoleh teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara deskriptif. Hal ini dimaksudkan untuk pengukuran secara cermat terhadap fenomena-fenomena atau situasi yang aktual ada pada saat penelitian berlangsung.
Selanjutnya dianalisa dengan menggunakan metode berpikir deduktif dan induktif.








BAB IV
PAPARAN DATA DAN TEMUAN

Dalam bab ini akan diuraikan segala kegiatan penelitian dari tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.
A. Tahap Persiapan
Izin penelitian
Pada hari Kamis tanggal 27 Mei peneliti mengurus izin penelitian dari Dekan FKIP PGRI Kupang, dan pada hari Jumat tanggal 4 Juni 2010 menyerahkan surat izin penelitian pada kepala sekolah SMPN 4 Kupang. Setelah itu mendapat kesempatan dari Ibu kepala sekolah untuk mengambil data yang dilaksanakan mulai hari Jumat tanggal 5 Januari 2010.
Setelah membaca surat tersebut Ibu kepala sekolah berkomentar sebagai berikut, “ Bapak Bonefasius B.Boli, dengan kedatangannya disini kami sangat senang. Selama ini telah ada beberapa teman yang melakukan penelitian mengenai proses pembelajaran. Namun kedatangan kali ini dalam proposal yang saya baca dan pahami menunjukkan ingin meneliti tentang sarana dan prasarana pembelajaran Penjas Orkes, mudah-mudahan dengan hasil penelitian ini memberikan kontribusi bagi perkembangan sekolah khususnya dalam menunjang sarana dan prasarana “.
Setelah mendapat tanggapan dari kepala sekolah, peneliti dipersilahkan untuk melaksanakan observasi dan sekaligus peneliti memperkenalkan diri pada bapak dan ibu guru, staf pegawai tata usaha sekolah dan tidak terlepas dengan siswa yang ada.
Dari hasil observasi hari pertama mencapai kesempatan antara peneliti dan kepala sekolah serta guru Penjas Orkes dan dewan guru, peneliti memohon diri.
Berdasarkan tanggapan dan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pihak-pihak yang terkait disekolah menunjukkan itikad baik demi keberhasilan peneliti sekaligus menunjang program proses penbelajaran.

B. Tahap Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan peneliti telah mendapat rekomendasi secara lisan maupun tertulis untuk mulai kegiatan selama berada di kancah penelitian.
Adapun hal-hal yang dilakukan meliputi :
1. Observasi
2. Wawancara
3. Penyebaran Angket
4. Sekaligus pendekatan dokumen
Pada hari Senin tanggal 7 Juni 2010 peneliti datang ke SMPN 4 Kupang dalam rangka orientasi kondisi kancah.
Tepat pukul 08.00 peneliti menghadap kepala sekolah untuk membicarakan perihal pengambilan data lanjutan.
Pada pembicaraan tersebut beliau mengungkapkan sebagai berikut : “ Kehadiran Bapak disini bertepatan dengan proses belajar mengajar kami mempersilahkan peneliti untuk mengambil data apa saja “.
Dari hasil pembicaraan bersama kepala sekolah, peneliti mengungkapkan tujuan pengambilan data hari ini antara lain melihat beberapa hal yang meliputi data-data yang ada disekolah.

1. Kondisi Kancah
Dari hasil temuan sekolah, SMPN 4 Kupang berdiri pada tahun 1979 dibawah kepemimpinan : A.W. LEGO yang menjabat sebagai kepala sekolah di SMPN 4 Kupang diantaranya :
Tabel. 1
Data Kepala Sekolah
No Nama Menjabat Tahun Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6. A. W. LEGO
M. M. SANU
JONNI DA COSTA, Spd.
Dra. SARLOTHA O. KOROH
HANS TAUPAN
Dra. SILTJE D. NDOLU 179 – 1989
1989 – 1993
1993 – 1999
1999 – 2004
2004 – 2008
2008 - Sekarang Pensiun
Pensiun
Guru SMPN 9
Kepala Sekolah SMPN 10
AnggotaDewanKab.Kupang
Kepala Sekolah
Sumber : SMPN 4 Kupang 2010
Tabel 2.
Daftar Nama Guru
PEMERINTAHAN KOTA KUPANG
DINAS PENDIDIKAN
SMP NEGRI 4 KUPANG
Jln. Untung Surapati 19, Telp. (0380) 821858
DAFTAR NAMA GURU (TAHUN 2010)
Keadaan Bulan Juni


No

Nama/NIP

Mapel/ Kelas
Jmlh
Kelas Jmlh
Jam Per Miggu Jmlh
Jam Megjar
Tugas Tambhan
Beban Kerja
1. Dra. Siltje D. Ndolu
NIP. 18581215 198603 2 014 BK/ 9 C-D 2 4 8 Kepala Sekolah 32
2. Bambang S. Hartono, S. Pd
NIP. 1970220 197903 1 007 Bing/ 9 C - D 2 7 14 Wakil
Kepsek 26
3. Drs. Soleman Mone
NIP. 19601001 1999903 1 001 IPS/ 7 ABC 3 4 12 Wali Kelas 24
4. Mariam Huna Kore, S. Pd
NIP. 19691201 199802 2 005 Pend. Ag. Pro 9A-9J/ 8A-B 12 2 24 Wali Kelas 9B 26
5. Febby Radja Udju, S. Pd
NGH Pend. Ag. Pro./ 8C-8H 6 2 12 Wali Kelas 8C 18
6. Thirsa Neno Besi, S. PAK
NIP. 19650109 199303 2 005 Pend. Ag. Pro./ 7A-7J, 8I, 8J 12 2 24 - 24
7. Sisilia Liwu
NIP. 19740411 200604 2 028 Pend. Ag. Kat./ 8, 9 3 2 6 Wali Kelas 7I 12
8. Kondradus Jhosep Tobu
NGH Pend. Ag. Kat./ 7 3 2 6 - 6
9. Siti Aminah Ramli
NGH Pend. Ag. Is./ 7, 8, 9 3 2 6 - 6
10. I Wayan Suparta
NGH Pend. Ag. Hin./7, 8, 9 3 2 6 - 6
11. Jeni f. Doko, S. Pd
NIP. 19730121 200701 2 009 PKN/ 9A-9E 5 2 10 Wali Kelas 9D 16
12. Tresia But
NIP. 19621205 198411 2 001 PKN 9F-9J 5 2 10 Wali Kelas 9F 16
13. Olivia Djawa
NIP. 19620801 198403 2 014 PKN 8A-E 5 2 10 Wali Kelas 8B 16
14. Sofia Talo Leba, A. Md
NIP. 19610719 198411 2 001 PKN 8F-J 5 2 10 Wali Kelas 8I 16
15. Yani A. A. Boymau, S. Pd
NIP. PKN 7A-J 10 2 20 Urusan Siswa Kls 7 30
16. Lelly S. Rihi, S. Pd
NIP. 19560318 197903 2 006 BINDO/ 9A-9E 5 5 25 Wali Kelas 9C 31
17. Susana Tungga, A. MD
NIP. 19631205 198003 1 020 BINDO/ 9F-9H 3 5 15 Wali Kelas 9E 21
18. Abdurahim Ansyar, A. Md
NIP. 19550713 198003 1 020 BINDO/ 9E, J & 8A, B, C 5 5 25 Kep. Ur. Sarana Prasarana 30
19. Amandus Dalot, S. Pd
NIP. 19680808 199801 1 002 BINDO/ 8D-8H 5 5 25 - 25
20. Lodia Lobo, A. Md
NIP. 19570312 198003 2 006 BINDO/ 8I, J & 7 ABC 5 5 25 - 25
21. Lorentje, S. Pd
NIP. 19690830 200604 2 013 BINDO/ 7D-7H 5 5 25 Wali Kelas 7C 31
22. Bale Roly K. Lado, S. Pd
NIP. 19730404 00701 2 019 BINDO/ 7I, J 2 5 10 Wali Kelas 7H 31
23. Cecilia E. Kaluge, S. Pd
NIP. 19550608 19705 2 002 BING/ 9AB & 9EFG 5 5 25 Wali Kelas 9A 31
24. Susy Aprijanti, S. Pd
NIP. 19720409 200312 2 004 BING/ 9HIJ 3 5 15 - 15
25. Lazarus Kartiba
NIP. 19541110 198003 1 036 BING/ 8A -8F 6 4 24 Wali Kelas 8A 30
26. Agustina Matkauana
NIP. 1960807 198803 2 015 BING/ 8GH 2 4 8 Wali Kelas 8F 14
27. Dona G. Dyra
19581226 198403 2 005 BING/ 8IJ 6 4 24 - 24
28. Mau M. K. Lado, S. Pd
NIP. 19710317 200112 1 006 BING/ 7 AB 2 4 8 Wali Kelas 7B 14
29. Yakoba Kaho, S. Pd
NIP. 1950128 200801 2 006 BING/ 7GH 2 4 8 Wali Kelas 7E 14
30. Deti Liubana
NGK BING/ 7IJ 2 4 8 - 8
31. Maria M. Saik, S. Pd
NIP. 19671012 199103 2 007 MAT/ 9 ABE & 8IJ 5 5 25 Staf Kesiswaan 33
32. Siswanto, S. Pd
NIP. 19670502 198901 1 002 MAT/ 9CDF & 8BC 5 5 25 Kep. Ur. Kurikulum 37
33. Benedytha Djelinda
NIP. 196302502 198703 2 019 MAT/ 9IJ 2 5 10 - 10
34. Mariana M. Mutia, A. Md
NIP. 19630502 198703 2 019 MAT/ 9IJ 2 5 10 - 10
35. Gabriel Murin
NIP. 19510117 197603 1 007 MAT/ 8A 1 5 5 - 5
36. Yustina Maran, A. Md
NIP. 19530106 198003 2 003 MAT/ 8CDF & 7 CD 5 5 25 Wali Kelas 8D 31
37. Agnes B. O. T. A., S. Pd
NIP. 19650127 20012 2 004 MAT/ 8GH, 7 HIJ 5 5 25 Wali Kelas 8G 31
38. Cornelia I. Daniel, A. Md
NIP. 19620416 198601 2 005 MAT/ 7AB 5 2 10 Wali Kelas 7A 16
39. Anastasia Nainaban, A. Md
NIP. MAT/ 7F 1 5 5 Wali Kelas 7E 11
40. Agustinus M. Kadja, S. Pd
NIP. 19800705 200804 1 004 MAT/ 7G 1 5 5 Staf Kesiswaan 13
41. Naomi Dillak, S. Pd
NIP. 19710603 199081 2 001 IPA/ 9A-9E 5 5 25 Koord. Lab. IPA 37
42. Dra. Nurul Aeni
NIP. 19581010 197803 2 030 IPA/ 9A-9E 5 5 25 Staf Lab. IPA 33
43. Drs. Ramli
NIP. 19630104 199303 1 008 IPA/ 9F-9J 5 5 25 Staf Kurikulum 33
44. Susana L. E. Bani, A. Md
NIP. 1964112 198803 2 007 IPA/ 9F-9J 5 5 25 Staf Lab. IPA 33
45. Arcob Lette, S. Pd
NIP. 19530924 197903 1 005 IPA/ 8A-8E 5 5 25 Staf. Bud. & Lingk. Sek. 33
46. P. M. Djawa Huly, A. Md
NIP. 19541010 197902 2 002 IPA/ 8A-8E 5 5 25 Wali Kelas 8E 31
47. Naomi Jana, S. Pd
NIP. 19560208 197903 2 005 IPA/ 8F-8J 5 5 25 Wali Kelas 8A 31
48. Yakob Djara
NIP. 19630103 200701 1 009 IPA/ 8F-8J, 7J 5 6 30 Pembina Pramuka 36
49. Ruth Koreh
NIP. 19700183 199303 2 004 IPA/ 7ABC 3 5 15 Wali Kelas 7G 31
50. Hendrik Pali, S. Pd
NIP. 19680605 200604 1 022 IPA/ 7D-7I 6 5 30 - 30
51. Daud J. Medah
NIP. 19540724 198003 1 010 IPA/ 7D-7I 5 5 25 - 25
52. Anni D. Bangngu Riwu, S. Pd
NIP. 19601004 198111 2 003 IPS/ 9A-9F 6 4 24 Staf Kurikulum 32
53. Erniy M. Riwu, S. Pd
NIP. 19580826 198111 2 002 IPS/ 9GHI & 9 AE 6 4 24 Wali Kelas 9I 30
54. Funan Banunaek, S. Pd
NIP. 19720608 199903 2 005 IPS/ 9A-9E 6 4 24 - 24
55. Felisita Kama, S. Pd
NIP. 19560715 198003 2 009 IPS/ 8A-8F 6 4 24 Urusan Siswa Kls 8 34
56. Merry P. Hede, S. Pd
NIP. 19710522 200701 2 014 IPS/ 8GHIJ & 8 EF 6 4 24 - 24
57. Rosalin Mira Mangngi, S. Pd
NIP. 1961229 200604 2 006 IPS/ 7D-7I 6 4 24 Wali Kelas 7D 30
58. Agustina Lado, S. Pd
NIP. 19560806 197907 2 009 IPS/ 7E-7J 6 4 24 - 24
59. Marsauli Silalahi, S. Pd
NIP. 19641123 198703 2 016 Seni Bud./ 9A-9J 10 2 20 Wali Kelas 9H 20
60. Matheus M. Benidau, S. Pd
NIP. 19701127 200112 1 004 Seni Bud./ 8A-8H 8 2 16 Kep. Ur. Bud. & Lingk. Sek. 26
61 Merpati Oematan, S. Pd
NIP. 19821108 200903 2 007 Seni Bud./ 8IJ & 7A-7J 12 2 24 - 24
62. Sebabung, S. Pd
NIP. 19700824 200112 1 003 Penj. Orkes 9A & 9J & MI Nurul H.Naikoten I-IV 10


6 2


2 20


12 Staf Kurikulum
28


12
63 Subraja Alang, A. Md
NIP. 19591231 198103 1 243 Penjas Orkes 12 2 24 - 24
64. Ery Lay Lena, S. Pd
NIP. 19591231 198103 1 243 Pej. Orkes/ 7A-J& SD GMIT II 8


6 2


2 16


12 Pembina OSIS 32


65. Agustina Wadu, S. E
NGB TIK 9A-9J 10 2 20 Pengel. Ruang Med. 30
66. Viktor Naturasi
NGH TIK 8A-8J 10 2 20 Pengel. Lab Komputer 30
67. Deby Malelak, S. Pd
NGH TIK 7A-7J, 8 IJ 12 2 24 - 24
68. Lorintje K. Ratu, A. Md
NIP. 19500605 197903 2 003 Mulok Pemb. 8C 1 2 2 - 2
69. Hj. Siti Z. Alboneh, S. Pd
NIP. 19590120 198903 2 003 Mulok Pemb. 9A-9J, 8AB 12 2 24 Wali Kelas 9J 30
70. Katrina Namundjandji
NIP. 19651019 199003 2 003 Mulok Pemb. 8D, E 2 2 4 Staf Humas 12
71. Magdalena A. Ardjon, S. Pd
NIP. 19710424 199302 2 005 Mulok Pemb. 8F-8G 2 2 4 Staf Kurikulum 12
72. Nurdin Korebima
NIP. 19510311 197603 1 004 Mulok Pemb. 8H 1 2 2 - 2
73. Debora Heke Medoh, A. Md
NIP. 19530923 198008 2 004 Mulok Pemb. 7A-7J, 8IJ 12 2 24 - 24
Tugas Guru Bimbingan Konseling
No Nama/ NIP Mapel Kls Tugs Tamb. Byk Sswa Yg Dibimbing Beban Kerja
74. Dra. Lusia Selo
NIP. 19511218 195812 2 001 BK 8 Koor. Lab. 8 x 36 = 288 Siswa 30
75. Margarice Ratu, S. Pd
NIP. 19670506 199010 2003 BK 8 Kaur Kesisw. 8 x 36 = 288 Siswa 30
76. Yusuf Nesimnasi
NIP. 19670616 199011 1 002 BK 7 - 7 x 32 = 244 Siswa 26
77. Adriana Kase
NIP. 19640129 199003 2 006 BK 7 - 7 x 32 = 244 Siswa 26
Sumber Data: SMPN 4 Kupang 2010.
Dari data guru diatas menunjukkan sebagian besar guru-guru yang telah berpengalaman. Hal ini didasarkan dari masa kerja, tugas jabatan yang diembankan menunjukkan kondisi SMPN 4 Kupang mempunyai andil dalam menyukseskan program pemerintah.
Keberhasilan proses belajar mengajar di SMPN 4 Kupang dalam bidang studi non-penjas dalam hal ini bidang studi lainnya telah menunjukkan suatu keberhasilan yang di buat, keberhasilan ini bukan saja untuk bidang studi non- penjas.
Namun juga menunjang program pengajaran penjas orkes sehingga yang ada di SMPN 4 Kupang merupakan bagian integral dari bidang studi lainnya. Dengan kata lain penjas orkes dan bidang studi non penjas orkes saling kait mengait atau tidak ada perbedaan.
Dari hasil wawancara bersamaan dengan bapak Gabriel G. Murin, Spd diungkapkan bahwa : ” Guru-guru yang berada di SMPN 4 Kupang adalah mereka yang telah lama dan mengabdi sebagai pengajar dan juga membawa suatu konsekuensi bagi perkembangan sekolah ”.
Juga diungkapkan oleh : Agustina Lado, Spd sebagai berikut : ” SMPN 4 Kupang boleh dikatakan telah berdiri Tahun 1979 telah menunjukkan suatu keberhasilan menamatkan putra-putri kota Kupang, dan tidak terlepas dari masyarakat NTT. Kenyataan ini walaupun saya beberapa teman mengabdikan diri sebagai pengajar boleh dikatakan belum lama namun kami selalu berusaha semaksimal mungkin menanamkan pengetahuan yang kami miliki. Selain itu juga saya bersama teman-teman selalu berkonsultasi bersama senior maupun kepala sekolah bahkan bersama siswa sehingga terjadi proses interaksi dalam kegiatan belajar mengajar.
Hasil wawancara dan dokumen yang diperoleh menunjukkan guru-guru di SMPN 4 Kupang memiliki kelayakan mengajar dimana pada waktu itu masih banyak guru-guru yang berpendidikan diploma tiga (D3).
Dengan adanya program pemerintah dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia (SDM), maka guru-guru yang berpendidikan diploma tiga (D3) diberi kesempatan lewat suatu proyek Pengetahuan Tatap Muka (PTM).
Jenjang strata S-1, kondisi tersebut membawa suatu konsekuensi yang sangat berarti bagi perkembangan pendidikan.
Dari daftar tersebut diatas maka peneliti mendata secara khusus berdasarkan dokumen dan hal wawancara serta observasi lapangan menunjukkan guru-guru penjas orkes sebagai berikut :
Tabel. 3
Data Guru-Guru Penjas Orkes
No Nama Status Pendidikan Tahun Keterangan
1

2.

3 Subraja Alang, A. Md
Sebabung, S. Pd

Eryh Ley Lena, S. Pd PNS

PNS

PNS D-3

Sarjana Olahraga
Sarjana Olahraga 1986 sekarang

2001 – sekarang

2006 - sekarang Guru SMPN 4 Kupang
Guru SMPN 4 Kupang
Guru SMPN 4 Kupang
Sumber data : SMPN 4 Kupang
Data tersebut diatas menunjukkan guru-guru Penjas Orkes yang ada di SMPN 4 Kupang telah memenuhi syarat dan memberi kontribusi bagi perkembangan Pendidikan Jasmani Olahraga dan kesehatan. Guru-guru penjas orkes dari hasil temuan menunjukkan keproporsional dengan ditandai tamatan SGO, Sarjana muda, dan S-1 jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi atau PJKR.
Wawancara bersama bapak Subraja Alang.
Diungkapkan : ” Semenjak mengajar di SMPN 4 Kupang banyak hal yang saya dapati baik suka maupun duka, sedikit saya ceritakan kondisi SMPN 4 Kupang, pada waktu itu boleh dikatakan belum memenuhi syarat dalam proses belajar mengajar, dimana cikal bakal dari SMPN 4 Kupang yang proses belajar mengajarnya masih menggunakan gaya mengajar tradisional, saya pada waktu itu sebagai guru penjas walaupun dengan jumlah siswa yang cukup besar ( 7 kelas). Namun saya berusaha mengajar penjas orkes sebaik mungkin ”.
Menurut Sebabung (Guru Penjas) beliau mengatakan bahwa : ” Kondisi SMPN 4 Kupang boleh dikatakan telah memenuhi syarat dalam membelajarkan penjas orkes (pendidikan jasmani).
Kehadiran saya disini boleh dikatakan tidak mengalami kendala dan saya membayangkan sebelum saya mengajar disini apakah guru-guru terdahulu sama halnya dengan kondisi sekarang ”.
Dari hasil obeservasi dikancah penelitian dan dukungan dokumen dalam hal ini arsip-arsip sebagai berikut :
 Semenjak berdirinya SMPN 4 Kupang belum memiliki guru penjas orkes yang tetap. Dimana guru-guru penjas tersebut merupakan bantuan dari sekolah lain.
 Sarana prasarana yang ada seperti lapngan olahraga belum dibangun sehingga proses pembelajaran penjaskes diarahkan menggunakan stadion Oepoi (GOR) dan lapangan-lapangan yang bisa digunakan.
 Dari tahun ke tahun (1984 – 2006) Depdikbud Propinsi NTT telah mengangkat guru-guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan untuk ditempatkan pada SMPN 4 Kupang. Penempatan guru pendidikan jasmani dan kesehatan masih dirasakan sangat kurang, karna kelas I sampai II yang begitu banyak sehingga sekolah mengambil kebijakan untuk tetap memperbantukan guru tidak tetap penjas orkes maupun di bidang studi lainnya.



Data siswa SMPN 4 Kupang dari hasil temuan dokumen menunjukkan dari tahun berdirinya SMPN 4 Kupang sampai sekarang menunjukkan animo masyarakat dalam hal ini orang tua murid begitu besar memasukkan anak-anak mereka. Secara topografis letak sekolah sangat strategis dengan pemukiman dan pertokoan selain itu juga SMPN 4 Kupang telah memiliki out put yang telah bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Swasta serta banyak siswa yang telah melanjutkan pendidikan perguruan tinggi ternama baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Wawancara dilakukan bersama siswa (Eston Tomasy) dan mengatakan bahwa : ” SMPN 4 Kupang terdapat fasilitas pengajaran penjaskes yang mendukung dalam proses kegiatan belajar mengajar walaupun tidak seratus persen sarana yang tersedia dan selama kami menjadi siswa, guru-guru selalu mengupayakan memberikan pembelajaran penjas orkes yang terbaik dan kami merasakan banyak manfaat baik pengetahuan, sikap gerak menuju tubuh yang sehat atau kesegaran ”.
Dan juga dikemukanan oleh seorang siswa ( Agustina Bhoke) dia mengatakan bahwa : ” Guru-guru kami disini selalu dalam kegiatan belajar mengajar kami ditugaskan untuk membawa alat apabila kami memiliki, untuk menunjang dan mengatasi kekurangan dengan tujuan memperlancar proses belajar mengajar ”.
Maka perhatian guru dan kerjasama siswa sangat menuntut keberhasilan belajar mengajar dan mengatasi keterbatasan sarana prasarana yang ada disekolah.



2. Letak Sekolah
Adapun letak sekolah berada di wilayah kota Kupang yang berhadapan dengan jalan raya, disekitar kompleks tersebut terdapat kantor pemerintahan, sekolah, pertokoan. Adapun letak SMPN 4 Kupang secara geografis sangat menunjang dalam proses belajar mengajar, dari segi transportasi mudah dijangkau dan dilalui kendaraan beroda dua dan empat.
Bangunan SMPN 4 Kupang merupakan bagngunan permanent terdiri dari :
 Ruang Kepala Sekolah
 Ruang Guru
 Ruang BK
 Ruang Perpustakaan
 Ruang T.U.
 Ruang Kelas (belajar)
 Ruang Laboratorium
 Ruang Kurikulum
 Ruang Multimedia
 Ruang Osis
 Lapangan Olahraga dan Lapangan apel
 Kantin
 WC
 Kamar mandi

Dari gambaran tersebut dapat digambarkan denah sekolah sebagai berikut:

3. Kondisi Sarana dan Prasarana Penjas Orkes
Dalam melakukan observasi sarana dan prasarana pengajaran penjas orkes SMPN 4 Kupang, peneliti ditemani oleh guru penjaskes (Bapak Sebabung, Spd dan Bapak Eryh Lelena Spd) untuk melihat secara langsung gedung tempat penyimpanan alat-alat atau fasilitas pengajaran penjas orkes.
Dari hasil observasi yang dilakukan, diperoleh data-data sebagai berikut :
Tabel. 5
Kondisi Sarana Dan Prasaran Penjas Orkes Di SMP N 4 Kupang
No Jenis Alat Kondisi Alat Keterangan
Baik Rusak Jumlah
A.

I


















II




















III




IV













B. KEGIATAN POKOK
ATLETIK
1.1 Lapangan Lintas
1.2 Cakram
1.2.1 Standar
1.2.2 Modifikasi
1.3 Peluru
1.4 Lembing
1.4.1 Standar
1.4.2 Modifikasi
1.5 Tongkat Estafet
1.5.1 Standar
1.5.2 Modifikasi
1.6 Balok Star
1.7 Bak Loncat Jauh

1.8 Tiang Lompat Tinggi
1.9 Meteran
1.10 Mistar
1.11 Stop Watch

PERMAINAN
II.1 Lapangan Bola Kaki
II. 1. 1 Standar
II. 1. 2 Modifikasi
II.2 Lapangan bola basket
II 3 Lapangan Tenis Meja
II 4 Lapangan bola voley
II 4.1 Standar
II 4.2 Modifikasi
II 5. Bola voley
II 5.1 Standar
II 5.2 Modifikasi
II 6 Bola basket
II 7 Bola kaki
II 8 Bola kaki mini (futsal)
II 9 Net Volley
II 10 Ring Basket
II 11 Bola pingpong
II 12 Net Tenis Meja

SENAM
III.1 Matras
III.2 Springkas (Peti lompat)

PENDIDIKAN KESEHATAN
IV.1 Timbangan duduk
IV. 2 Ruang UKS
IV. 3 Kotak P3K, alat-alat P3K seperti :
- Ferban
- Plester obat
- Gunting
- Minyak urut
- Betadine
- Kapas
- Balsem

KEGIATAN PILIHAN

-

50
10
75

10
10

34
20
10
1

4
3
1
3



-
-
1
2

2
1

7
25
4
3
1

3
2
40
5


2
1




2
1
1

10
2
3
4
6
4
2

-

-
-
-

-
-

-
-
-
-

-
-
-
-



-
-
-
-

-
-

-
-
1
1
1

1
1
-
2


-
-




-
-
-

-
-
-
-
-
-
-

-

50
10
75

10
10

34
20
10
1

4
3
1
3



-
-
1
2

2
1

7
25
5
4
2

4
3
40
7


2
1




1
1
1

10
2
3
4
6
4
2



Dilapangan GOR

Terbuat dari papan/kayu




Terbuat dari bambu


Terbuat dari kayu

Tidak sesuai dengan standar internasional







Di lapangan GOR





Terbuat dari bola plastik
Sumber : Data hasil olahan Peneliti, 2010

4. Kontribusi Sarana dan Prasarana Penjas Orkes
a. Temuan Dan Penghambat
Untuk menunjang pelaksanaan proses pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan dan pembinaan prestasi olahraga lewat ekstrakurikuler maka SMPN 4 Kupang mengupayakan sesuai dengan kurikulum dalam pembelajaran serta kancah penelitian juga dalam ekstrakurikuler lewat olahraga merupakan suatu unsur penunjang yang dapat membantu peningkatan prestasi olahraga.
Dari hasil wawancara bersama ibu Dra. Siltje D. Ndolu, Spd (Kepala Sekolah) SMPN 4 Kupang dikemukakan bahwa : ” Selama ini kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani boleh dikatakan sesuai dengan tujuan kurikulum, begitupun juga pembinaan olahraga yang bertujuan meningkatkan prestasi yang tinggi sehingga pendidikan jasmani dan olahraga yang ada disekolah kami mendapat bantuan dari BP3 / Komite Sekolah, Pemerintah (DEPDIKNAS) sehingga semuanya terpenuhi. Sarana dan prasarana tersebut selalu diupayakan baik berdasarkan program sekolah maupun usaha dari guru bidang studi”.
Juga diperkuat oleh guru bidang studi Penjaskes (Sebabung, Spd) mengungkapkan bahwa : ” Selama ini kami mengajar mata pelajaran Penjas Orkes tidak mengalami hambatan karna SMPN 4 Kupang dalam hal ini kepala sekolah sangat memahami apa yang kami butuhkan. Bahkan kepala sekolah SMPN 4 Kupang berbicara mengenai Penjas Orkes beliau boleh dikatakan cukup memahami makna dan konsep Penjas Orkes ”.
Berkaitan dengan penjelasan diatas dan berdasarkan hasil obeservasi serta wawancara dapat diungkapkan bahwa :
 Fasilitas pendidikan Jasmani dan Olahraga merupakan masalah yang rumit. Dimana membuktikan sarana dalam hal ini lapangan bola basket, lapangan bola voly dan bak lompat jauh semuanya berada didalam lingkungan sekolah. Namun kondisi lapangan sangat dekat dengan ruang belajar, maupun kantor sehingga perlu kejelian guru penjaskes membelajarkan anak-anak agar tidak mengganggu proses kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran yang lain dan menghindari kerusakan ruangan kelas.
 Perencanaan yang dibuat dalam pengelolaan fasilitas dan sumber belajar dari hasil temuan berdasarkan dokumen sekolah ternyata perencanaan pembangunan gedung sekolah tidak mengikutsertakan fasilitas olah raga. Dimana yang sebenarnya merupakan lapangan upacara terpaksa dibangun lapangan olahraga karna tidak memiliki lapangan yang memadai.
 Guru pendidikan jasmani yang ada di SMPN 4 Kupang berjumlah 3 orang namun menjadi kendala apabila semuanya dalam membelajarkan dengan jumlah siswa yang banyak dan mengalami perebutan lapangan sehingga sangat mengganggu konsentrasi siswa maupun guru dalam proses belajar mengajar.
Kondisi tersebut diatas merupakan suatu kendala dan kesulitan guru dihadapan dengan kreatifitas yang dalam hal banyak memerlukan lingkungan sekolah yang mendukung, dengan hal ini bagaimana guru memperoleh solusi dalam pembelajaran siswa sehingga disini betul-betul guru penjaskes mengantisipasi dengan memodifikasi tempat dan pelatihan.
Penghambat berikut yang dialami oleh SMPN 4 Kupang selain lapangan dan bangunan berdekatan dengan ruang belajar atau kelas sehingga mengganggu kegiatan proses belajar mengajar.
Juga dalam pembelajaran mata pelajaran atletik (lompat, lari, lempar lembing, lempar cakram), sepak bola tidak bisa dilaksanakan dilokasi sekolah terkecuali memodifikasi seperti teknik melempar dengan menggunakan bola kecil atau bermain sepak bola dengan menggunakan bola plastik dilapangan basket / voley.
Dari hasil wawancara dan observasi peneliti dikancah ternyata kegiatan atletik biasa digunakan di stadion Oepoi (GOR).

b. Faktor Pendukung Proses Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya diperoleh fakta bahwa fasilitas pengajaran penjas orkes yang dimiliki, cukup memadai namun lapangan yang ada tidak berimbang dengan alat-alat yang tersedia sesuai dengan kondisi sekolah.
Hal ini menyebabkan fasilitas olahraga yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal. Lebih lanjut jika diperhatikan lapangan yang digunakan untuk proses pembelajaran penjas orkes.
Dalam hal ini lapangan olahraga dipandang letaknya kurang strategis untuk digunakan. Mengingatr jumlah siswa yang besar, kondisi tersebut sangat dituntut guru penjaskes menyiasati pembelajaran untuk mencapai suatu keberhasilan.
Memperhatikan alat-alat pengajaran yang dimiliki SMPN 4 Kupang (sumber data sarana dan prasarana pengajaran penjas orkes dalam tabel 5). Dipandang sudah sesuai dengan kondisi pembelajaran penjas orkes dan sesuai dengan GBPP penjas orkes.
Sehubungan dengan keberadaan alat-alat tersebut berdasarkan hasil obeservasi yang dilakukan peneliti selama dikancah dapat diungkapkan salah satu contoh Guru Penjaskes ( Sebabung, Spd ) yang sementara membelajarkan Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan.
Pada tanggal 16 Juni 2010 teman guru (teman sejawat) mengamati menggunakan instrumen guru penjaskes sebagai berikut; dalam hal ini guru penjaskes menyajikan pokok-pokok bahasan permainan bola voley dengan sub pokok bahasan atas dan hasil bawah, selama pembelajaran berjalan guru penjaskes pada kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
 Kegiatan-kegiatan pendahuluan (pemanasan) yang disajikan tidak saja dalam bentuk Permainan Rekreasi (tepuk tangan) dilanjutkan dengan Kegiatan Streching (penguluran).
 Kegiatan inti
Setelah selesai pemanasan atau warning up guru pendidikan jasmani memberikan penjelasan temtang materi pembelajaran selama empat menit memasukan pembelajaran inti siswa disuruh berbaris empat bersaf.dan setiap baris dipisahkan berdasarkan kelompok sesuai dengan kondisi lapangan. Setelah itu guru menjelaskan pasing atau yang benar dengan posisi tangan, pandangan tubuh, lutut dan kaki serta koordinasi gerakan beberapa kali. Setelah itu diberikan latihan sesuai dengan petunjuk guru.
Mengingat bola volley yang ada berjumlah tujuh ( 7) sesuai data dan jumlah siswa 45 orang. Guru memodifikasi bola dengan menggunakan bola plastik yang dibawah oleh siswa.
Selain itu formasi yang berbentuk selalu bervariasi, ada yang berbentuk lingkaran, berhadapan satu persatu dan berhadapan segitiga.
Contoh gambaran formasi yang dilakukan.
Gambar. 1
Jenis-jenis formasi yang dilakukan siswa dan guru
selama praktek pasing atas dan bawah









Keterangan :
: Guru
X : Siswa
: Arah bola

Setelah dasar pasing atas dan bawah guru melanjutkan dengan menyuruh siswa mempraktekkan pasing atas dan bawah dalam permainan bola voley.
Dimana dalam permainan siswa dilarang untuk melakukan diluar pasing atas dan pasing bawah. Dalam hal ini tidak boleh melakukan smash dan net yang diikat rendah dengan tinggi ± 1 meter atau sesuai kondisi siswa.
Siswa yang tidak dapat kesempatan bermain disuruh tetap melakukan aktivitas pasing atas dan pasing bawah dengan tujuan agar siswa tetap aktif dalam proses pembelajaran.
 Penenangan
Penenangan yang dilakukan oleh guru penjaskes sambil mengabsen siswa dan sekaligus menjelaskan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa. Hasil instrumen (terlampir) yang terisi terungkap sebagai berikut.


INSTRUMEN GURU PENJASKES
Petunjuk : Amatilah pertanyaan dibawah ini dan berilah jawaban dengan melingkar salah
satu sekor dalam rentang 1 – 5. arti sekor tersebut adalah :
5 : Sangat setuju 2 : Kurang setuju
4 : Setuju 1 : Tidak setuju
3 : Ragu-ragu
Tabel. 6
Instrumen Guru Penjaskes
A Pendekatan Modifikasi Sebagai Alternatif Skor
1.

2.

3.

4.
5. Pendekatan modifikasi dapat mengatasi masalah-masalah pembelajaran Penjas Orkes.
Pendekatan modifikasi merupakan Alternatif pelaksanaan pembelajaran penjas orkes
Tujuan pendekatan modifikasi agar guru pendidikan jasmani dapat mengarasi masalah-masalah kekurangan alat-alat pembelajaran
Pendekatan modifikasi sesuai dengan tingkat perkembangan anak
Pendekatan modifikasi lebih mudah penerapannya dari pada gaya mengajar tradisional
5 4 3 2 1

5 4 3 2 1

5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
B Materi Belajar Modifikasi Dari Materi Kurikulum
1.
2.

3.

4.
5. Materi pembelajaran bersumber pada kurikulum KBK
Satuan pelajaran yang disusun oleh guru diambil dari materi Kurikulum Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan yang digunakan di sekolah.
Guru membuat satuan pelajaran memodifikasi tugas-tugas gerak sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Satuan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan siswa terutama pada kelas awal
Prinsip pembelajaran agar siswa lebih aktif gerak sesuai dengan inisiatifnya sendiri. 5 4 3 2 1

5 4 3 2 1

5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
C. Penggunaan Fasilitas dan Alat
1.



2.

3. Penyederhanaan alat dikenal kepada guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan
Untuk mengantisipasi kekurangan fasilitas dan peralatan pengajaran penjas orkes di sekolah
Guru membuat alat-alat pembelajaran yang sederhana agar pembelajaran sebagaimana mestinya.
Guru mau berusaha mengatasi kekurangan alat-alat dengan orang tua murid


5 4 3 2 1

5 4 3 2 1
5 4 3 2 1


Tabel. 7
Instrumen Guru Penjas SMPN 4 Kupang
No Guru Penjaskes Hasil Keterangan
1.








2.








3. Subraja Alang, A. Md








Sebabung, Spd








Eryh Ley Lena, S. Pd a. Pendekatan modifikasi alternatif = 25 %
b. Materi belajar modifikasi dari materi kurikulum = 25 %
c. Penggunaan fasilitas = 15 %



a. Pendekatan modifikasi sebagai alternatif = 20 %
b. Materi belajar modifikasi dari materi kurikulum = 25 %
c. Penggunaan fasilitas = 15 %



a. Pendekatan modifikasi alternatif = 20 %
b. Materi belajar modifikasi dan materi kurikulum = 25 %
c. Penggunaan fasilitas = 15 %



Hasil yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut :
 Waktu yang digunakan siswa untuk belajar dan berlatih menunjukkan siswa sangat aktif melakukan gerakan.
 Waktu yang digunakan siswa untuk mendengarkan penjelasan atau informasi oleh guru cukup efektif karna guru tidak terlalu banyak bicara namun instruksi pada saat siswa melakukan latihan.
 Siswa melakukan aktivitas yang relevan dengan kegiatan pembelajaran sebebas mungkin, seperti melakukan kegiatan gerak dan guru selalu memperhatikan keseluruhan kegiatan atau latihan.
 Guru selalu menggunakan pendekatan modifikasi sebagai Alternatif.
 Ukuran lapangan : ukuran lapangan disesuaikan dengan lapangan sekolah. Dimana lapangan volley berhadapan dengan ruang kelas dengan harapan menghindari kerusakan.
 Waktu bermain : waktu bermain diatur sedemikian mungkin sehingga anak-anak atau siswa dapat bermain secara efektif.
 Peralatan yang digunakan guru selalu memodifikasinya berdasarkan kebutuhan siswa. Dimana bola plastik digunakan untuk bermain bola volley dan tongkat estafet disiapkan dari bambu dan kayu yang telah dicat berwarna– warni.
 Aturan bermain : aturan bermain dibuat agar menarik, dari yang mudah, sedang ke sukar. Tidak mengikuti aturan secara internasional dengan tujuan tidak terikat dalam bermain dan juga selalu membedakan antara pria dan wanita.
Namun modifikasi ini dilanjuti dengan kaidah permainan yang sesungguhnya, agar siswa tidak bergantung pada modifikasi.
Namun modifikasi tersebut untuk menyenangkan kecakapan jasmani dan penggayaan gerak, juga diharapkan anak lebih enjoy dan happy dalam bergerak. Selain itu partisipasi anak terhadap proses pembelajaran penjas orkes meningkat.
Disamping itu juga partisipasi anak meningkat, maka kekayaan gerak dan kesenangan jasmani anak juga meningkat.
Proses penjas orkes dapat berjalan dengan baik di SMPN 4 Kupang karna selalu mengacu pada rambu.

Gambar. 2
Kegiatan Yang Berdaur Berkelanjutan (Sumo Sassasmito, 1997)









c. Faktor – faktor pendukung dari masyarakat sekolah
Dari hasil observasi dan dukungan dokumen sekolah terungkap hubungan masyarakat sekolah dan instansi yang terkait banyak memberikan kontribusi terhadap SMPN 4 Kupang. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan dokumen sebagai berikut :
 Partisipasi sekolah dan orang tua murid terhadap kegiatan penjas orkes dalam bentuk ekstrakurikuler berjalan dengan baik selama ini. Kegiatan ekstrakurikuler meliputi cabang olahraga basket, volley, bola kaki, dan kegiatan kepramukaan yang melibatkan guru penjas.
 Kontribusi dari lingkungan sekitar sekolah ( kantor dinas kehutanan dan lain-lain ) berupa pengaduan kegiatan olah raga dalam rangka hari ulang tahun instansi tersebut yang mampu melibatkan SMPN 4 Kupang dan sekolah sekitarnya. Dari data dan dokumen yang ada membuktikan :
 SMPN 4 Kupang pernah menjuarai kejuaraan yang ada, baik Juara umum (Juara I yang berulangkali) bahkan Juara II dan III pun diperoleh
 Siswa SMPN 4 Kupang banyak memiliki bibit-bibit atlet cabang olahraga tertentu bahkan pernah mengikuti kejuaraan nasional dan internasional lewat olahraga Aravura Games (Australia – Indonesia ) di Ujung Pandang dan Australia.
 Sarana dan prasarana yang ada, di instansi terdekat biasa digunakan. Hal ini dapat dibuktikan seperti kegiatan sepak bola dan atletik kadangkala menggunakan lapangan Oepoi (GOR)

d. Umpan balik proses pembelajaran penjas orkes di SMPN 4 Kupang
Umpan balik tentang proses pembelajaran penjas orkes mempunyai tujuan antara lain :
 Untuk memperoleh informasi tentang proses dan hasil selalu disampaikan oleh guru dalam periode tertentu. Dari hasil penjelasan kepala sekolah diungkapkan : ” Informasi yang diberikan selama ini kami sebagai guru baik kepala sekolah, guru bidang studi yang diberikan seketika setelah tugas ajar selesai. Dan ada pula bentuk umpan balik lainnya yang disampaikan setelah selah beberapa waktu, misalnya dalam pertemuan berikutnya.
 Keterangan yang diungkapkan oleh guru penjas orkes, umpan balik disini adalah informasi itu dapat berupa hasil misalnya, siswa merasa senang dan tertarik mengikuti pembelajaran penjas orkes ”.
 Hasil umpan balik tersebut merupakan bagian dari upaya untuk memantapkan dan menstabilkan hasil belajar yang diberikan guru sehingga tujuan belajar (gerak) agar tercapai kebiasaan yang melekat dan bertahan lama setelah anak tidak berlatih lagi.
 Perlu pemahaman tentang konsep dasar penjas orkes yang diperoleh lewat pembelajaran sehingga tidak menganggap Penjas Orkes dan Olahraga dan Kesehatan memerlukan gerakan otot dan koordinasi seluruh anggota tubuh serta memerlukan koordinasi yang terkait dengan sistim syaraf. Juga ada unsur efektifitas dalam hal ini nilai-nilai sikap sosial.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari tahap pelaksanaan penelitian yang dilakukan, maka diperoleh beberapa kesimpulan yang dibagi atas kesimpulan tahap persiapan dan kesimpulan tahap pelaksanaan.
Kesimpulan tahap pelaksanaan meliputi : (1) kondisi kancah, (2) letak sekolah, (3) kondisi sarana prasarana pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan, (4) kontribusi sarana dan prasarana pengajaran penjas orkes.
1. Tahap persiapan
a. Dalam mengurus izin penelitian, peneliti tidak menemukan suatu hambatan yang berarti, ini menunjukkan FKIP PGRI memberikan respon yang positip terhadap penelitian yang dilaksanakan.
b. Selama berada dikancah, dalam mengumpulkan data peneliti tidak mengalami kendala yang cukup berarti, Dimana kepala sekolah dan dewan guru memberi respon yang baik sehingga masalah yang dihadapi peneliti dapat diatasi secara kekeluargaan.
2. Tahap pelasanaan
Dalam tahap pelaksanaan peneliti menemukan beberapa hal yang ada pada kancah sebagai berikut.
a. Kondisi kancah
1) Kepala sekolah, pola kepemimpinan yang telah dijalankan beberapa kepala sekolah terdahulu sampai dengan masa kepemimpinan kepala sekolah sekarang ( Dra. Siltje D. Ndolu ) dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin dan sekaligus sebagai pengelola. Proses belajar mengajar boleh dikatakan memiliki sikap keibuan, dimana hubungan kerja yang intim, lingkungan kerja yang membangkitkan kegairahan bekerja seperti memperhatikan kebutuhan guru dalam proses belajar mengajar ( Memenuhi semua sarana dan prasarana yang dibutuhkan ), selalu mengembangkan kemampuan bawahan dalam bentuk open manajemen dan memberi kesempatan kepada guru untuk melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi. Baik tingkat S-1 maupun S-2 serta mengikuti penataran tingkat daerah dan nasional.
2) Pemahaman kepala sekolah terhadap kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan sangat besar dan berbicara mengenai pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan banyak hal yang beliau ketahui sehingga kontribusi terhadap perkembangan pembelajaran penjas orkes sangat besar.
3) Guru, guru SMPN 4 Kupang merupakan guru yang berkelayakan mengajar pada jenjang / tingkat SLTP dimana guru yang berada dikancah memiliki SIM ( Surat Izin Mengajar ), Akta mengajar Empat, Jenjang S-1 untuk guru penjas masuk dalam kategori layak, seperti guru tetap ( Subraja Alang, Spd, Sebabung,Spd, Eryh Lelena,Spd).
Kerjasama antara kepala sekolah, guru, pegawai dan siswa, ketiga komponen yang berada di SMPN 4 Kupang menunjukkan kerjasama yang baik, sehingga proses kegiatan pembelajaran tercapai sesuai dengan tujuan, kenyataan ini dibuktikan lewat :
 Bakti sosial (mengunjungi panti asuhan )
 Kegiatan spiritual ( Natal bersama, halal bihalal, dan kegiatan keagamaan lainnya )
 Pertandingan antar kelas, baik olahraga maupun lomba keterampilan pengetahuan (ekstra kurikuler).
4) Siswa
Siswa-siswi SMPN 4 Kupang merupakan siswa-siswi yang berdomisili tidak jauh dari sekolah, bertempat tinggal di wilayah kota Kupang, siswa-siswi yang bersekolah di kancah adalah sebagian besar orang tua yang memiliki pekerjaan sebagai Pegawai Negeri 50 %, wiraswasta 45 % sedangkan sisanya 5 % adalah petani atau nelayan.
Kondisi tersebut dapat dikatakan sangat menunjang keberhasilan anak dalam menyelesaikan pendidikan.

b. Letak Sekolah
1) Pemukiman
Secara geografis kota Kupang terletak diantara 1007 sampai 10011 lintas selatan dan antara 123031’ sampai 123,38 bujur timur.Hal tersebut menunjukkan kota Kupang terletak di ujung barat pulau Timor.
Keadaan gergrafis tersebut sangat strategis dengan pusat pemerintahan. Dengan demikian perkembangan persekolahan yang ada dikota Kupang dari tahun ke tahun sangat meningkat sehingga SMPN 4 Kupang berada pada pusat pemerintahan kota madya atau dinas pendidikan kota dan kantor-kantor pemerintahan lainnya.

2) Transportasi
Untuk menunjang keberhasilan proses belajar mengajar salah satu penunjang baik dari guru, siswa, staf pegawai agar tepat pada waktunya dalam melaksanakan tugas sangat ditunjang dengan transportasi. Kenyataan yang ada guru-guru, siswa-siswi dan staf pegawai yang berdomisili jauh dari sekolah selalu menggunakan transportasi roda empat (bemo) dan menggunakan kendaraan pribadi (kendaraan roda empat, roda dua / sepeda motor ).
Kendaraan tersebut melewati lokasi kancah, sehingga kondisi kancah sangat menunjang kegiatan belajar mengajar.
3) Kondisi sarana prasarana penjas orkes
Sarana prasarana penjas orkes yang ada di SMPN 4 Kupang sangat berperan penting dan mendapat perhatian dari beberapa pihak antara lain :
 Pemerintah, sarana dan prasarana penjas orkes selama ini mendapat dukungan dari pemerintah pusat maupun daerah. Dengan dibuktikan berupa uang dan alat.
 Kepala Sekolah, selalu mengupayakan dengan berbagai cara untuk memperoleh dana, pembelian dan pemeliharaan alat.
 Guru penjas orkes selalu berusaha untuk menambah alat yang kurang dengan menyediakan secara pribadi atau modifikasi alat.
 Siswa, siswa SMPN 4 Kupang dalam kegiatan belajar mengajar sangat mematuhi aturan sekolah dengan berpakaian seragam sekolah, pakaian olahraga, juga membantu membawa alat-alat olahraga untuk kegiatan pembelajaran penjas orkes seperti bola plastic, raket, bola basket, bola volley, bola pingpong, dan lain-lain sesuai kebutuhan.
 Sarana dan prasarana penjas orkes dari data table (tabel) membuktikan cukup memadai suatu kegiatan pendidikan jasmani dan olahraga.
4) Kontribusi sarana dan prasarana penjas orkes
 Temuan
Guru-guru penjas dalam pembelajaran siswa telah memiliki konsep dasar penjas sehingga dalam pembelajaran siswa selalu mengacu kepada rambu-rambu sebagai berikut:
 Menguasai kurikulum
 Menguasai materi
 Membuat rencana pengajaran (RP)
 Membuat satuan pengajaran (SP)
 Pelaksanaan penjas orkes berdasarkan hasil survey menunjukkan guru penjas orkes dikancah implikasinya berpatokan pada :
 Tujuan, dirumuskan dalam istilah realisasi kompetensi gerak dan identitas pribadi (siswa)
 Isi, yang dijabarkan atau membelajarkan dan konsep gerak.
 Metodologi, yang diajarkan berorientasi pada individualitas dan diskoveri tertentu.
 Evaluasi, orientasi pada proses untuk mencapai hasil.
 Orientasi guru dalam pembelajaran anak tertuju pada pembelajaran humanistik namun tidak lepas dari kaidah behaviora (dipaksa)
 Partisipasi guru penjas orkes dikancah sangat berperan dalam menumpang kegiatan ekstrakurikuler dan membantu kegiatan keolahragaan diluar sekolah.
 Masyarakat, masyarakat sekolah sangat memberi perhatian terhadap perkembangan sekolah. Dalam hal ini menunjang proses belajar mengajar penjas orkes dan membantu dalam bentuk sumbangan berupa uang (BP3 / Komite Sekolah) dalam pembelian alat-alat olahraga.
 Hambatan
Hambatan-hambatan yang ada dikancah bukan merupakan kendala yang berarti, dimana hambatan tersebut hanya merupakan hambatan kecil antara lain :
 Letak lapangan olahraga berdekatan dengan ruang belajar mengajar
 Letak lapangan bola volley bergabung dengan lapangan bola basket, juga bak batu lompat berdekatan dengan lapangan tolak peluru
 Penggunaan lapangan sepak bola dan atletik tempat proses kegiatan diluar sekolah
 Materi pilihan seperti sepak takraw, bulu tangkis, dan lain-lain belum dapat berjalan.
 Faktor pendukung dan umpan balik
Keberhasilan penjas orkes sangat ditunjang oleh komponen-komponen sekolah (guru,siswa dan pegawai) juga masyarakat sekolah. Selain itu pendukung diluar sekolah adalah masyarakat.
Kondisi tersebut sangat menunjang kompetensi pengajaran di kancah. Sehingga merupakan jantung keberhasilan pembelajaran penjas orkes.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka ada beberapa hal yang perlu disarankan berkaitan dengan proses pembelajaran siswa SMPN 4 Kupang yaitu :
a. Dengan adanya perubahan kurikulum 1994 mata pelajaran pendidikan olahraga menjadi penjaskes, maka konsep dan tujuan pembelajaran perlu mendapat perhatian yangbermutu agar penjas orkes berlanjut ke tingkat olahraga sehingga mencapai manusia Indonesia seutuhnya.
b. Meningkatkan pembelajaran siswa menekankan pada pendekatan humanistic maka guru harus memodifikasi materi yang diajarkan sesuai dengan konsep penjas orkes agar interaksi antara guru dan murid berjalan dengan baik.
c. Sarana dan prasarana yang ada perlu mendapat tambahan dalam bentuk :
1) Dana
2) Penyimpanan sesuai dengan tempatnya
3) Modifikasi alat dari bahan-bahan yang murah
d. Komite sekolah (BP3) tetap memberikan perhatian bagi perkembangan penjas orkes dalam bentuk modifikasi terhadap anak didik.
e. Kegiatan intrakurikuler perlu dilanjuti secara intensif menuju kegiatan ekstrakurikuler
f. Untuk kegiatan pembelajaran atletik, permainan sepak bola atau olahraga lainnya perlu diatur waktunya sebaik mungkin sehingga tidak mengganggu proses belajar mengajar (PBM).
g. Pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan kota dan instansi terkait perlu memberi sumbangan berupa alat-alat olahraga.
h. Agar hasil yang diperoleh melalui penelitian ini dapat bermanfaat bernilai ganda maka perlu dilakukan penelitian yang dapat mengikutsertakan guru-guru penjas, dosen, mahasiswa yang lebih luas lagi mengetahui betapa peran pentingnya sarana dan prasarana dalam menunjang proses belajar mengajar disekolah.



DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Arman dan Mandji Agus, 1994. Dasar-dasar Pendidikan Jasmani. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud.
Amtiran.M.T. 2000, Menyusun Rencana Penelitian, PT. Gravindo Persada, Jakarta.
Arikunto S. 1996. Prosedur Penelitian, PT. Rineka Jakarta. 1989. Pengelolaan Materiil, Penerbit Prima Karya Jakarta
Syarifudin, 1997. Pokok-Pokok Pengembangan Program Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Surgo Subroto B, 1994, Dasar-dasar Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Sudjana Nana dan Wureg Laksamana, 1991, Menyusun Karya Tulis Ilmiah, Penerbit Sinar Baru Bandung
Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei.
Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Jakarta.
Ratal W, 1984, Supervisi Pendidikan Olahraga, UI Pers Jakarta.
Purwa Darminta, 1998, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Depdikbud Jakarta
Mauricio Clerici, 1977/1988, International Olimpic Commite Olimpic Solidarity (Fasilitas Olahraga,Masalah-masalah Perencanaan Olimpic Solidarity / IOC)
Narbuko Cholid dan Achmadi Abu, 1999, Metodologi Penelitian Penerbit PT Bumi Aksara Jakarta.
H.J.S. Husdarta dan Abdul Gafur, 2009. Manajemen Pendidikan Jasmani. Alfabeta, Bandung.


LAMPIRAN

Gambar 1. Wawancara dengan Kepala Sekolah


Gambar 2. Wawancara dengan Guru Penjas Orkes

Gambar 3. Wawancara dengan siswa

Gambar 4. Papan Nama SMPN 4 Kupang
ABSTRAK

BONEFASIUS B. BOLI, TINJAUAN TENTANG PENGGUNAAN SARANA DAN PRASARANA DALAM PEMBELAJARAN PENJAS ORKES DI SMP NEGERI 4 KUPANG, DIBAWAH BIMBINGAN Drs. LAMBERTUS A. TUKAN, MM, SELAKU PEMBIMBING I DAN AYUB FUFU, Spd SELAKU PEMBIMBING II

Sarana prasarana dalam pembelajaran penjas orkes dimaksudkan untuk mengetahui pemakaian sarana prasarana yang memungkinkan siswa sesuai dengan kebutuhan dan pembelajaran.
Untuk mengetahui bagaimana mengupayakan usaha yang dilakukan dalam pembelajaran penjas orkes siswa dengan sarana dan prasarana yang ada.
Sarana prasarana yang digunakan menyimpulkan mengenai aktifitas siswa dalam pembelajaran penjas orkes. Ini bertujuan untuk mengetahui aktifitas siswa dan sarana yang digunakan guru dalam proses pembelajaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemakaian sarana prasarana dan pemahaman guru terhadap modifikasi sarana prasarana dan usaha guru dalam pembelajaran siswa sarana prasarana sesuai ketentuan.
Manfaat penelitian ini adalah bagi penulis, penelitian mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di perguruan tinggi bagi SMP Negeri 4 Kupang sebagai bahan koreksi untuk pembenahan sarana prasarana pembelajaran penjas orkes kedepan, dan sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang ingin mengadakan penelitian lanjutan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, metode kuesioner, dokumentasi dan teknik analisis data adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif naturalistik yakni menjelaskan data-data yang diperoleh dari SMP Negeri 4 Kupang.
Analisis data menunjukkan bahwa hasil penelitian ini adalah peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa guru penjas orkes SMP Negeri 4 Kupang memiliki suatu kebijakan untuk mempertahankan proses pembelajaran penjas orkes dalam bentuk memodifikasi alat untuk melengkapi sarana prasarana sesuai dengan ketentuan.

TINJAUAN TENTANG PENGGUNAAN SARANA
DAN PRASARANA DALAM PEMBELAJARAN PENJAS ORKES
DI SMP NEGERI 4 KUPANG

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana







OLEH
BONEFASIUS B. BOLI
NIM : 06 10223647

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI
KUPANG
2010
LEMBARAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui oleh Dosen Pembimbing I dan II untuk dipertanggung jawabkan di depan Dewan penguji pada Hari / Tanggal: ………………/ ……………

Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II


Drs. Lambertus A. Tukan, MM Ayub Fufu, S. Pd


Mengetahui
Ketua Program Studi PJKR
Universitas PGRI NTT


Drs Oktovianus Fufu, M.pd.







PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk yang tercinta :
1. Almamater tercinta Universitas PGRI Kupang
2. Ayahanda Gabriel M, dan Ibunda Theresia B. Doni. Serta kakak / adik yang tercinta (Kakak Kasmirus N. Lelu, Kris, Mery, Rina )
3. Untuk kakak / adik dan sahabat yakni ( agnes, Martin, Ati, Yohana, Yanus, Yopi, Yanto, Martin, Fely, Marlin, Maryo, Miki Helan dan Stefen Helan).

Terima kasih sebagai tanda balas jasa terhadap pengorbanan dan perhatian selama ini demi kebahagiannku.














KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kupanjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karma atas kasih dan perlindungannya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.
Bantuan dari berbagai pihak yang iklas baik pikiran maupun materi sangatlah membantu penulis sejak perkuliahan maupun dalam proses penyelesaiaan karya tulis ini.
1. Bapak Drs. Oktovianus Fufu, M.pd sebagai ketua Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi yang telah membimbing, menasihati dan memberikan petunjuk selama penulis di bangku kuliah.
2. Bapak Drs. Oktovianus Fufu, M.pd, sebagai Dosen Wali yang telah memberikan perhatian, bimbingan nasehat selama penulis di bangku kuliah.
3. Bapak Drs. Lambertus A. Tukan, Mm sebagai dosen Pembimbing I dan Bapak Ayub Fufu, Spd sebagai Pembimbing II yang telah tabah penuh perhatian membimbing dan memberikan petunjuk sejak awal penelitian.
4. Bapak Camat Oebobo yang mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 4 Kupang
5. Bapak Lurah Airnona yang mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMPN 4 Kupang.
6. Ibu Kepala Sekolah SMPN 4 Kupang yang mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMPN 4 Kupang
7. Bapak / Mama dan saudara / saudari kandung yang telah memberikan dukungan dalam doa demi keberhasilan penulis
8. Rekan dan semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan moril maupun material sehingga penyelesaian penulisan skripsi ini, untuk itu usul, saran dan kritik dari berbagai pihak akan diterima oleh penulis dengan lapang dada demi perbaikan dan penyempurnaan penulisan ini.






Kupang, Juli 2010


Penulis




RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Penulis
Nama lengkap : Bonefasius B. Boli
Nama panggilan : Bone Hellan
Tempat Tanggal Lahir : Adonara, 03 Februari 1986
Agama : Katolik
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jln. Rambutan No. 15
Suku bangsa : Indonesia
Hoby : Olahraga
Nama Ayah : Gabriel M
Nama Ibu : Theresia B. Doni
Anak ke : ke 6 dari 6 bersaudara

B. Pendidikan
No Jenjang Pendidikan Tahun Masuk Tahun Tamat Tempat Keterangan
1.
2.
3.
4. SDK Leter
SMP Lembah Seburi
SMUN I Adonara Barat
UNIVERSITAS PGRI 1994
2000
2003
2006 2000
2003
2006
- Adonara, Flotim
Adonara, Flotim
Adonara, Flotim
Kupang Berijazah
Berijazah
Berijazah
Belum berijazah





.















DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN JUDUL i
LEMBARAN PERSETUJUAN ii
LEMBARAN PENGESAHAN iii
MOTTO iv
KATA PENGANTAR v
PERSEMBAHAN vii
RIWAYAT HIDUP viii
ABSTRAK ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Identifikasi Masalah 5
C. Rumusan Masalah 5
D. Tujuan dan Kegunaan 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
A. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan 7
B. Sarana dan Prasarana Pembelajaran 8
C. Pembelajaran Penjas Orkes 12
BAB III METODE PENELITIAN 14
A. Tempat dan Waktu Penelitian 14
B. Peran Peneliti dan Informan Penelitian 14
C. Jenis Data 15
D. Teknik Pengumpulan Data 15
E. Teknik Analisisi Data 16
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN 18
A. Tahap Persiapan 18
B. Tahap Pelaksanaan 19
BAB V PENUTUP 46
A. Kesimpulan 46
B. Saran 52
DAFTAR PUSTAKA 54
LAMPIRAN












DAFTAR TABEL

Hal
Tabel. 1 Data Kepala Sekolah 20
Tabel. 2 Data Daftar Nama-Nama Guru Tahun 2010 20
Tabel. 3 Data Guru-Guru Penjas Orkes 26
Tabel 4. Rekapitulasi Murid SMP N 4 Kupang 28
Tabel. 5 Kondisi Sarana Prasarana Penjas Orkes 32
Tabel. 6. Instrumen Guru Penjas 40
Tabel. 7 Instrumen Guru Penjas SMP N 4 Kupang 41