Laman

Selasa, 03 Agustus 2010

fasilitas penjaskes

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fasilitas dan sarana pembelajaran pendidikan jasmani bagi anak didik berupa tersedianya sarana dan prasarana yang digunakan untuk mencapai tujuan dari proses belajar mengajar dalam pembelajaran Pendidkan Jasmani Olaraga dan Kesehatan (Penjas Orkes). Pendidikan jasmani memerlukan sarana media pembelajaran, alat dan perlengkapannya. Alat dan media yang sesuai dengan kebutuhan dengan kerakteristik anak didik akan mengembangkan potensi serta ketrampilannya secara optimal. Karena itu, dalam menilai alat dan media yang harus dipakai dalam pembelajaran pendidikan jasmani bagi anak didik diperlukan pertimbangan yang mendalam.
Pendidikan Jasmani menjadikan siswa sebagai orientasi dari perkembangan program-program pengajaran, perencanaan proses pembelajaran, pemilihan alat-alat bantu, metode, dan evaluasi hasil pembelajaran. Dengan demikian melalui aktifitas gerak fisik anak Program Pendidikan Jasmani dikembangkan.
Menurut Abdul Gafur (dalam Abdullah Amir, 1983:3) menyatakan bahwa:
Pendidikan Jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai perorangan maupun sebagai anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistimatis melalui kegiatan jasmani yang intensif dalam rangka memperoleh peningkatan dan ketrampilan jasmani, pertumbuhan kecerdasan dan pembentukan watak.
Sementara pendapat lain mengatakan bahwa pendidikan jasmani adalah suatu proses aktifitas yang dilakukan secara sadar serta sistimatis dan terencana sehingga bisa memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan, kesegaran jasmani, ketarampilan watak yang harmonis, dalam rangka membentuk diri yang berkelakuan baik, Abdul Gafor (1997:14).
Mengacu pada kedua pendapat tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Pendidikan Jasmani adalah semua aktivitas yang dilakukan secara baik melalui kegiatan Jasmani yang intensif.
Dalam kurikulum Pendidikan Jasmani dan Kesehatan melalui pengenalan dan penanaman sikap positip serta kemampuan gerak dasar dan efektivitas jasmani agar dapat :
1. Tercapainya pertumbuhan dan perkembangan jasmani khususnya, tinggi dan berat badan secara harmonis.
2. Terbentuknya sikap dan perilaku seperti disiplin, kejujuran, kerja sama, mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku
3. Menyenangi aktivitas yang dapat dipakai untuk pengisian waktu luang dan serta kebiasaan hidup sehat
4. Mengerti manfaat pendidikan jasmani dan kesehatan dan tercapainya kemampuan dalam penampilan gerakan yang lebih baik secara seksama (precision)
5. Meningkatkan kesehatan, kesegaran jasmani, keterampilan gerak dasar olahraga.
Dalam konteks Pendidikan Jasmani, pada dasarnya merupakan bagian integral dari sistim pendidikan aktivitas jasmani, sebagai media pendidikan dimana melalui aktivitas Pendidikan Jasmani secara multikognitif anak dalam operasionalisasinya guru pendidikan jasmani menggunakan aktivitas gerak sebagai sarana untuk mencapainya yakni, orientasinya pada pertumbuhan dan perkembangan gerak anak yang dijabar dalam GBPP.
Dalam kurikulum 1994, terdapat berbagai materi pembelajaran yang masih dibangun dengan berorientasi pada cabang olahraga, sehingga guru Pendidikan Jasmani harus memahami bahwa ia harus menyajikan materi-materi keterampilan gerak cabang olahraga. Gerak cabang olahraga tersebut menjadi kemasan Pendidikan Jasmani.
Pembelajaran tidak ditunjukkan kepada siswa bagaimana siswa dapat memiliki keterampilan gerak dasar dari cabang-cabang olahraga tersebut.
Dalam proses pengembangan Pendidikan Jasmani disekolah maka peranan guru menjadi faktor penentu; serta didukung dengan fasilitas olah yang memadai, sehingga siswa dapat memiliki keterampilan gerak dalam cabang-cabang olahraga yang ada.
Untuk mendukung kegiatan proses belajar mengajar Pendidikan Jasmani dan kesehatan disekolah maka sangat diperlukan sarana dan fasilitas merupakan komponen atau instruksional yang dipakai oleh guru penjas untuk mempraktekkan semua materi yang diajarkan. Dengan demikian seorang guru Penjaskes tidak hanya menjelaskan secara teoritis mengenai pembelajaran melainkan menerangkan dengan praktek sesuai teorinya.
Dalam kegiatan belajar mengajar disekolah terjadi interaksi komunal dengan murid, hal ini guru terkadang bertindak sebagai subyek yang lebih banyak mendominasi aktivitas secara verbalitas untuk menyampaikan atau mentransfer segala informasi dan pengalaman yang teoritik dan praktek yang isi pelajaran kepada siswa. Dengan dasar pertimbangan tersebut, maka sangat dibutuhkan sarana penunjang yang dipakai sebagai mediasi dalam proses belajar mengajar.
Menurut Arikunto (1987:3) mengatakan bahwa sarana dan prasarana sangat dibutuhkan dalam pengembangan proses pengajaran.
Hal ini karena sarana ataupun fasilitas disekolah sangat bermanfaat untuk memungkinkan anak didik memperoleh pendidikan dan pengetahuan yang diajarkan, sehingga bisa didemonstrasikan dalam praktek.
Untuk mendukung proses pembelajaran Penjaskes di sekolah maka menurut Ratal Wirjasantoso (1984:157) mengemukakan bahwa :
“Dalam pembelajaran Penjaskes disekolah perlu didukung dengan fasilitas baik yang permanent maupun yang tidak permanent seperti; gymnasium, kolam renang, lapangan permainan dan sebagainya.”
Perlengkapan atau equipment adalah perkakas yang permanent dibandingkan dengan fasilitas, misalnya: bangku swedia, jenjang peti lompat, kuda-kuda, palang sejajar, palang tunggal, matras, dan lain-lain.
Alat-alat olahraga atau supplies, biasanya dipakai dalam waktu yang relative pendek, misalnya: bola, raket, jaring, pemukul bola kasti, dan sebagainya. Dalam pembelajaran Penjaskes juga didukung oleh alat-alat yang telah dimodifikasi berupa: matras dibuat dari sabut kelapa atau jerami, tingkat estafet dari bambu atau kayu dan balok titian dengan bambu besar atau batang kayu”
Pendapat dan gambaran tersebut mengingatkan kita bahwa fungsi peranan sarana dan prasarana sebagai pelengkap pengajaran dalam sebuah lembaga pendidikan. Tanpa adanya sarana atau fasilitas yang ada disekolah, maka sangat menyulitkan guru Penjaskes maupun siswa sebagai obyek yang diajarkan.
Suatu kenyataan problematik yang terdapat disekolah-sekolah bahwa penggunaan sarana dan prasarana belum begitu memadai, sehingga menjadi kendala bagi guru Penjaskes dalam mengaplikasikan proses belajar mengajar.
Kadang-kadang guru hanya memberikan secara teoritik, sementara prakteknya tidak dapat diterapkan karna keterbatasan sarana penunjang dan pemahaman guru tentang bagaimana ia mempunyai kreasi dan memodifikasi alat, lapangan, aturan, dan waktu.
Berangkat dari latar belakang tersebut maka timbul inisiatip untuk melakukan penelitian dengan judul : “TINJAUAN TENTANG PENGGUNAAN SARANA DAN PRASARANA DALAM PEMBELAJARAN PENJAS ORKES DI SMP NEGERI 4 KUPANG.“

B. Identifikasi Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah tersebut maka di identifikasikan sebagai berikut:
1. Penggunaan sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran Penjas Orkes.
2. Model pembelajaran Penjas Orkes pada SMP Negeri 4 kupang.

C. Rumusan Masalah
Dari permasalahan pokok tersebut, maka dapat dijelaskan dalam sub permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan sarana dan prasarana Penjas Orkes dalam proses belajar mengajar sudah memenuhi syarat atau belum di SMP Negeri 4 Kupang.
2. Bagaimanakah model pembelajaran Penjas Orkes pada SMP Negeri 4 Kupang.


D. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan
Adapun tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah:
 Untuk mengetahui dan mengkaji sejauhmana penggunaan sarana dan prasarana pengajaran dalam proses belajar mengajar mata pelajaran Penjaskes
 Untuk mengetahui apakah sarana dan prasarana telah memenuhi syarat proses belajar mengajar
 Untuk mengetahui perhatian kepala sekolah terhadap sarana dan prasarana pengajaran Penjaskes
 Untuk mengetahui apakah guru Penjaskes telah memodifikasi sarana dan prasarana pembelajaran Penjaskes.
2. Kegunaan
 Sebagai bahan masukan kepada guru Penjaskes dalam konteks pengembangan proses belajar mengajar
 Sebagai bahan informasi bagi pihak yang ingin mengadakan penelitian
 Dapat bermanfaat bagi Universitas PGRI NTT sebagai bahan informasi bagi pengembangan mata kuliah yang dimiliki relavansi dengan penulisan ini.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mendukung penelitian ini, maka penulis dapat menjelaskan beberapa pokok kajian teoritis yang sangat relevan dengan judul yang ada sebagai berikut :
A. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
B. Sarana dan Prasarana Pembelajaran
C. Pembelajaran Penjas Orkes

A. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan yang diajarkan disekolah merupakan kurikulum pendidikan yang harus diajarkan. Berbicara tentang pendidikan jasmani, maka berbicara juga tentang factor penunjang pendidikan, factor guru merupakan salah satu sarana sehingga bisa mengarahkan siswa tentang bagaimana cara hidup sehat yang bisa mandiri.
Menurut Syarifudin (1987:3) mengatakan bahwa Pendidikan Jasmani adalah semua aktifitas manusia dalam hal gerak yang teratur serta melibatkan otot-otot besar yang dirancang untuk merangsang otot atau organ-organ tubuh agar bermanfaat bagi kesehatan.
Sementara pendapat lain mengatakan bahwa Pendidikan Jasmani adalah salah satu tahap atau aspek dari proyek pendidikan keseluruhan yang berkenan dengan perkembangan dan penggunaan kemampuan gerak individu, yang dilakukan atas kemauan sendiri ataupun dalam sebuah lembaga sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuhnya.
Dalam konsep kedua defenisi ini, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Pendidikan Jasmani adalah merupakan suatu proses yang bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan kepribadian serta kemauan para siswa dapat bermanfaat bagi kepentingan hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.
Dalam konteks Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, harus dititikberatkan pada konsep dan program yang diajarkan disekolah-sekolah. Dengan demikian peranan guru Pendidikan Jasmani menjadi parameter untuk menyampaikan materi-materi pendidikan.

B. Sarana dan Prasarana Pembelajaran
Sarana pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan pendidik dalam usahanya untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah dirumuskan.
Dengan demikian pengertian dari prasarana pendidikan adalah segala sesuatu yang ada sebelum adanya sarana, Arikunto (1989:6).
Menurut Arikunto, (1989:6) mengatakan sarana adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam kegiatan proses belajar mengajar baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan lancer, teratur, efektif dan efisien.
Sementara Darminta Purwa, (1991:80) menjelaskan bahwa sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat pencapaian maksud atau tujuan.
Dengan demikian sarana dan prasarana menurut penulis adalah semua fasilitas ataupun alat-alat pendidikan pengajaran, yang digunakan sebagai mediasi untuk mencapai tujuan dalam kegiatan belajar mengajar.
Dewasa ini semakin dirasakan betapa pentingnya peranan sarana dan prasarana pendidikan dalam pencapaian tujuan yang diharapkan. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan komunikasi dimana terdapat pertukaran atau penyampaian pesan komunikasi kepada anak didik, dimana digunakan untuk mengembangkan kemampuan anak didik.
Sarana pendidikan dipandang dapat membantu kearah hasilnya kegiatan komunikasi dalam pendidikan.
Sarana yang dibicarakan disini adalah sarana pendidikan jasmani dalam proses belajar mengajar.
Dalam merencanakan sarana prasarana penjaskes perlu memperhatikan beberapa hal, menurut Charles Bucker (dalam Ratan W,1984:159) beberapa prinsip untuk merencanakan prestasi Penjaskes dan Olahraga adalah:
1. Ditetapkan lebih dahulu prioritas penggunaan fasilitas
2. Rancangan Fasilitas yang sesuai dengan cirri-ciri khas masyarakat terutama bagi mereka yang berbeda-beda usianya
3. Rancangan fasilitas untuk efisiensi daripada supervise
4. Pengurus sekolah dan teman hendaknya bekerja sama yang lebih erat terhadap fasilitas tersebut
5. Guru Penjaskes hendaknya merupakan kunci pendorong untuk mewujudkan konsep-konsep fasilitas yang baru dan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang perencanaan fasilitas dan perlengkapan
6. Harus dipertimbangkan juga perencanaan bagi mereka penderita cacat
7. Prasarana atau fasilitas hendaknya jangan meniru saja fasilitas yang sudah ada, sebagian dari kebutuhan tiap-tiap tempat dan situasinya berbeda.
8. Guru Penjaskes hendaknya mencoba untuk menemukan fasilitas yang mempunyai kemungkinan serbaguna, mengingat pada waktu yang sama dapat digunakan berbagai kegiatan.
9. Perencanaan untuk sekolah hendaknya mengingat akan perbedaan tipe kegiatan dalam program pada tiap tingkat pendidikan
10. Fasilitas hendaknya direncanakan untuk mereka para peserta siswa atau mahasiswa.
Prinsip lain yang dapat perlu dipertimbangkan juga tentang perencanaan fasilitas, ialah hubungan khusus kegunaan optimal daripada kesehatan lingkungan para siswa, termasuk pembekalan fasilitas ditinjau dari segi fisiologi siswa, pengaturan suhu air dan tingkat keramaian sekitarnya.
Dalam GBPP kurikulum Pendidikan Jasmani dan kesehatan sudah ditentukan materi kegiatan olahraga, yaitu kegiatan pokok dan kegiatan pilihan.
Kegiatan pokok terdiri atas : Atletik, Senam, Olahraga permainan dan Pendidikan Kesehatan. Sedangkan kegiatan pilihan terdiri dari : Renang, pencaksilat, sepak takraw, bulu tangkis, dan olahraga tradisional.
Untuk menunjang materi pembelajaran pendidikan dan kesehatan perlu didukung dengan sarana ataupun fasilitas olahraga yang memadai untuk pencapaian tujuan pendidikan yaitu:
1. Sarana dan fasilitas yang dibutuhkan pada materi atletik adalah:
 Lapangan
 Standar
 Modifikasi
 Balok Star
 Stop Watch
 Tongkat Estafet
 Bak loncat jauh
 Lembing
 Cakram
 Peluru
 Meteran
 Pluit
2. Pada materi senam
 Box
 Matras
 Titian
 Bangku Swedia
3. Olahraga permainan
 Bola
 Standar
 Modifikasi
 Lapangan
 Standar
 Modifikasi
 Pemukul atau raket
 Net
Sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pendidikan kesehatan dan pada kegiatan pilihan dilakukan akan berkembang sesuai dengan kondiri kancah setempat pada saat pengambilan data.




C. Pembelajaran Penjas Orkes
Proses belajar mengajar merupakan interaksi berkelanjutan antara perilaku guru dan peserta didik (Mosston dan asworth, 1994). Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pendidikan jasmani keempat faktor ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yaitu; tujuan, materi metode dn evaluasi. diantara beberapa faktor penting untuk mencapai pengajaran pendidikan Penjas Orkes yang berhasil adalah perumusan tujuan. Pentingnya kedudukan tujuan untuk menentukan materi yang akan dilakukan oleh para peserta didik. Salah satu prinsip penting dalam pendidikan Penjas Orkes adalah partisipasi peserta didik secara penuh dan merata. Oleh karena itu, guru pendidikan jasmani harus memperhatikan kepentingan setiap peserta didik.
Persiapan peserta didik untuk mendapatkan pengalaman belajar adalah berupa pengantar yang merujuk pada komponen antisipasi. Dalam membuka pelajaran guru mempersiapkan peserta didik dengan mengembangkan minat mereka pada pelajaran tersebut. Dalam mempersiapkan peserta didik guru menyampaikan apa yang akan dipelajari dan hubungannya dengan pelajaran sebelumnya dan aktifitas saat ini atau yang akan datang.
Hal ini penting untuk melibatkan peserta didik secara aktif. Pertanyaan, alat bantu visual dan diskusi kelas adalah beberapa aktivitas yang digunakan sebagai pembuka. Pembuka ini akan memberikan awal dalam pemikiran para peserta didik. Oleh karena itu, komponen pembukaan ini seharusnya singkat dan padat.bahkan menurut Sukmadinata (1998) menjelaskan bahwa dalam kurikulum lebih memberikan kebebasan pada guru untuk mengembangkan bahan sendiri. Demikian halnya dengan KBK tahun 2004 lebih menuntut adanya kreativitas guru dan aktivitas peserta didik yang tinggi.
Dalam proses belajar mengajar akan terjadi suatu transfer dari guru kepada peserta didik atau sebaliknya. Adaa tiga aspek yang terkait dengan transfer belajar, yaitu:
1. Peranan transfer dalam kondisi belajar skill seperti mempertimbangkan drill dalam sepak bola atau memperhatikan hasil latihan melakukan tembakan bebas dalam permainan bola basket denan melakukan tembakan bebas pada saat bertanding.
Bagaimana transfer itu diukur? Transfer ini dapat diestimasi peningkatan atau penurunan keterampilan sebagai hasil dari latihan atau pengalaman dan transfer ini pula dapat bersifat positif atau negatif tergantung pada tugasnya.
2. Transfer sebagai sebuah kriteria untuk belajar seperti tes retensi. Dalam hal ini ada dua kriteria transfer yaitu:
 Near transfer artinya tujuan belajar yang relatif sama dengan tugas latihan, dan
 Far transfer artinya belajar berbeda dengan kondisi latihan yang sesungguhnya.









BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian berasal dari kata “Metode” yang artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dan “logos” yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan “Penelitian” adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisa sampai menyusun laporan.
Dalam penelitian ini pendekatan yang dipergunakan ialah pendekatan kualitatif.

A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Yang menjadi kanca penelitian di SMP Negeri Kupang
2. Waktu penelitian
Terhitung mulai tanggal: / / 2010

B. Peran Peneliti dan Informan Penelitian
1. Dilokasi
Peneliti berperan sebagai pengamat yang terlibat (paraeticpant observer) secara langsung berbagai aktifitas dalam proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru Penjaskes dengan menggunakan sarana dan prasarana pengajaran disekolah yang bersangkutan baik itu pada jam kegiatan pembelajaran maupun diluar jam pembelajaran (ekstrakurikuler)

2. Informan penelitian
Dalam penelitian ini menjadi informan kunci dipilih dari:
 Kepala Sekolah
 Guru-guru Penjaskes,
 Pegawai Tata usaha dan
 Siswa.
Dengan dasar pertimbangan dari informan tersebut mereka yang benar-benar mengetahui tentang permasalahan penulisan atau mereka yang terlibat langsung dalam peristiwa yang tidak lepas peran peneliti pada tahap persiapan dan pada saat penelitian (R. Kerihi 2000:113).

C. Jenis Data
1. Data primer
Data ini diperoleh langsung dari responden secara langsung melalui hasil wawancara dan observasi lapangan.
2. Data sekunder
Data ini diperoleh dari studi kepustakaan yang relevan dengan masalah penelitian ini.

D. Teknik Pengumpulan Data
1. Metode observasi, adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan dan mencatat secara sistimatis gejala-gejala yang diselidiki, Chalik Narbuka dan Abu Achmadi (1999:70).
Pendapat lain mengatakan bahwa observasi adalah metode yang dipakai untuk meneliti dengan memperoleh data serta fakta-fakta yang diperlukan, Wardaya (1982
2. Metode kuensioner
Metode kuensioner adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu masalah atau bidang akan diselidiki. Cholik Narbuko (1999:76) angket atau kuensioner ini dibagi kepada siswa-siswi yang terpilih sebagai responden dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan tertutup dan jawaban diisi, responden sesuai dengan petunjuk.
3. Wawancara
Menurut Cholik Narbuko dan Abu Achmadi (1999:8) mengatakan bahwa wawancara adalah proses tanya jawab dan penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.
4. Dokumenter atau Dokumen
Metode ini yang sangat banyak memberikan sumbangan dalam proses pengumpulan data, karna dalam dokumentatif dimanfaatkan untuk menguji penafsiran dan bahan untuk meramalkan, dengan demikian sangat mendukung bagi kepentingan peneliti yang bersifat kuantitatif.

E. Teknik Analisa Data
Analisa data merupakan bagian yang terpenting dalam penelitian, karena memberikan arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.
Dari analisis tersebut diperoleh teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara deskriptif. Hal ini dimaksudkan untuk pengukuran secara cermat terhadap fenomena-fenomena atau situasi yang aktual ada pada saat penelitian berlangsung.
Selanjutnya dianalisa dengan menggunakan metode berpikir deduktif dan induktif.








BAB IV
PAPARAN DATA DAN TEMUAN

Dalam bab ini akan diuraikan segala kegiatan penelitian dari tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.
A. Tahap Persiapan
Izin penelitian
Pada hari Kamis tanggal 27 Mei peneliti mengurus izin penelitian dari Dekan FKIP PGRI Kupang, dan pada hari Jumat tanggal 4 Juni 2010 menyerahkan surat izin penelitian pada kepala sekolah SMPN 4 Kupang. Setelah itu mendapat kesempatan dari Ibu kepala sekolah untuk mengambil data yang dilaksanakan mulai hari Jumat tanggal 5 Januari 2010.
Setelah membaca surat tersebut Ibu kepala sekolah berkomentar sebagai berikut, “ Bapak Bonefasius B.Boli, dengan kedatangannya disini kami sangat senang. Selama ini telah ada beberapa teman yang melakukan penelitian mengenai proses pembelajaran. Namun kedatangan kali ini dalam proposal yang saya baca dan pahami menunjukkan ingin meneliti tentang sarana dan prasarana pembelajaran Penjas Orkes, mudah-mudahan dengan hasil penelitian ini memberikan kontribusi bagi perkembangan sekolah khususnya dalam menunjang sarana dan prasarana “.
Setelah mendapat tanggapan dari kepala sekolah, peneliti dipersilahkan untuk melaksanakan observasi dan sekaligus peneliti memperkenalkan diri pada bapak dan ibu guru, staf pegawai tata usaha sekolah dan tidak terlepas dengan siswa yang ada.
Dari hasil observasi hari pertama mencapai kesempatan antara peneliti dan kepala sekolah serta guru Penjas Orkes dan dewan guru, peneliti memohon diri.
Berdasarkan tanggapan dan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pihak-pihak yang terkait disekolah menunjukkan itikad baik demi keberhasilan peneliti sekaligus menunjang program proses penbelajaran.

B. Tahap Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan peneliti telah mendapat rekomendasi secara lisan maupun tertulis untuk mulai kegiatan selama berada di kancah penelitian.
Adapun hal-hal yang dilakukan meliputi :
1. Observasi
2. Wawancara
3. Penyebaran Angket
4. Sekaligus pendekatan dokumen
Pada hari Senin tanggal 7 Juni 2010 peneliti datang ke SMPN 4 Kupang dalam rangka orientasi kondisi kancah.
Tepat pukul 08.00 peneliti menghadap kepala sekolah untuk membicarakan perihal pengambilan data lanjutan.
Pada pembicaraan tersebut beliau mengungkapkan sebagai berikut : “ Kehadiran Bapak disini bertepatan dengan proses belajar mengajar kami mempersilahkan peneliti untuk mengambil data apa saja “.
Dari hasil pembicaraan bersama kepala sekolah, peneliti mengungkapkan tujuan pengambilan data hari ini antara lain melihat beberapa hal yang meliputi data-data yang ada disekolah.

1. Kondisi Kancah
Dari hasil temuan sekolah, SMPN 4 Kupang berdiri pada tahun 1979 dibawah kepemimpinan : A.W. LEGO yang menjabat sebagai kepala sekolah di SMPN 4 Kupang diantaranya :
Tabel. 1
Data Kepala Sekolah
No Nama Menjabat Tahun Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6. A. W. LEGO
M. M. SANU
JONNI DA COSTA, Spd.
Dra. SARLOTHA O. KOROH
HANS TAUPAN
Dra. SILTJE D. NDOLU 179 – 1989
1989 – 1993
1993 – 1999
1999 – 2004
2004 – 2008
2008 - Sekarang Pensiun
Pensiun
Guru SMPN 9
Kepala Sekolah SMPN 10
AnggotaDewanKab.Kupang
Kepala Sekolah
Sumber : SMPN 4 Kupang 2010
Tabel 2.
Daftar Nama Guru
PEMERINTAHAN KOTA KUPANG
DINAS PENDIDIKAN
SMP NEGRI 4 KUPANG
Jln. Untung Surapati 19, Telp. (0380) 821858
DAFTAR NAMA GURU (TAHUN 2010)
Keadaan Bulan Juni


No

Nama/NIP

Mapel/ Kelas
Jmlh
Kelas Jmlh
Jam Per Miggu Jmlh
Jam Megjar
Tugas Tambhan
Beban Kerja
1. Dra. Siltje D. Ndolu
NIP. 18581215 198603 2 014 BK/ 9 C-D 2 4 8 Kepala Sekolah 32
2. Bambang S. Hartono, S. Pd
NIP. 1970220 197903 1 007 Bing/ 9 C - D 2 7 14 Wakil
Kepsek 26
3. Drs. Soleman Mone
NIP. 19601001 1999903 1 001 IPS/ 7 ABC 3 4 12 Wali Kelas 24
4. Mariam Huna Kore, S. Pd
NIP. 19691201 199802 2 005 Pend. Ag. Pro 9A-9J/ 8A-B 12 2 24 Wali Kelas 9B 26
5. Febby Radja Udju, S. Pd
NGH Pend. Ag. Pro./ 8C-8H 6 2 12 Wali Kelas 8C 18
6. Thirsa Neno Besi, S. PAK
NIP. 19650109 199303 2 005 Pend. Ag. Pro./ 7A-7J, 8I, 8J 12 2 24 - 24
7. Sisilia Liwu
NIP. 19740411 200604 2 028 Pend. Ag. Kat./ 8, 9 3 2 6 Wali Kelas 7I 12
8. Kondradus Jhosep Tobu
NGH Pend. Ag. Kat./ 7 3 2 6 - 6
9. Siti Aminah Ramli
NGH Pend. Ag. Is./ 7, 8, 9 3 2 6 - 6
10. I Wayan Suparta
NGH Pend. Ag. Hin./7, 8, 9 3 2 6 - 6
11. Jeni f. Doko, S. Pd
NIP. 19730121 200701 2 009 PKN/ 9A-9E 5 2 10 Wali Kelas 9D 16
12. Tresia But
NIP. 19621205 198411 2 001 PKN 9F-9J 5 2 10 Wali Kelas 9F 16
13. Olivia Djawa
NIP. 19620801 198403 2 014 PKN 8A-E 5 2 10 Wali Kelas 8B 16
14. Sofia Talo Leba, A. Md
NIP. 19610719 198411 2 001 PKN 8F-J 5 2 10 Wali Kelas 8I 16
15. Yani A. A. Boymau, S. Pd
NIP. PKN 7A-J 10 2 20 Urusan Siswa Kls 7 30
16. Lelly S. Rihi, S. Pd
NIP. 19560318 197903 2 006 BINDO/ 9A-9E 5 5 25 Wali Kelas 9C 31
17. Susana Tungga, A. MD
NIP. 19631205 198003 1 020 BINDO/ 9F-9H 3 5 15 Wali Kelas 9E 21
18. Abdurahim Ansyar, A. Md
NIP. 19550713 198003 1 020 BINDO/ 9E, J & 8A, B, C 5 5 25 Kep. Ur. Sarana Prasarana 30
19. Amandus Dalot, S. Pd
NIP. 19680808 199801 1 002 BINDO/ 8D-8H 5 5 25 - 25
20. Lodia Lobo, A. Md
NIP. 19570312 198003 2 006 BINDO/ 8I, J & 7 ABC 5 5 25 - 25
21. Lorentje, S. Pd
NIP. 19690830 200604 2 013 BINDO/ 7D-7H 5 5 25 Wali Kelas 7C 31
22. Bale Roly K. Lado, S. Pd
NIP. 19730404 00701 2 019 BINDO/ 7I, J 2 5 10 Wali Kelas 7H 31
23. Cecilia E. Kaluge, S. Pd
NIP. 19550608 19705 2 002 BING/ 9AB & 9EFG 5 5 25 Wali Kelas 9A 31
24. Susy Aprijanti, S. Pd
NIP. 19720409 200312 2 004 BING/ 9HIJ 3 5 15 - 15
25. Lazarus Kartiba
NIP. 19541110 198003 1 036 BING/ 8A -8F 6 4 24 Wali Kelas 8A 30
26. Agustina Matkauana
NIP. 1960807 198803 2 015 BING/ 8GH 2 4 8 Wali Kelas 8F 14
27. Dona G. Dyra
19581226 198403 2 005 BING/ 8IJ 6 4 24 - 24
28. Mau M. K. Lado, S. Pd
NIP. 19710317 200112 1 006 BING/ 7 AB 2 4 8 Wali Kelas 7B 14
29. Yakoba Kaho, S. Pd
NIP. 1950128 200801 2 006 BING/ 7GH 2 4 8 Wali Kelas 7E 14
30. Deti Liubana
NGK BING/ 7IJ 2 4 8 - 8
31. Maria M. Saik, S. Pd
NIP. 19671012 199103 2 007 MAT/ 9 ABE & 8IJ 5 5 25 Staf Kesiswaan 33
32. Siswanto, S. Pd
NIP. 19670502 198901 1 002 MAT/ 9CDF & 8BC 5 5 25 Kep. Ur. Kurikulum 37
33. Benedytha Djelinda
NIP. 196302502 198703 2 019 MAT/ 9IJ 2 5 10 - 10
34. Mariana M. Mutia, A. Md
NIP. 19630502 198703 2 019 MAT/ 9IJ 2 5 10 - 10
35. Gabriel Murin
NIP. 19510117 197603 1 007 MAT/ 8A 1 5 5 - 5
36. Yustina Maran, A. Md
NIP. 19530106 198003 2 003 MAT/ 8CDF & 7 CD 5 5 25 Wali Kelas 8D 31
37. Agnes B. O. T. A., S. Pd
NIP. 19650127 20012 2 004 MAT/ 8GH, 7 HIJ 5 5 25 Wali Kelas 8G 31
38. Cornelia I. Daniel, A. Md
NIP. 19620416 198601 2 005 MAT/ 7AB 5 2 10 Wali Kelas 7A 16
39. Anastasia Nainaban, A. Md
NIP. MAT/ 7F 1 5 5 Wali Kelas 7E 11
40. Agustinus M. Kadja, S. Pd
NIP. 19800705 200804 1 004 MAT/ 7G 1 5 5 Staf Kesiswaan 13
41. Naomi Dillak, S. Pd
NIP. 19710603 199081 2 001 IPA/ 9A-9E 5 5 25 Koord. Lab. IPA 37
42. Dra. Nurul Aeni
NIP. 19581010 197803 2 030 IPA/ 9A-9E 5 5 25 Staf Lab. IPA 33
43. Drs. Ramli
NIP. 19630104 199303 1 008 IPA/ 9F-9J 5 5 25 Staf Kurikulum 33
44. Susana L. E. Bani, A. Md
NIP. 1964112 198803 2 007 IPA/ 9F-9J 5 5 25 Staf Lab. IPA 33
45. Arcob Lette, S. Pd
NIP. 19530924 197903 1 005 IPA/ 8A-8E 5 5 25 Staf. Bud. & Lingk. Sek. 33
46. P. M. Djawa Huly, A. Md
NIP. 19541010 197902 2 002 IPA/ 8A-8E 5 5 25 Wali Kelas 8E 31
47. Naomi Jana, S. Pd
NIP. 19560208 197903 2 005 IPA/ 8F-8J 5 5 25 Wali Kelas 8A 31
48. Yakob Djara
NIP. 19630103 200701 1 009 IPA/ 8F-8J, 7J 5 6 30 Pembina Pramuka 36
49. Ruth Koreh
NIP. 19700183 199303 2 004 IPA/ 7ABC 3 5 15 Wali Kelas 7G 31
50. Hendrik Pali, S. Pd
NIP. 19680605 200604 1 022 IPA/ 7D-7I 6 5 30 - 30
51. Daud J. Medah
NIP. 19540724 198003 1 010 IPA/ 7D-7I 5 5 25 - 25
52. Anni D. Bangngu Riwu, S. Pd
NIP. 19601004 198111 2 003 IPS/ 9A-9F 6 4 24 Staf Kurikulum 32
53. Erniy M. Riwu, S. Pd
NIP. 19580826 198111 2 002 IPS/ 9GHI & 9 AE 6 4 24 Wali Kelas 9I 30
54. Funan Banunaek, S. Pd
NIP. 19720608 199903 2 005 IPS/ 9A-9E 6 4 24 - 24
55. Felisita Kama, S. Pd
NIP. 19560715 198003 2 009 IPS/ 8A-8F 6 4 24 Urusan Siswa Kls 8 34
56. Merry P. Hede, S. Pd
NIP. 19710522 200701 2 014 IPS/ 8GHIJ & 8 EF 6 4 24 - 24
57. Rosalin Mira Mangngi, S. Pd
NIP. 1961229 200604 2 006 IPS/ 7D-7I 6 4 24 Wali Kelas 7D 30
58. Agustina Lado, S. Pd
NIP. 19560806 197907 2 009 IPS/ 7E-7J 6 4 24 - 24
59. Marsauli Silalahi, S. Pd
NIP. 19641123 198703 2 016 Seni Bud./ 9A-9J 10 2 20 Wali Kelas 9H 20
60. Matheus M. Benidau, S. Pd
NIP. 19701127 200112 1 004 Seni Bud./ 8A-8H 8 2 16 Kep. Ur. Bud. & Lingk. Sek. 26
61 Merpati Oematan, S. Pd
NIP. 19821108 200903 2 007 Seni Bud./ 8IJ & 7A-7J 12 2 24 - 24
62. Sebabung, S. Pd
NIP. 19700824 200112 1 003 Penj. Orkes 9A & 9J & MI Nurul H.Naikoten I-IV 10


6 2


2 20


12 Staf Kurikulum
28


12
63 Subraja Alang, A. Md
NIP. 19591231 198103 1 243 Penjas Orkes 12 2 24 - 24
64. Ery Lay Lena, S. Pd
NIP. 19591231 198103 1 243 Pej. Orkes/ 7A-J& SD GMIT II 8


6 2


2 16


12 Pembina OSIS 32


65. Agustina Wadu, S. E
NGB TIK 9A-9J 10 2 20 Pengel. Ruang Med. 30
66. Viktor Naturasi
NGH TIK 8A-8J 10 2 20 Pengel. Lab Komputer 30
67. Deby Malelak, S. Pd
NGH TIK 7A-7J, 8 IJ 12 2 24 - 24
68. Lorintje K. Ratu, A. Md
NIP. 19500605 197903 2 003 Mulok Pemb. 8C 1 2 2 - 2
69. Hj. Siti Z. Alboneh, S. Pd
NIP. 19590120 198903 2 003 Mulok Pemb. 9A-9J, 8AB 12 2 24 Wali Kelas 9J 30
70. Katrina Namundjandji
NIP. 19651019 199003 2 003 Mulok Pemb. 8D, E 2 2 4 Staf Humas 12
71. Magdalena A. Ardjon, S. Pd
NIP. 19710424 199302 2 005 Mulok Pemb. 8F-8G 2 2 4 Staf Kurikulum 12
72. Nurdin Korebima
NIP. 19510311 197603 1 004 Mulok Pemb. 8H 1 2 2 - 2
73. Debora Heke Medoh, A. Md
NIP. 19530923 198008 2 004 Mulok Pemb. 7A-7J, 8IJ 12 2 24 - 24
Tugas Guru Bimbingan Konseling
No Nama/ NIP Mapel Kls Tugs Tamb. Byk Sswa Yg Dibimbing Beban Kerja
74. Dra. Lusia Selo
NIP. 19511218 195812 2 001 BK 8 Koor. Lab. 8 x 36 = 288 Siswa 30
75. Margarice Ratu, S. Pd
NIP. 19670506 199010 2003 BK 8 Kaur Kesisw. 8 x 36 = 288 Siswa 30
76. Yusuf Nesimnasi
NIP. 19670616 199011 1 002 BK 7 - 7 x 32 = 244 Siswa 26
77. Adriana Kase
NIP. 19640129 199003 2 006 BK 7 - 7 x 32 = 244 Siswa 26
Sumber Data: SMPN 4 Kupang 2010.
Dari data guru diatas menunjukkan sebagian besar guru-guru yang telah berpengalaman. Hal ini didasarkan dari masa kerja, tugas jabatan yang diembankan menunjukkan kondisi SMPN 4 Kupang mempunyai andil dalam menyukseskan program pemerintah.
Keberhasilan proses belajar mengajar di SMPN 4 Kupang dalam bidang studi non-penjas dalam hal ini bidang studi lainnya telah menunjukkan suatu keberhasilan yang di buat, keberhasilan ini bukan saja untuk bidang studi non- penjas.
Namun juga menunjang program pengajaran penjas orkes sehingga yang ada di SMPN 4 Kupang merupakan bagian integral dari bidang studi lainnya. Dengan kata lain penjas orkes dan bidang studi non penjas orkes saling kait mengait atau tidak ada perbedaan.
Dari hasil wawancara bersamaan dengan bapak Gabriel G. Murin, Spd diungkapkan bahwa : ” Guru-guru yang berada di SMPN 4 Kupang adalah mereka yang telah lama dan mengabdi sebagai pengajar dan juga membawa suatu konsekuensi bagi perkembangan sekolah ”.
Juga diungkapkan oleh : Agustina Lado, Spd sebagai berikut : ” SMPN 4 Kupang boleh dikatakan telah berdiri Tahun 1979 telah menunjukkan suatu keberhasilan menamatkan putra-putri kota Kupang, dan tidak terlepas dari masyarakat NTT. Kenyataan ini walaupun saya beberapa teman mengabdikan diri sebagai pengajar boleh dikatakan belum lama namun kami selalu berusaha semaksimal mungkin menanamkan pengetahuan yang kami miliki. Selain itu juga saya bersama teman-teman selalu berkonsultasi bersama senior maupun kepala sekolah bahkan bersama siswa sehingga terjadi proses interaksi dalam kegiatan belajar mengajar.
Hasil wawancara dan dokumen yang diperoleh menunjukkan guru-guru di SMPN 4 Kupang memiliki kelayakan mengajar dimana pada waktu itu masih banyak guru-guru yang berpendidikan diploma tiga (D3).
Dengan adanya program pemerintah dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia (SDM), maka guru-guru yang berpendidikan diploma tiga (D3) diberi kesempatan lewat suatu proyek Pengetahuan Tatap Muka (PTM).
Jenjang strata S-1, kondisi tersebut membawa suatu konsekuensi yang sangat berarti bagi perkembangan pendidikan.
Dari daftar tersebut diatas maka peneliti mendata secara khusus berdasarkan dokumen dan hal wawancara serta observasi lapangan menunjukkan guru-guru penjas orkes sebagai berikut :
Tabel. 3
Data Guru-Guru Penjas Orkes
No Nama Status Pendidikan Tahun Keterangan
1

2.

3 Subraja Alang, A. Md
Sebabung, S. Pd

Eryh Ley Lena, S. Pd PNS

PNS

PNS D-3

Sarjana Olahraga
Sarjana Olahraga 1986 sekarang

2001 – sekarang

2006 - sekarang Guru SMPN 4 Kupang
Guru SMPN 4 Kupang
Guru SMPN 4 Kupang
Sumber data : SMPN 4 Kupang
Data tersebut diatas menunjukkan guru-guru Penjas Orkes yang ada di SMPN 4 Kupang telah memenuhi syarat dan memberi kontribusi bagi perkembangan Pendidikan Jasmani Olahraga dan kesehatan. Guru-guru penjas orkes dari hasil temuan menunjukkan keproporsional dengan ditandai tamatan SGO, Sarjana muda, dan S-1 jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi atau PJKR.
Wawancara bersama bapak Subraja Alang.
Diungkapkan : ” Semenjak mengajar di SMPN 4 Kupang banyak hal yang saya dapati baik suka maupun duka, sedikit saya ceritakan kondisi SMPN 4 Kupang, pada waktu itu boleh dikatakan belum memenuhi syarat dalam proses belajar mengajar, dimana cikal bakal dari SMPN 4 Kupang yang proses belajar mengajarnya masih menggunakan gaya mengajar tradisional, saya pada waktu itu sebagai guru penjas walaupun dengan jumlah siswa yang cukup besar ( 7 kelas). Namun saya berusaha mengajar penjas orkes sebaik mungkin ”.
Menurut Sebabung (Guru Penjas) beliau mengatakan bahwa : ” Kondisi SMPN 4 Kupang boleh dikatakan telah memenuhi syarat dalam membelajarkan penjas orkes (pendidikan jasmani).
Kehadiran saya disini boleh dikatakan tidak mengalami kendala dan saya membayangkan sebelum saya mengajar disini apakah guru-guru terdahulu sama halnya dengan kondisi sekarang ”.
Dari hasil obeservasi dikancah penelitian dan dukungan dokumen dalam hal ini arsip-arsip sebagai berikut :
 Semenjak berdirinya SMPN 4 Kupang belum memiliki guru penjas orkes yang tetap. Dimana guru-guru penjas tersebut merupakan bantuan dari sekolah lain.
 Sarana prasarana yang ada seperti lapngan olahraga belum dibangun sehingga proses pembelajaran penjaskes diarahkan menggunakan stadion Oepoi (GOR) dan lapangan-lapangan yang bisa digunakan.
 Dari tahun ke tahun (1984 – 2006) Depdikbud Propinsi NTT telah mengangkat guru-guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan untuk ditempatkan pada SMPN 4 Kupang. Penempatan guru pendidikan jasmani dan kesehatan masih dirasakan sangat kurang, karna kelas I sampai II yang begitu banyak sehingga sekolah mengambil kebijakan untuk tetap memperbantukan guru tidak tetap penjas orkes maupun di bidang studi lainnya.



Data siswa SMPN 4 Kupang dari hasil temuan dokumen menunjukkan dari tahun berdirinya SMPN 4 Kupang sampai sekarang menunjukkan animo masyarakat dalam hal ini orang tua murid begitu besar memasukkan anak-anak mereka. Secara topografis letak sekolah sangat strategis dengan pemukiman dan pertokoan selain itu juga SMPN 4 Kupang telah memiliki out put yang telah bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Swasta serta banyak siswa yang telah melanjutkan pendidikan perguruan tinggi ternama baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Wawancara dilakukan bersama siswa (Eston Tomasy) dan mengatakan bahwa : ” SMPN 4 Kupang terdapat fasilitas pengajaran penjaskes yang mendukung dalam proses kegiatan belajar mengajar walaupun tidak seratus persen sarana yang tersedia dan selama kami menjadi siswa, guru-guru selalu mengupayakan memberikan pembelajaran penjas orkes yang terbaik dan kami merasakan banyak manfaat baik pengetahuan, sikap gerak menuju tubuh yang sehat atau kesegaran ”.
Dan juga dikemukanan oleh seorang siswa ( Agustina Bhoke) dia mengatakan bahwa : ” Guru-guru kami disini selalu dalam kegiatan belajar mengajar kami ditugaskan untuk membawa alat apabila kami memiliki, untuk menunjang dan mengatasi kekurangan dengan tujuan memperlancar proses belajar mengajar ”.
Maka perhatian guru dan kerjasama siswa sangat menuntut keberhasilan belajar mengajar dan mengatasi keterbatasan sarana prasarana yang ada disekolah.



2. Letak Sekolah
Adapun letak sekolah berada di wilayah kota Kupang yang berhadapan dengan jalan raya, disekitar kompleks tersebut terdapat kantor pemerintahan, sekolah, pertokoan. Adapun letak SMPN 4 Kupang secara geografis sangat menunjang dalam proses belajar mengajar, dari segi transportasi mudah dijangkau dan dilalui kendaraan beroda dua dan empat.
Bangunan SMPN 4 Kupang merupakan bagngunan permanent terdiri dari :
 Ruang Kepala Sekolah
 Ruang Guru
 Ruang BK
 Ruang Perpustakaan
 Ruang T.U.
 Ruang Kelas (belajar)
 Ruang Laboratorium
 Ruang Kurikulum
 Ruang Multimedia
 Ruang Osis
 Lapangan Olahraga dan Lapangan apel
 Kantin
 WC
 Kamar mandi

Dari gambaran tersebut dapat digambarkan denah sekolah sebagai berikut:

3. Kondisi Sarana dan Prasarana Penjas Orkes
Dalam melakukan observasi sarana dan prasarana pengajaran penjas orkes SMPN 4 Kupang, peneliti ditemani oleh guru penjaskes (Bapak Sebabung, Spd dan Bapak Eryh Lelena Spd) untuk melihat secara langsung gedung tempat penyimpanan alat-alat atau fasilitas pengajaran penjas orkes.
Dari hasil observasi yang dilakukan, diperoleh data-data sebagai berikut :
Tabel. 5
Kondisi Sarana Dan Prasaran Penjas Orkes Di SMP N 4 Kupang
No Jenis Alat Kondisi Alat Keterangan
Baik Rusak Jumlah
A.

I


















II




















III




IV













B. KEGIATAN POKOK
ATLETIK
1.1 Lapangan Lintas
1.2 Cakram
1.2.1 Standar
1.2.2 Modifikasi
1.3 Peluru
1.4 Lembing
1.4.1 Standar
1.4.2 Modifikasi
1.5 Tongkat Estafet
1.5.1 Standar
1.5.2 Modifikasi
1.6 Balok Star
1.7 Bak Loncat Jauh

1.8 Tiang Lompat Tinggi
1.9 Meteran
1.10 Mistar
1.11 Stop Watch

PERMAINAN
II.1 Lapangan Bola Kaki
II. 1. 1 Standar
II. 1. 2 Modifikasi
II.2 Lapangan bola basket
II 3 Lapangan Tenis Meja
II 4 Lapangan bola voley
II 4.1 Standar
II 4.2 Modifikasi
II 5. Bola voley
II 5.1 Standar
II 5.2 Modifikasi
II 6 Bola basket
II 7 Bola kaki
II 8 Bola kaki mini (futsal)
II 9 Net Volley
II 10 Ring Basket
II 11 Bola pingpong
II 12 Net Tenis Meja

SENAM
III.1 Matras
III.2 Springkas (Peti lompat)

PENDIDIKAN KESEHATAN
IV.1 Timbangan duduk
IV. 2 Ruang UKS
IV. 3 Kotak P3K, alat-alat P3K seperti :
- Ferban
- Plester obat
- Gunting
- Minyak urut
- Betadine
- Kapas
- Balsem

KEGIATAN PILIHAN

-

50
10
75

10
10

34
20
10
1

4
3
1
3



-
-
1
2

2
1

7
25
4
3
1

3
2
40
5


2
1




2
1
1

10
2
3
4
6
4
2

-

-
-
-

-
-

-
-
-
-

-
-
-
-



-
-
-
-

-
-

-
-
1
1
1

1
1
-
2


-
-




-
-
-

-
-
-
-
-
-
-

-

50
10
75

10
10

34
20
10
1

4
3
1
3



-
-
1
2

2
1

7
25
5
4
2

4
3
40
7


2
1




1
1
1

10
2
3
4
6
4
2



Dilapangan GOR

Terbuat dari papan/kayu




Terbuat dari bambu


Terbuat dari kayu

Tidak sesuai dengan standar internasional







Di lapangan GOR





Terbuat dari bola plastik
Sumber : Data hasil olahan Peneliti, 2010

4. Kontribusi Sarana dan Prasarana Penjas Orkes
a. Temuan Dan Penghambat
Untuk menunjang pelaksanaan proses pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan dan pembinaan prestasi olahraga lewat ekstrakurikuler maka SMPN 4 Kupang mengupayakan sesuai dengan kurikulum dalam pembelajaran serta kancah penelitian juga dalam ekstrakurikuler lewat olahraga merupakan suatu unsur penunjang yang dapat membantu peningkatan prestasi olahraga.
Dari hasil wawancara bersama ibu Dra. Siltje D. Ndolu, Spd (Kepala Sekolah) SMPN 4 Kupang dikemukakan bahwa : ” Selama ini kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani boleh dikatakan sesuai dengan tujuan kurikulum, begitupun juga pembinaan olahraga yang bertujuan meningkatkan prestasi yang tinggi sehingga pendidikan jasmani dan olahraga yang ada disekolah kami mendapat bantuan dari BP3 / Komite Sekolah, Pemerintah (DEPDIKNAS) sehingga semuanya terpenuhi. Sarana dan prasarana tersebut selalu diupayakan baik berdasarkan program sekolah maupun usaha dari guru bidang studi”.
Juga diperkuat oleh guru bidang studi Penjaskes (Sebabung, Spd) mengungkapkan bahwa : ” Selama ini kami mengajar mata pelajaran Penjas Orkes tidak mengalami hambatan karna SMPN 4 Kupang dalam hal ini kepala sekolah sangat memahami apa yang kami butuhkan. Bahkan kepala sekolah SMPN 4 Kupang berbicara mengenai Penjas Orkes beliau boleh dikatakan cukup memahami makna dan konsep Penjas Orkes ”.
Berkaitan dengan penjelasan diatas dan berdasarkan hasil obeservasi serta wawancara dapat diungkapkan bahwa :
 Fasilitas pendidikan Jasmani dan Olahraga merupakan masalah yang rumit. Dimana membuktikan sarana dalam hal ini lapangan bola basket, lapangan bola voly dan bak lompat jauh semuanya berada didalam lingkungan sekolah. Namun kondisi lapangan sangat dekat dengan ruang belajar, maupun kantor sehingga perlu kejelian guru penjaskes membelajarkan anak-anak agar tidak mengganggu proses kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran yang lain dan menghindari kerusakan ruangan kelas.
 Perencanaan yang dibuat dalam pengelolaan fasilitas dan sumber belajar dari hasil temuan berdasarkan dokumen sekolah ternyata perencanaan pembangunan gedung sekolah tidak mengikutsertakan fasilitas olah raga. Dimana yang sebenarnya merupakan lapangan upacara terpaksa dibangun lapangan olahraga karna tidak memiliki lapangan yang memadai.
 Guru pendidikan jasmani yang ada di SMPN 4 Kupang berjumlah 3 orang namun menjadi kendala apabila semuanya dalam membelajarkan dengan jumlah siswa yang banyak dan mengalami perebutan lapangan sehingga sangat mengganggu konsentrasi siswa maupun guru dalam proses belajar mengajar.
Kondisi tersebut diatas merupakan suatu kendala dan kesulitan guru dihadapan dengan kreatifitas yang dalam hal banyak memerlukan lingkungan sekolah yang mendukung, dengan hal ini bagaimana guru memperoleh solusi dalam pembelajaran siswa sehingga disini betul-betul guru penjaskes mengantisipasi dengan memodifikasi tempat dan pelatihan.
Penghambat berikut yang dialami oleh SMPN 4 Kupang selain lapangan dan bangunan berdekatan dengan ruang belajar atau kelas sehingga mengganggu kegiatan proses belajar mengajar.
Juga dalam pembelajaran mata pelajaran atletik (lompat, lari, lempar lembing, lempar cakram), sepak bola tidak bisa dilaksanakan dilokasi sekolah terkecuali memodifikasi seperti teknik melempar dengan menggunakan bola kecil atau bermain sepak bola dengan menggunakan bola plastik dilapangan basket / voley.
Dari hasil wawancara dan observasi peneliti dikancah ternyata kegiatan atletik biasa digunakan di stadion Oepoi (GOR).

b. Faktor Pendukung Proses Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya diperoleh fakta bahwa fasilitas pengajaran penjas orkes yang dimiliki, cukup memadai namun lapangan yang ada tidak berimbang dengan alat-alat yang tersedia sesuai dengan kondisi sekolah.
Hal ini menyebabkan fasilitas olahraga yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal. Lebih lanjut jika diperhatikan lapangan yang digunakan untuk proses pembelajaran penjas orkes.
Dalam hal ini lapangan olahraga dipandang letaknya kurang strategis untuk digunakan. Mengingatr jumlah siswa yang besar, kondisi tersebut sangat dituntut guru penjaskes menyiasati pembelajaran untuk mencapai suatu keberhasilan.
Memperhatikan alat-alat pengajaran yang dimiliki SMPN 4 Kupang (sumber data sarana dan prasarana pengajaran penjas orkes dalam tabel 5). Dipandang sudah sesuai dengan kondisi pembelajaran penjas orkes dan sesuai dengan GBPP penjas orkes.
Sehubungan dengan keberadaan alat-alat tersebut berdasarkan hasil obeservasi yang dilakukan peneliti selama dikancah dapat diungkapkan salah satu contoh Guru Penjaskes ( Sebabung, Spd ) yang sementara membelajarkan Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan.
Pada tanggal 16 Juni 2010 teman guru (teman sejawat) mengamati menggunakan instrumen guru penjaskes sebagai berikut; dalam hal ini guru penjaskes menyajikan pokok-pokok bahasan permainan bola voley dengan sub pokok bahasan atas dan hasil bawah, selama pembelajaran berjalan guru penjaskes pada kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
 Kegiatan-kegiatan pendahuluan (pemanasan) yang disajikan tidak saja dalam bentuk Permainan Rekreasi (tepuk tangan) dilanjutkan dengan Kegiatan Streching (penguluran).
 Kegiatan inti
Setelah selesai pemanasan atau warning up guru pendidikan jasmani memberikan penjelasan temtang materi pembelajaran selama empat menit memasukan pembelajaran inti siswa disuruh berbaris empat bersaf.dan setiap baris dipisahkan berdasarkan kelompok sesuai dengan kondisi lapangan. Setelah itu guru menjelaskan pasing atau yang benar dengan posisi tangan, pandangan tubuh, lutut dan kaki serta koordinasi gerakan beberapa kali. Setelah itu diberikan latihan sesuai dengan petunjuk guru.
Mengingat bola volley yang ada berjumlah tujuh ( 7) sesuai data dan jumlah siswa 45 orang. Guru memodifikasi bola dengan menggunakan bola plastik yang dibawah oleh siswa.
Selain itu formasi yang berbentuk selalu bervariasi, ada yang berbentuk lingkaran, berhadapan satu persatu dan berhadapan segitiga.
Contoh gambaran formasi yang dilakukan.
Gambar. 1
Jenis-jenis formasi yang dilakukan siswa dan guru
selama praktek pasing atas dan bawah









Keterangan :
: Guru
X : Siswa
: Arah bola

Setelah dasar pasing atas dan bawah guru melanjutkan dengan menyuruh siswa mempraktekkan pasing atas dan bawah dalam permainan bola voley.
Dimana dalam permainan siswa dilarang untuk melakukan diluar pasing atas dan pasing bawah. Dalam hal ini tidak boleh melakukan smash dan net yang diikat rendah dengan tinggi ± 1 meter atau sesuai kondisi siswa.
Siswa yang tidak dapat kesempatan bermain disuruh tetap melakukan aktivitas pasing atas dan pasing bawah dengan tujuan agar siswa tetap aktif dalam proses pembelajaran.
 Penenangan
Penenangan yang dilakukan oleh guru penjaskes sambil mengabsen siswa dan sekaligus menjelaskan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa. Hasil instrumen (terlampir) yang terisi terungkap sebagai berikut.


INSTRUMEN GURU PENJASKES
Petunjuk : Amatilah pertanyaan dibawah ini dan berilah jawaban dengan melingkar salah
satu sekor dalam rentang 1 – 5. arti sekor tersebut adalah :
5 : Sangat setuju 2 : Kurang setuju
4 : Setuju 1 : Tidak setuju
3 : Ragu-ragu
Tabel. 6
Instrumen Guru Penjaskes
A Pendekatan Modifikasi Sebagai Alternatif Skor
1.

2.

3.

4.
5. Pendekatan modifikasi dapat mengatasi masalah-masalah pembelajaran Penjas Orkes.
Pendekatan modifikasi merupakan Alternatif pelaksanaan pembelajaran penjas orkes
Tujuan pendekatan modifikasi agar guru pendidikan jasmani dapat mengarasi masalah-masalah kekurangan alat-alat pembelajaran
Pendekatan modifikasi sesuai dengan tingkat perkembangan anak
Pendekatan modifikasi lebih mudah penerapannya dari pada gaya mengajar tradisional
5 4 3 2 1

5 4 3 2 1

5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
B Materi Belajar Modifikasi Dari Materi Kurikulum
1.
2.

3.

4.
5. Materi pembelajaran bersumber pada kurikulum KBK
Satuan pelajaran yang disusun oleh guru diambil dari materi Kurikulum Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan yang digunakan di sekolah.
Guru membuat satuan pelajaran memodifikasi tugas-tugas gerak sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Satuan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan siswa terutama pada kelas awal
Prinsip pembelajaran agar siswa lebih aktif gerak sesuai dengan inisiatifnya sendiri. 5 4 3 2 1

5 4 3 2 1

5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
5 4 3 2 1
C. Penggunaan Fasilitas dan Alat
1.



2.

3. Penyederhanaan alat dikenal kepada guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan
Untuk mengantisipasi kekurangan fasilitas dan peralatan pengajaran penjas orkes di sekolah
Guru membuat alat-alat pembelajaran yang sederhana agar pembelajaran sebagaimana mestinya.
Guru mau berusaha mengatasi kekurangan alat-alat dengan orang tua murid


5 4 3 2 1

5 4 3 2 1
5 4 3 2 1


Tabel. 7
Instrumen Guru Penjas SMPN 4 Kupang
No Guru Penjaskes Hasil Keterangan
1.








2.








3. Subraja Alang, A. Md








Sebabung, Spd








Eryh Ley Lena, S. Pd a. Pendekatan modifikasi alternatif = 25 %
b. Materi belajar modifikasi dari materi kurikulum = 25 %
c. Penggunaan fasilitas = 15 %



a. Pendekatan modifikasi sebagai alternatif = 20 %
b. Materi belajar modifikasi dari materi kurikulum = 25 %
c. Penggunaan fasilitas = 15 %



a. Pendekatan modifikasi alternatif = 20 %
b. Materi belajar modifikasi dan materi kurikulum = 25 %
c. Penggunaan fasilitas = 15 %



Hasil yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut :
 Waktu yang digunakan siswa untuk belajar dan berlatih menunjukkan siswa sangat aktif melakukan gerakan.
 Waktu yang digunakan siswa untuk mendengarkan penjelasan atau informasi oleh guru cukup efektif karna guru tidak terlalu banyak bicara namun instruksi pada saat siswa melakukan latihan.
 Siswa melakukan aktivitas yang relevan dengan kegiatan pembelajaran sebebas mungkin, seperti melakukan kegiatan gerak dan guru selalu memperhatikan keseluruhan kegiatan atau latihan.
 Guru selalu menggunakan pendekatan modifikasi sebagai Alternatif.
 Ukuran lapangan : ukuran lapangan disesuaikan dengan lapangan sekolah. Dimana lapangan volley berhadapan dengan ruang kelas dengan harapan menghindari kerusakan.
 Waktu bermain : waktu bermain diatur sedemikian mungkin sehingga anak-anak atau siswa dapat bermain secara efektif.
 Peralatan yang digunakan guru selalu memodifikasinya berdasarkan kebutuhan siswa. Dimana bola plastik digunakan untuk bermain bola volley dan tongkat estafet disiapkan dari bambu dan kayu yang telah dicat berwarna– warni.
 Aturan bermain : aturan bermain dibuat agar menarik, dari yang mudah, sedang ke sukar. Tidak mengikuti aturan secara internasional dengan tujuan tidak terikat dalam bermain dan juga selalu membedakan antara pria dan wanita.
Namun modifikasi ini dilanjuti dengan kaidah permainan yang sesungguhnya, agar siswa tidak bergantung pada modifikasi.
Namun modifikasi tersebut untuk menyenangkan kecakapan jasmani dan penggayaan gerak, juga diharapkan anak lebih enjoy dan happy dalam bergerak. Selain itu partisipasi anak terhadap proses pembelajaran penjas orkes meningkat.
Disamping itu juga partisipasi anak meningkat, maka kekayaan gerak dan kesenangan jasmani anak juga meningkat.
Proses penjas orkes dapat berjalan dengan baik di SMPN 4 Kupang karna selalu mengacu pada rambu.

Gambar. 2
Kegiatan Yang Berdaur Berkelanjutan (Sumo Sassasmito, 1997)









c. Faktor – faktor pendukung dari masyarakat sekolah
Dari hasil observasi dan dukungan dokumen sekolah terungkap hubungan masyarakat sekolah dan instansi yang terkait banyak memberikan kontribusi terhadap SMPN 4 Kupang. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan dokumen sebagai berikut :
 Partisipasi sekolah dan orang tua murid terhadap kegiatan penjas orkes dalam bentuk ekstrakurikuler berjalan dengan baik selama ini. Kegiatan ekstrakurikuler meliputi cabang olahraga basket, volley, bola kaki, dan kegiatan kepramukaan yang melibatkan guru penjas.
 Kontribusi dari lingkungan sekitar sekolah ( kantor dinas kehutanan dan lain-lain ) berupa pengaduan kegiatan olah raga dalam rangka hari ulang tahun instansi tersebut yang mampu melibatkan SMPN 4 Kupang dan sekolah sekitarnya. Dari data dan dokumen yang ada membuktikan :
 SMPN 4 Kupang pernah menjuarai kejuaraan yang ada, baik Juara umum (Juara I yang berulangkali) bahkan Juara II dan III pun diperoleh
 Siswa SMPN 4 Kupang banyak memiliki bibit-bibit atlet cabang olahraga tertentu bahkan pernah mengikuti kejuaraan nasional dan internasional lewat olahraga Aravura Games (Australia – Indonesia ) di Ujung Pandang dan Australia.
 Sarana dan prasarana yang ada, di instansi terdekat biasa digunakan. Hal ini dapat dibuktikan seperti kegiatan sepak bola dan atletik kadangkala menggunakan lapangan Oepoi (GOR)

d. Umpan balik proses pembelajaran penjas orkes di SMPN 4 Kupang
Umpan balik tentang proses pembelajaran penjas orkes mempunyai tujuan antara lain :
 Untuk memperoleh informasi tentang proses dan hasil selalu disampaikan oleh guru dalam periode tertentu. Dari hasil penjelasan kepala sekolah diungkapkan : ” Informasi yang diberikan selama ini kami sebagai guru baik kepala sekolah, guru bidang studi yang diberikan seketika setelah tugas ajar selesai. Dan ada pula bentuk umpan balik lainnya yang disampaikan setelah selah beberapa waktu, misalnya dalam pertemuan berikutnya.
 Keterangan yang diungkapkan oleh guru penjas orkes, umpan balik disini adalah informasi itu dapat berupa hasil misalnya, siswa merasa senang dan tertarik mengikuti pembelajaran penjas orkes ”.
 Hasil umpan balik tersebut merupakan bagian dari upaya untuk memantapkan dan menstabilkan hasil belajar yang diberikan guru sehingga tujuan belajar (gerak) agar tercapai kebiasaan yang melekat dan bertahan lama setelah anak tidak berlatih lagi.
 Perlu pemahaman tentang konsep dasar penjas orkes yang diperoleh lewat pembelajaran sehingga tidak menganggap Penjas Orkes dan Olahraga dan Kesehatan memerlukan gerakan otot dan koordinasi seluruh anggota tubuh serta memerlukan koordinasi yang terkait dengan sistim syaraf. Juga ada unsur efektifitas dalam hal ini nilai-nilai sikap sosial.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari tahap pelaksanaan penelitian yang dilakukan, maka diperoleh beberapa kesimpulan yang dibagi atas kesimpulan tahap persiapan dan kesimpulan tahap pelaksanaan.
Kesimpulan tahap pelaksanaan meliputi : (1) kondisi kancah, (2) letak sekolah, (3) kondisi sarana prasarana pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan, (4) kontribusi sarana dan prasarana pengajaran penjas orkes.
1. Tahap persiapan
a. Dalam mengurus izin penelitian, peneliti tidak menemukan suatu hambatan yang berarti, ini menunjukkan FKIP PGRI memberikan respon yang positip terhadap penelitian yang dilaksanakan.
b. Selama berada dikancah, dalam mengumpulkan data peneliti tidak mengalami kendala yang cukup berarti, Dimana kepala sekolah dan dewan guru memberi respon yang baik sehingga masalah yang dihadapi peneliti dapat diatasi secara kekeluargaan.
2. Tahap pelasanaan
Dalam tahap pelaksanaan peneliti menemukan beberapa hal yang ada pada kancah sebagai berikut.
a. Kondisi kancah
1) Kepala sekolah, pola kepemimpinan yang telah dijalankan beberapa kepala sekolah terdahulu sampai dengan masa kepemimpinan kepala sekolah sekarang ( Dra. Siltje D. Ndolu ) dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin dan sekaligus sebagai pengelola. Proses belajar mengajar boleh dikatakan memiliki sikap keibuan, dimana hubungan kerja yang intim, lingkungan kerja yang membangkitkan kegairahan bekerja seperti memperhatikan kebutuhan guru dalam proses belajar mengajar ( Memenuhi semua sarana dan prasarana yang dibutuhkan ), selalu mengembangkan kemampuan bawahan dalam bentuk open manajemen dan memberi kesempatan kepada guru untuk melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi. Baik tingkat S-1 maupun S-2 serta mengikuti penataran tingkat daerah dan nasional.
2) Pemahaman kepala sekolah terhadap kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan sangat besar dan berbicara mengenai pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan banyak hal yang beliau ketahui sehingga kontribusi terhadap perkembangan pembelajaran penjas orkes sangat besar.
3) Guru, guru SMPN 4 Kupang merupakan guru yang berkelayakan mengajar pada jenjang / tingkat SLTP dimana guru yang berada dikancah memiliki SIM ( Surat Izin Mengajar ), Akta mengajar Empat, Jenjang S-1 untuk guru penjas masuk dalam kategori layak, seperti guru tetap ( Subraja Alang, Spd, Sebabung,Spd, Eryh Lelena,Spd).
Kerjasama antara kepala sekolah, guru, pegawai dan siswa, ketiga komponen yang berada di SMPN 4 Kupang menunjukkan kerjasama yang baik, sehingga proses kegiatan pembelajaran tercapai sesuai dengan tujuan, kenyataan ini dibuktikan lewat :
 Bakti sosial (mengunjungi panti asuhan )
 Kegiatan spiritual ( Natal bersama, halal bihalal, dan kegiatan keagamaan lainnya )
 Pertandingan antar kelas, baik olahraga maupun lomba keterampilan pengetahuan (ekstra kurikuler).
4) Siswa
Siswa-siswi SMPN 4 Kupang merupakan siswa-siswi yang berdomisili tidak jauh dari sekolah, bertempat tinggal di wilayah kota Kupang, siswa-siswi yang bersekolah di kancah adalah sebagian besar orang tua yang memiliki pekerjaan sebagai Pegawai Negeri 50 %, wiraswasta 45 % sedangkan sisanya 5 % adalah petani atau nelayan.
Kondisi tersebut dapat dikatakan sangat menunjang keberhasilan anak dalam menyelesaikan pendidikan.

b. Letak Sekolah
1) Pemukiman
Secara geografis kota Kupang terletak diantara 1007 sampai 10011 lintas selatan dan antara 123031’ sampai 123,38 bujur timur.Hal tersebut menunjukkan kota Kupang terletak di ujung barat pulau Timor.
Keadaan gergrafis tersebut sangat strategis dengan pusat pemerintahan. Dengan demikian perkembangan persekolahan yang ada dikota Kupang dari tahun ke tahun sangat meningkat sehingga SMPN 4 Kupang berada pada pusat pemerintahan kota madya atau dinas pendidikan kota dan kantor-kantor pemerintahan lainnya.

2) Transportasi
Untuk menunjang keberhasilan proses belajar mengajar salah satu penunjang baik dari guru, siswa, staf pegawai agar tepat pada waktunya dalam melaksanakan tugas sangat ditunjang dengan transportasi. Kenyataan yang ada guru-guru, siswa-siswi dan staf pegawai yang berdomisili jauh dari sekolah selalu menggunakan transportasi roda empat (bemo) dan menggunakan kendaraan pribadi (kendaraan roda empat, roda dua / sepeda motor ).
Kendaraan tersebut melewati lokasi kancah, sehingga kondisi kancah sangat menunjang kegiatan belajar mengajar.
3) Kondisi sarana prasarana penjas orkes
Sarana prasarana penjas orkes yang ada di SMPN 4 Kupang sangat berperan penting dan mendapat perhatian dari beberapa pihak antara lain :
 Pemerintah, sarana dan prasarana penjas orkes selama ini mendapat dukungan dari pemerintah pusat maupun daerah. Dengan dibuktikan berupa uang dan alat.
 Kepala Sekolah, selalu mengupayakan dengan berbagai cara untuk memperoleh dana, pembelian dan pemeliharaan alat.
 Guru penjas orkes selalu berusaha untuk menambah alat yang kurang dengan menyediakan secara pribadi atau modifikasi alat.
 Siswa, siswa SMPN 4 Kupang dalam kegiatan belajar mengajar sangat mematuhi aturan sekolah dengan berpakaian seragam sekolah, pakaian olahraga, juga membantu membawa alat-alat olahraga untuk kegiatan pembelajaran penjas orkes seperti bola plastic, raket, bola basket, bola volley, bola pingpong, dan lain-lain sesuai kebutuhan.
 Sarana dan prasarana penjas orkes dari data table (tabel) membuktikan cukup memadai suatu kegiatan pendidikan jasmani dan olahraga.
4) Kontribusi sarana dan prasarana penjas orkes
 Temuan
Guru-guru penjas dalam pembelajaran siswa telah memiliki konsep dasar penjas sehingga dalam pembelajaran siswa selalu mengacu kepada rambu-rambu sebagai berikut:
 Menguasai kurikulum
 Menguasai materi
 Membuat rencana pengajaran (RP)
 Membuat satuan pengajaran (SP)
 Pelaksanaan penjas orkes berdasarkan hasil survey menunjukkan guru penjas orkes dikancah implikasinya berpatokan pada :
 Tujuan, dirumuskan dalam istilah realisasi kompetensi gerak dan identitas pribadi (siswa)
 Isi, yang dijabarkan atau membelajarkan dan konsep gerak.
 Metodologi, yang diajarkan berorientasi pada individualitas dan diskoveri tertentu.
 Evaluasi, orientasi pada proses untuk mencapai hasil.
 Orientasi guru dalam pembelajaran anak tertuju pada pembelajaran humanistik namun tidak lepas dari kaidah behaviora (dipaksa)
 Partisipasi guru penjas orkes dikancah sangat berperan dalam menumpang kegiatan ekstrakurikuler dan membantu kegiatan keolahragaan diluar sekolah.
 Masyarakat, masyarakat sekolah sangat memberi perhatian terhadap perkembangan sekolah. Dalam hal ini menunjang proses belajar mengajar penjas orkes dan membantu dalam bentuk sumbangan berupa uang (BP3 / Komite Sekolah) dalam pembelian alat-alat olahraga.
 Hambatan
Hambatan-hambatan yang ada dikancah bukan merupakan kendala yang berarti, dimana hambatan tersebut hanya merupakan hambatan kecil antara lain :
 Letak lapangan olahraga berdekatan dengan ruang belajar mengajar
 Letak lapangan bola volley bergabung dengan lapangan bola basket, juga bak batu lompat berdekatan dengan lapangan tolak peluru
 Penggunaan lapangan sepak bola dan atletik tempat proses kegiatan diluar sekolah
 Materi pilihan seperti sepak takraw, bulu tangkis, dan lain-lain belum dapat berjalan.
 Faktor pendukung dan umpan balik
Keberhasilan penjas orkes sangat ditunjang oleh komponen-komponen sekolah (guru,siswa dan pegawai) juga masyarakat sekolah. Selain itu pendukung diluar sekolah adalah masyarakat.
Kondisi tersebut sangat menunjang kompetensi pengajaran di kancah. Sehingga merupakan jantung keberhasilan pembelajaran penjas orkes.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka ada beberapa hal yang perlu disarankan berkaitan dengan proses pembelajaran siswa SMPN 4 Kupang yaitu :
a. Dengan adanya perubahan kurikulum 1994 mata pelajaran pendidikan olahraga menjadi penjaskes, maka konsep dan tujuan pembelajaran perlu mendapat perhatian yangbermutu agar penjas orkes berlanjut ke tingkat olahraga sehingga mencapai manusia Indonesia seutuhnya.
b. Meningkatkan pembelajaran siswa menekankan pada pendekatan humanistic maka guru harus memodifikasi materi yang diajarkan sesuai dengan konsep penjas orkes agar interaksi antara guru dan murid berjalan dengan baik.
c. Sarana dan prasarana yang ada perlu mendapat tambahan dalam bentuk :
1) Dana
2) Penyimpanan sesuai dengan tempatnya
3) Modifikasi alat dari bahan-bahan yang murah
d. Komite sekolah (BP3) tetap memberikan perhatian bagi perkembangan penjas orkes dalam bentuk modifikasi terhadap anak didik.
e. Kegiatan intrakurikuler perlu dilanjuti secara intensif menuju kegiatan ekstrakurikuler
f. Untuk kegiatan pembelajaran atletik, permainan sepak bola atau olahraga lainnya perlu diatur waktunya sebaik mungkin sehingga tidak mengganggu proses belajar mengajar (PBM).
g. Pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan kota dan instansi terkait perlu memberi sumbangan berupa alat-alat olahraga.
h. Agar hasil yang diperoleh melalui penelitian ini dapat bermanfaat bernilai ganda maka perlu dilakukan penelitian yang dapat mengikutsertakan guru-guru penjas, dosen, mahasiswa yang lebih luas lagi mengetahui betapa peran pentingnya sarana dan prasarana dalam menunjang proses belajar mengajar disekolah.



DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Arman dan Mandji Agus, 1994. Dasar-dasar Pendidikan Jasmani. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud.
Amtiran.M.T. 2000, Menyusun Rencana Penelitian, PT. Gravindo Persada, Jakarta.
Arikunto S. 1996. Prosedur Penelitian, PT. Rineka Jakarta. 1989. Pengelolaan Materiil, Penerbit Prima Karya Jakarta
Syarifudin, 1997. Pokok-Pokok Pengembangan Program Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Surgo Subroto B, 1994, Dasar-dasar Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Sudjana Nana dan Wureg Laksamana, 1991, Menyusun Karya Tulis Ilmiah, Penerbit Sinar Baru Bandung
Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei.
Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Jakarta.
Ratal W, 1984, Supervisi Pendidikan Olahraga, UI Pers Jakarta.
Purwa Darminta, 1998, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Depdikbud Jakarta
Mauricio Clerici, 1977/1988, International Olimpic Commite Olimpic Solidarity (Fasilitas Olahraga,Masalah-masalah Perencanaan Olimpic Solidarity / IOC)
Narbuko Cholid dan Achmadi Abu, 1999, Metodologi Penelitian Penerbit PT Bumi Aksara Jakarta.
H.J.S. Husdarta dan Abdul Gafur, 2009. Manajemen Pendidikan Jasmani. Alfabeta, Bandung.


LAMPIRAN

Gambar 1. Wawancara dengan Kepala Sekolah


Gambar 2. Wawancara dengan Guru Penjas Orkes

Gambar 3. Wawancara dengan siswa

Gambar 4. Papan Nama SMPN 4 Kupang
ABSTRAK

BONEFASIUS B. BOLI, TINJAUAN TENTANG PENGGUNAAN SARANA DAN PRASARANA DALAM PEMBELAJARAN PENJAS ORKES DI SMP NEGERI 4 KUPANG, DIBAWAH BIMBINGAN Drs. LAMBERTUS A. TUKAN, MM, SELAKU PEMBIMBING I DAN AYUB FUFU, Spd SELAKU PEMBIMBING II

Sarana prasarana dalam pembelajaran penjas orkes dimaksudkan untuk mengetahui pemakaian sarana prasarana yang memungkinkan siswa sesuai dengan kebutuhan dan pembelajaran.
Untuk mengetahui bagaimana mengupayakan usaha yang dilakukan dalam pembelajaran penjas orkes siswa dengan sarana dan prasarana yang ada.
Sarana prasarana yang digunakan menyimpulkan mengenai aktifitas siswa dalam pembelajaran penjas orkes. Ini bertujuan untuk mengetahui aktifitas siswa dan sarana yang digunakan guru dalam proses pembelajaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemakaian sarana prasarana dan pemahaman guru terhadap modifikasi sarana prasarana dan usaha guru dalam pembelajaran siswa sarana prasarana sesuai ketentuan.
Manfaat penelitian ini adalah bagi penulis, penelitian mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di perguruan tinggi bagi SMP Negeri 4 Kupang sebagai bahan koreksi untuk pembenahan sarana prasarana pembelajaran penjas orkes kedepan, dan sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang ingin mengadakan penelitian lanjutan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, metode kuesioner, dokumentasi dan teknik analisis data adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif naturalistik yakni menjelaskan data-data yang diperoleh dari SMP Negeri 4 Kupang.
Analisis data menunjukkan bahwa hasil penelitian ini adalah peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa guru penjas orkes SMP Negeri 4 Kupang memiliki suatu kebijakan untuk mempertahankan proses pembelajaran penjas orkes dalam bentuk memodifikasi alat untuk melengkapi sarana prasarana sesuai dengan ketentuan.

TINJAUAN TENTANG PENGGUNAAN SARANA
DAN PRASARANA DALAM PEMBELAJARAN PENJAS ORKES
DI SMP NEGERI 4 KUPANG

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana







OLEH
BONEFASIUS B. BOLI
NIM : 06 10223647

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI
KUPANG
2010
LEMBARAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui oleh Dosen Pembimbing I dan II untuk dipertanggung jawabkan di depan Dewan penguji pada Hari / Tanggal: ………………/ ……………

Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II


Drs. Lambertus A. Tukan, MM Ayub Fufu, S. Pd


Mengetahui
Ketua Program Studi PJKR
Universitas PGRI NTT


Drs Oktovianus Fufu, M.pd.







PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk yang tercinta :
1. Almamater tercinta Universitas PGRI Kupang
2. Ayahanda Gabriel M, dan Ibunda Theresia B. Doni. Serta kakak / adik yang tercinta (Kakak Kasmirus N. Lelu, Kris, Mery, Rina )
3. Untuk kakak / adik dan sahabat yakni ( agnes, Martin, Ati, Yohana, Yanus, Yopi, Yanto, Martin, Fely, Marlin, Maryo, Miki Helan dan Stefen Helan).

Terima kasih sebagai tanda balas jasa terhadap pengorbanan dan perhatian selama ini demi kebahagiannku.














KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kupanjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karma atas kasih dan perlindungannya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.
Bantuan dari berbagai pihak yang iklas baik pikiran maupun materi sangatlah membantu penulis sejak perkuliahan maupun dalam proses penyelesaiaan karya tulis ini.
1. Bapak Drs. Oktovianus Fufu, M.pd sebagai ketua Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi yang telah membimbing, menasihati dan memberikan petunjuk selama penulis di bangku kuliah.
2. Bapak Drs. Oktovianus Fufu, M.pd, sebagai Dosen Wali yang telah memberikan perhatian, bimbingan nasehat selama penulis di bangku kuliah.
3. Bapak Drs. Lambertus A. Tukan, Mm sebagai dosen Pembimbing I dan Bapak Ayub Fufu, Spd sebagai Pembimbing II yang telah tabah penuh perhatian membimbing dan memberikan petunjuk sejak awal penelitian.
4. Bapak Camat Oebobo yang mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 4 Kupang
5. Bapak Lurah Airnona yang mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMPN 4 Kupang.
6. Ibu Kepala Sekolah SMPN 4 Kupang yang mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMPN 4 Kupang
7. Bapak / Mama dan saudara / saudari kandung yang telah memberikan dukungan dalam doa demi keberhasilan penulis
8. Rekan dan semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan moril maupun material sehingga penyelesaian penulisan skripsi ini, untuk itu usul, saran dan kritik dari berbagai pihak akan diterima oleh penulis dengan lapang dada demi perbaikan dan penyempurnaan penulisan ini.






Kupang, Juli 2010


Penulis




RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Penulis
Nama lengkap : Bonefasius B. Boli
Nama panggilan : Bone Hellan
Tempat Tanggal Lahir : Adonara, 03 Februari 1986
Agama : Katolik
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jln. Rambutan No. 15
Suku bangsa : Indonesia
Hoby : Olahraga
Nama Ayah : Gabriel M
Nama Ibu : Theresia B. Doni
Anak ke : ke 6 dari 6 bersaudara

B. Pendidikan
No Jenjang Pendidikan Tahun Masuk Tahun Tamat Tempat Keterangan
1.
2.
3.
4. SDK Leter
SMP Lembah Seburi
SMUN I Adonara Barat
UNIVERSITAS PGRI 1994
2000
2003
2006 2000
2003
2006
- Adonara, Flotim
Adonara, Flotim
Adonara, Flotim
Kupang Berijazah
Berijazah
Berijazah
Belum berijazah





.















DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN JUDUL i
LEMBARAN PERSETUJUAN ii
LEMBARAN PENGESAHAN iii
MOTTO iv
KATA PENGANTAR v
PERSEMBAHAN vii
RIWAYAT HIDUP viii
ABSTRAK ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Identifikasi Masalah 5
C. Rumusan Masalah 5
D. Tujuan dan Kegunaan 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
A. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan 7
B. Sarana dan Prasarana Pembelajaran 8
C. Pembelajaran Penjas Orkes 12
BAB III METODE PENELITIAN 14
A. Tempat dan Waktu Penelitian 14
B. Peran Peneliti dan Informan Penelitian 14
C. Jenis Data 15
D. Teknik Pengumpulan Data 15
E. Teknik Analisisi Data 16
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN 18
A. Tahap Persiapan 18
B. Tahap Pelaksanaan 19
BAB V PENUTUP 46
A. Kesimpulan 46
B. Saran 52
DAFTAR PUSTAKA 54
LAMPIRAN












DAFTAR TABEL

Hal
Tabel. 1 Data Kepala Sekolah 20
Tabel. 2 Data Daftar Nama-Nama Guru Tahun 2010 20
Tabel. 3 Data Guru-Guru Penjas Orkes 26
Tabel 4. Rekapitulasi Murid SMP N 4 Kupang 28
Tabel. 5 Kondisi Sarana Prasarana Penjas Orkes 32
Tabel. 6. Instrumen Guru Penjas 40
Tabel. 7 Instrumen Guru Penjas SMP N 4 Kupang 41

SKRIPSI PERDA TENTANG DESA

SYARAT-SYARAT DAN PROSEDUR PEMILIHAN KEPALA DESA
DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI ASLI MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2004 DI DESA BUKIT SABURI II
KECAMATAN ADONARA BARAT
KABUPATEN FLORES TIMUR


A. Latar Belakang
Dalam sistem pemerintahan Indonesia khususnya pemerintahan desa di wilayah NKRI, UUD 1945 (pasal 18) di jadikan sebagai landasan konstitusional, ketentuan pasal 18 UUD 1945 telah diamandemenkan dalam sidang tahunan MPR RI 2000. Namun UU No, 32 Tahun 2004 di tetapkan dengan landasan konstitusionalnya. Pasal 18 UUD 1945 yang belum amandemenkan
Pasal 18 UUD 1945 menentukan pembagian daerah Indoensia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemeritahannya di tetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyarakatan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah – daerah yang bersifat istimewa.
Selanjutnya penjelasan dalam pasal 18 undang-undang dasar 1945 secara eksplisit di jelaskan sebagai berikut:
1. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu echcidsstaat, maka indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat taat juga
Daerah indonesia akan di bagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan di bagi pula dalam daerah yang lebih kecil di daerah-daerah yang bersifat otonomi.
(Streek dan locak rachtsgemens happen) atau bersifat daerah administrasi telah semuanya menurut aturan yang di tetapkan dengan undang-undang
Di daerah yang bersifat otonomi akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerahnya pemerintah akan menyediakan atas dasar permusyawatan.
2. Dalam teritorial negara indonesia terdapat  150 self besturande landsic happen dan vok sge mansc happen, seperti di palembang desa jawa dan Bali. Negeri di Minangkabau, daerah-daerah itu mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.
Negara Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dalam segala aturan daerah mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal – usul daerah tersebut.

Dalam ketentuan pasal 18 UUD 1945 dan penjelasannya tersebut di tulis beberapa hal sebagai beirkut:
1. Daerah indonesia akan di bagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan di bagi pula dalam daerah-daerah yang lebih kecil
2. Daerah-daerah yang bersifat otonomi (streek dan locale rochtge menashappen) atau bersifat daerah administratif belaka semuanya menurut aturan yang akan di tetapkan dengan undang-undang
3. Di daerah-daerah yang bersifat otonomi akan di adakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerah pun akan menyediakan atas dasar permusya waratan.
Sesuai kehendak pasal 18 UUD 1945 dan penjelasan nya telah di berlakukan beberapa undang-undang tentang pemerintahan daerah dan yang kini diberlakukan UU RI No. 22 tahun 1899 tentang pemerintahan daerah. UU RI No. 22 Tahun 1999 pada Pasal 95 ayat (1) menentukan bahwa pemerintah desa terdiri atas kepala desa atau di sebut dengan nama lain atau perangkat desa dan bahwa undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketata negaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga di revisi dengan undang-undang No. 52 tahun 2005 tentang pemerintahan daerah.
Pasal UU RT I No. 32 Tahun 2004 pada pasal 205
Ayat 1 Pemerintahan desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa
Ayat 2 Perangkat desa terdiri ddari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya
Pasal 3 Sekretaris desa sebagaimana di maksud pada ayat (2) di isi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
Bahwa pada pasal 203 ayat (1) kepala desa sebagai mana di maksud dalam pasal 202 ayat (1). Bahwa kepala desa di pilih langsung oleh dari penduduk desa Warga Negara Repulbik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata carah pemilihannya di atur dengan perda yang berpedoman kepada peraturan pemerintah.
Ayat (2) bahwa calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa sebagai mana dimaksud pada ayat (1) di tetapkan sebagai kepala desa. Ayat (3) pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masi hidup dan yang diakui keberadaannya, berlaku ketentuan hukum adat setempat yang di tetapkan dalam perda dengan pedoman pada peraturan pemerintah.
Sebagai konsekunesi dari pasal 18 UUD 1945 di atas maka jelaslah bahwa merupakan wilayah yang paling kecil dari kesatuan Negara RI yang di tempati oleh sejumlah penduduk sebagai bagian dari kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi. Pemerintah terendah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri di bawah camat.
Dari ketentuan yang di atur dalam undang-undang No, 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah di mana di katakan bahwa pengaturan tentang pemerintahan desa di tetapkan dalam Bab XI yang mengatur tentang desa, sehingga di pandang perluh adanya pengaturan bentuk dan susunan pemerintahan desa yang dapat memberikan arah perkembangan dan kemauan masyarakat yang berasaskan pada pedoman pancasila sebagai mana di maksud dalam UUD 1945
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 pada pasal 1 ayat (12) bahwa desa atau yang di sebut dengan nama lain, selanjutnya di sebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat – istiadat setempat yang di akui dalam sistim pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Di samping itu, kepentingan pasal (1) tersebut, juga memberi kewenangan kepada desa untuk menyesuaikan istilah desa dengan kondisi sosial budaya setempat.
Demikian halnya juga dengan peraturan tentang pemerintahan Desa, di mana undang-undang menghendaki di bentuknya Badan Perwakilan Desa (BPD), sebagai lembaga legislatif. Bahwa (BPD sebagai, penampung penyalur aspirasi masyarakat dan melakukan pengawasan terhadap pemerintah desa dala menyelenggarakan pemerintahan desa, selain itu di mungkinkan juga di bentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan desa. Sebagai, mitra pemerintahan desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa.
Jadi pemerintah desa perlu di perkuat dan mendapat perhatian sebagai mana ditegaskan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1996 tentang GBHN sebagai berikut:
Usaha memperkuat dan memajukan pemerintahan desa perlu di lanjutkan dan lebih dikembangkan sehingga makin mampu melayani dan mengayomi masyarakat, menggerakan dan partisipasi rakyat dalam pembangunan serta menyelenggarakan fungsi pemerintah desa secara keseluruhan, efisien dan efektif (ketetapan MPR /1996 tentang GBHN, hal 126)
Pembangunan desa sebagai bagian integral daro pembangunan nasional yang mempunyai arti yang strategis, karena desa secara keseluruhan merupakan basis akan landasan ketahanan nasional bagi seluruh wilayah NKRI.
Berbicara tentang masalah desa maka harus melihat kedudukan dan peranan pembangunan desa, dalam hal ini kepala desa menjadi penentu keberhasilan program pembangunan yang telah direncanakan, maka perlu di ciptakan perangkat pemerintahan desa yang berkemampuan cukup, berwibawa dan di sertai dengan suatu tata administrasi yang baik dan memenuhi tuntutan zaman.
Mengingat fugnsi aparat pemerintah desa dalam pembangunan adalah sangat menentukan, sehingga seorang calon kepala desa terpilih seharusnya berdasarkan ketentuan-ketentuan yang di atur dalam undang-undang No. 32 Tahun 2004, tentang pemerintahan daerah yakni berdasarkan syarat – syarat pemilihan kepala desa yang tertuang dalam pasal 203 UU No. 32 Tahun 2004. Ketentuan tersebut menentukan syarat – syarat pemilihan kepala – kepala desa Negara Republik Indonesia dengan syarat – syarat:
a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Setia dan taat kepada pancasila dan UUD 1945
c. Tidak pernah terlibat dalam kegiatan yang mengkianati pancasila dan UUD 1945 G-30-S / PKI dan atau kegiatan organisasi terlarang lainnya.
d. Berpendidikan sekurang-kurangnya SMA atau berpengetahuan yang sederajat
e. Umur sekurang-kurangnya 25 – 30 Tahun
f. Tidak di cabut hak pilihannya berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekutanhukum tetap
g. Bersedia di calonkan menjadi kepala desa dan memenuhi syarat-syarat lain yang sesuai dengan adat – istiadat yang diatur dalam peraturan daerah.
Adapun prosedur pemilihan kepala desa yang tercantum dalam pasal 1 ayat (12) Bahwa desa atau di sebut dengan nama lain dan perangkat desa.
Pasal 202 ayat (1) bahwa kepala desa di pilih langsung oleh dari penduduk desa warga negara indonesia.
Bahwa pemilihan kepala desa harus bersifat langsung, umum bebas, rahasia juur dan adil. Pelaksanaan demokrasi pancasila harus di jaga dan di jamin. Pemilihan kepala desa di nyatakan sah apabila jumlah yang hadir untuk mempergunakan hak pilihnya sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah eluruh pemilihi yang telah di sahkan bila jumlah pemilih yang hadir untuk menggunakan hak pilihnya kurang dari 2/3 (dua pertiga) maka pemilihan kepala desa di nyatakan batal, dan selambat-lambatnya 3 (tiga hari) setelah pembatalan panitia dalam pemilihan mengadakan pemilihan ulang.
Apabila dalam pemilihan ulang yang hadir kurang dari ½ (seperdua) dari jumlah pemilih, maka di tunjuk langsung oleh, Bupati, maka calon kepala desa di nyatakan terpilih calon yang mendapat suara terbanyak sekurang-kurangnya 1/5 jumlah suara yang masuk. Bila calon yang mendapat suara terbanyak dalam jumlah yang sama maka di adakan pemilihan ulang hanya untuk calon yang mendapat suara yang sama.
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 pada pasal 204 di nyatakan bahwa masa jabatan kepala desa adalah (6 tahun) dan dapat di pilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya:
Pasal 205 ayat (1) kepala desa terpilih dan di lantik oleh Bupati / walikota paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pemilihan
(2) Sebelum memangka jabatannya kepala desa mengucapkan sumpah janji
Dengan demikian maka seorang calon, terpilih kepala desa di samping memenuhi persyaratan akseptibilitas juga harus memenuhi persyaratan kapabilitas.
Untuk mengetahui syarat-syarat dan prosedur pemilihan kepala desa dalam rangka pelaksanaan otonomi asli menurut undang-undang No. 32 tahun 2004, maka dalam kaitan degan hal ini penulis akan mengadakan penelitian terhadap kesenjangan dan syarat-syarat prosedur pemilihan kepala desa yang di atur dalam undang-undang No. 32 Tahun 2004 dengan kenyataan yang ada selama ini berlaku pada masyarakat Desa Bukit Saburi II Kecamatan Adonara Barat Kabupaten Flores Timur.
Joko Siswanto dalam administrasi pemerintahan Desa menguraikan pelaksanaan pemilihan sebagai berikut: setelah tugas-tugas awal di selesaikan oleh panitia dan telah menentukan tempat dan hari pemilihan, 7 hari sebelum pemilihan di laksanakan panitia pencalonan dan pelaksana pemilihan, memberitahukan kepada penduduk desa yang berhak memilih dan mengadakan pengamanan di tempat terbuka tentang di adakannya pemilihan kepala desa.
(Joko Siswanto, 1982 : 21)
Dan pemilihan tersebut harus bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan dijamin, agar pemilihan kepala desa berjalan dengan baik dan dinyatakan sah apa bila jumlah yang hadir untuk menggunakan hak pilihnya sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah seluruh pemilihh telah di sahkan.
(A.W. Widjaja 1993:36-6) apa bila calon kepala desa hanya 1 (satu) calon tunggal, calon tersebut baru dinyatakan terpilih apabila mendapat dukungan suara sekurang-kurangnya ½ (setengah) di tambah satu dari jumlah suara masuk (1.2 +1). Meskipun calon tunggal harus diadakan pemungutan suara caranya dengan menyediakan 2 (dua) kotak suara dan gambar yang berbeda-beda masing-masing untuk suara yang mendukung atau tidak mendukung.
Setelah pemungutan suara berakhir hari itu juga dilakukan perhitungan suara secara terbuka di saksikan calon kepala desa panitia pengawas, pantia peneliti dan penguji. Akhirnya setelah selesai pelaksanaan peilihan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari tanggal pelaksanaan pemilihan, segera mengajukan Berita Acara dan laporan pelaksanaan serta pertanggung jawaban biaya pemilihan kepala Bupati. Karena kenyataan bahwa pada kepemimpinan Kepala Desa Bukit Seburi II berdasarkan pada suatu kebiasaan, adat – istiadat yang sudah merupakan pemahaman yang baru, maka kembalilah kepada UU No. 32 Tahun 2004 yang mengakui akan kebiasaan yang selama ini tumbuh dan berkembang karena di lihat bahwa desa merupakan otonomi asli.
Sesuai syarat-syarat dan prosedur formal semuanya itu di akui namun syarat dan prosedur formal masih adanya kontradisi dengan ketentuan – ketentuan lain yang berkembang di dalam masyarakat khususnya pada masyarakat Desa Bukit Seburi II Kecamatan Adonara Barat Kabupaten Flores Timur.
Antara harapan dan kenyataan bahwa yang diharapkan oleh pemerintah dengan hadirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan desa dan pada bab XI yang mengatur tentang desa dapatlah di jalankan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa adalah benar-benar merupakan otonomi asli yang sesuai dengan perkembangan masyarakat khususnya pada masyarakat desa Bukit Seburi II.
Dengan hal yang telah diuraikan di atas mendorong penulis untuk mengadakan penelitian tentang:
Syarat-syarat dan prosedur pemilihan kepala desa dalam rangka pelaksanaan otonomi asli menurut undang-undang No. 32 tahun 2004

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah pokok dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah syarat-syarat dan prosedur pemilihan kepala desa yang di atur dalam undang-undang No. 32 Tahun 2004 dapat mendukung pelaksanaan otonomi Asli?
2. Apakah pengaturan tentang syarat-syarat dan prosedur pemilihan Kepala Desa dalam UU No. 32 tahun 2004 sesuai dengan kebiasaan yang di praktekan dalam pemerintahan desa (Asli / Tradisional di Bukit Seburi II)?

C. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan
 Untuk mengetahui apakah syarat-syarat dan prosedur pemilihan kepala desa yang di atur dalam undang-undang No. 32 tahun 2004 dapat mewujudkan pelaksanaan otonomi Asli
 Untuk mengetahui apakah syarat-syarat dan prosedur pemilihan kepala desa yang di atur dalam undang-undang No. 32 tahun 2004 sesuai dengan kebiasaan adat istiadat dan tradisi masyarakat desa bukit seburi II
2. Kegunaan
 Kepentingan praktis: memberikan input bagi pemerintah dalam pelaksanaan UU No. 32 tahun 2004 khususnya pemerintah desa: di Desa Bukit Seburi II
 Kepentingan teoritis : memberikan kontribusi untuk memperluas dan mengembangkan pengetahuan dalam bidang hukum pemerintahan daerah khususnya hukum pemerintah desa.

D. Tinjauan Pustaka
Bahwa kajian utama dalam penulisan ini di titik beratkan pada kesiapan aparatur pemerintahan desa dalam melaksanakan otonominya. Dengan berkakhirnya resim kekuasaan orde baru telah membawa perubahan dalam sistem penyelenggaraan kekuasaan negara. Sentralisasi kewenangan yang di wujudkan melalui pola dekosentrasi (pembantuan) kemudian di nilai sebagai pola dekonsentrasi (pembantuan) kemudian di nilai sebagai model politik dan pemerintahan yang sangat otoriter, yang pada akhirnya di cela dan di kritik oleh segenap komponen bangsa sebagai ketimbangan penyelenggaraan kekuasaan negara
Tuntutan perubahan atas ketimpangan yang ada di wuudkandengan tuntutan peninjauan kembali serta perubahan undang-undang pemerintahan di daerah nomor 5 tahun 1974 dengan lebih menekankan pelaksanaan asas desentralisasi, kesadaran akan kesalahan – kesalahan masa lampau telah menggerakan para anggota MPR RI memerintahkan pelaksanaan suatu agenda yang di kenal dengan otonomi daerah yang pada hakekatnya adalah salah satu semangat jaman dengan menjadikannya sebagai salah satu agenda reorganisasi negara kesatuan Republik Indonesia.
Kornelis Lay dalam Yando Zataria, dkk, 2001:5-8 sebagai wujud nyatanya, hal ini terlihat dalam pelaksanaan sidang istimewa MPR tahun 1998 dengan menghasilkan Tap MPR No. XV/MPR/1998 yang mengatur tentang penyelenggaraan otonomi daerah.
Menurut ketetapan ini, daerah yang di beri kewenangan yang luas dan bertanggung jawab di daerah proporsional yang di wujudkan pengaturan, pembagian, pemanfatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Di samping itu juga penyelenggaraan otonomi daerah juga di laksanakan dengan prinsip – prinsip demokrasi dan memperhatikan kewenangan daerah.
Berdasarkan perubahan – perubahan di atas, maka dalam sidang MPR tahun sidang 1998/1999, lebih menguatamakan pembentukan Undang-undang yang di amanatkan oleh sidang istimewa MPR, yaitu penyusunan materi undang-undang politik termasuk Tap MPR Nol XV/MPR/1998 tentang pengeluaran otonomi dareah, pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (pengaturan desa dan kelurahan, 2000:46)
Tap MPR No. XV/MPR/1998 adalah dasar hukum pertama yang menetapkan prinsip-prinsip baru otonomi daerah. Ketentuan ini lebih lanjut melalui undang-undang nomor 2 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah di revisi dengan undang-undang No. 32 Tahun 2004 dengan menetapkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan daerah kota yang dalam undang-undang No, 5 tahun 1974 berkedudukan sebagai daerah kabupaten tingkat II dan Kotamadya tingkat II
Dalam Tap MPR No. XV/MPR/1998 dinyatakan bahwa:
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang harus nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional di wujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya, nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah
2. Penyelanggaraan otonomi daerah di laksanakan dengan prinsip – prinsip demokrasi dan memperhatikan keanekaragaman daerah
3. Pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional antara pusat dan daerah di laksanakan secara adil untuk kemakmuran masyarakat daerah dan bangsa secara keseluruhan
Asteng Sjafrudin menyatakan bahwa istilah otonomi mempunyai makna (Selfstandingheid), kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan
Sedangkan tugas pembantuan adalah tugas untuk membantu apabila di perlukan pelaksanaan perundang – undangan yang lebih tinggi (undang-undang dan peraturan pemerintah) – (Asteng Sjafrudin 1983:1)
Bagir Manan mengartikan otonomi sebagai kebebasan dan kemandirian (Vrijheid dan Selfstandingheid) satuan pemerintahan lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintahan. Urusan kemeperintahan yang di atur dan diurus secara bebas dan mandiri itu menjadi atau merupakan urusan rumah tangga lebih rendah tersebut kebebasan dan kemandirian, merupakan hakekat isi otonomi
Menurut Logeman, bahwa kekuasaan bertindak (Vrije bweng ing) di berikan kepada satuan – satuan kenegaraan yang pemerintah sendiri daerahnya yakni kekuasaan yang berdasarkan inisiatif sendiri yang dapat di pergunakan untuk menyelenggarakan kepentingan umum, maka pemerintahan yang demikian itulah yang disebut otonomi. Sedangkan (Van Vollenhoven) menyebutnya dengan istilah ”eigenmeenterschap” (menyebutnya dengan istilah eigenmeentershap” (Bagirmana 1994:2)
Dengan demikian otonomi daerah adalah kebebasan dan kemandirian pemerintah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan wewenang yang di serahkan oleh pemerintah pusat atau pemerintahan daerah di atasnya.
Dalam literatur pemerintahan di kenal tiga sistem otonomi yaitu:
1. Otonomi formal
Yaitu suatu sistem otonomi di mana yang diatur adalah kewenangan – kewenangan yang di pegang oleh pemerintah pusat
2. Otonomi matril
Yaitu merupakan kewenangan – kewenangan daerah otonomi yang di limpahkan eksplisit di sebutkan yaitu persatu dan di atur dalam undang-undang pembentukan daerah otonom
3. Otonomi riil
Yaitu merupakan kewenangan – kewenangan daerah otonomi yang di limpahkan oleh pemerintah pusat di sesuaikan dengan kemampuan nyata dari daerah tonomi yang bersangkutan (seperti SDM, pendapatan dareah regional bruto dll) jadi kewenangan daerah otonomi yan lainnya adalah titik sama.
Realisasi dari otonomi daerah seperti yang di atur dalam undang-undang No. 32 tahun 2004 adalah di titik beratkan pada daerah kabupaten dan daerah kota kabupaten dan kota mempunyai kebebasan dan kewenangan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat.
Maka sebagai persekutuan masyarakat hukum, desa atau nama sejenisnya yang tersebar di seluruh nusantara memiliki hak dan kewajiban untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri )otonomi) maka otonomi desa di maksud mendapat pengaruh dari corak asli yang melekat dari persekutuan hidup bersama.
E. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini di lakukan di Desa Bukit Seburi II Kecamatan Adonara Barat Kabupaten Flores Timur
2. Spesifikasi Penelitian
a. Penelitian ini tergolong dalam penelitian hukum normatik dan empirik. Penelitian yuridis normatik yaitu menelaah berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan, khususnya pemerintahan desa pada masa berlakunya undang-undang No. 32 tahun 2004
b. Pendekatan yuridis sosiologis yaitu peran adat istiadat kebiasaan dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa Bukit Seburi II menju otonomi Asli
3. Teknik pengumpulan data
a. Data primer yaitu data yang diperoleh dari respon dan melalui, wawancara dan pengamatan atau observasi
b. Data sekunder yaitu studi pustaka yakni mebaca literatur – literatur dan dokumen resmi lainnya yang berkaitan dengan judul penelitian ini.
4. Aspek-aspek yang akan di teliti
a. Apakah syarat-syarat pemilihan kepala desa menurut UU No. 32 Tahun 2004 dapat mendukung otonomi Asli
b. Apakah prosedur pemilihan kepala desa menurut UU No. 32 Tahun 2004 dapat mendukung otonomi Asli
5. Populasi, sampel dan responden
a. Populasi
Yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah perangkat desa, BPD, dan tokoh-tokoh masyarakat atau tokoh-tokoh adat di desa Bukit Seburi II
b. Teknik Sampling
Khusus untuk responden, teknikan sampel dengan cara menunjukan (purposive sampling)
c. Responden
Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah :
1. Perangkat desa : 8 orang
2. BPD : 7 orang
3. Tokoh-tokoh masyarakta atau tokoh adat : 15 orang
Jumlah : 30 orang
6. Teknik pengolahan dan analisis data
a. Pengolahan data
 Tahap Editing yaitu memilih kembali seluruh informasi yang telah di peroleh melalui jawaban daftar pertanyaan dan wawancara
 Tahap coding mengklasifikasikan jawaban dengan memberi kode tertentu sesuai dengan kebutuhan analisis
 Tahap tabulasi yaitu percetakan data secara sistematis dan konsisten dalam bentuk tabel
b. Analisa data
Data yang di peroleh selanjutnya di analisis secara deskriptif dengan menggunakan metode penafsiran sebagai instrumen analisis

F. Jadwal Penelitian
1. Tahapan persiapan
 Tahap persiapan : 5 hari
 Tahap pengumpulan data : 5 hari
 Tahap pengolahan data : 5 hari
 Penyusunan laporan : 10 hari
 Analisa data : 10 hari
 Konsultasi dan perbaikan : 20 hari
Jumlah : 55 hari
2. Biaya penelitian
 Biaya persiapan : Rp. 100.000
 Biaya pengadaan literatur : Rp. 250.000
 Biaya transportasi : Rp. 200.000
 Biaya pengetikan : Rp. 200.000
 Biaya penjilidan : Rp. 200.000
 Biaya lain – lain : Rp. 300.000
Jumlah : Rp. 1.250.000

DAFTAR PUSTAKA

Manan Bagir, 1993 Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945 (Rumusan dan Undang-undang Pelaksanaannya Kerawang)
Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2006 Tentang Tatacara Pemilihan dan Pemberhentian Kepala Desa
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2001 Tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa; Jakarta
Soemarjan, S 1991, Otonomi Desa (Adakah Itu) Departemen Dalam Negeri Jakarta
Undang-undang No. 32 Tahun














BAB IV
GAMBARAN UMUM DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. GAMABARAN UMUM DESA BUKIT SEBURI II
1. Sejarah Singkat Desa Bukit Seburi II
Dalam kaitan dengan sejarah desa Bukit Seburi II, wujud otonomi di gambarkan sebagai unsur utamanya.
 Keanekaragaman
Dilihat dari sejarah terbentuknya desa Bukit Seburi II dikatakan bahwa pada awalnya sekelompok orang datang dari sebuah bukit (rae Dani Bao lodo hao artinya mereka datang dari bukit ) karena terjadi bencana alam di tempat asal mereka samapi di suatu tempat dan lewat riitual adat diputuskan bahwa di tempat itulah mereka bermukim. Tempat itu di beri nama Rita Lama Waleng, sekarang diganti dengan nama Rita Wolo. Alasan mereka memeilih tempat itu untuk bermukim karena potensi wilayahnya sangat bagus, topografi alamnya sangat menjanjikan, karena layak untuk dijadikan areal bercocok tanam, maka untuk sahnya sebuah desa (secara adat) harus didirikan koko bale. Sebagai acara pendahuluan bagi pendirian koko bale tersebut, diadakan suatu upacara adat untuk memintah kekuatan pendukung dari Rera Wulan Tanah Ekan (Dia yang empunya alam ini). Setelah bermukim lama di tempat itu, mereka membagi daerah kekuasaan sebagi wujud persaudaraan antara mereka. Yang sulung mendiami wilayah barat (lali Rita Lamawalen) dan yang adik mendiami wilayah timur (heti Selan Buli Lolon Wai Lolon Lina) atau kampung Waihelan. Setelah bermukim lama, datanglah orang baru yang ingin mendiami wilayah kekuasaan Ritawolo dan Waihelan(Rita Lamawalen dan Selan Buli Lolon) maka mereka mendapat wilayah utara, dan konon diceritakan dengan membawah tanah sendiri dan diisi dalam keranjang anyaman daun kelapa. Kelompok pendatang baru ini disebut Lewo Leter Lolon Tanah Hala Lolon Melu (Kampung Leter). Bahwa dalam sebuah wilayah besar terdapat tiga kelompok suku yang ada dalam satu desa yang disebut desa Bukit Seburi. Ketika ada kebijakan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Flores Timur untuk memekarkan wilayah desa maka antara Ritawolo (Rita Lamawalen) dan Waihelan (Selan Buli Lolon Wai Lolon Lina) terpaksa harus dipindahkan karena letak geografisnya. Maka tinggallah Leter (Lewo Leter Lolon Girek Tanah Hala Lolon Melu) dan Waihelan (Selan Buli Lolon Wai Lolon Lina) menjadi satu desa defenitif (sekarang diberi nama desa Bukit Seburi II). Sebagai pengaruh desa gaya baru. Kata Bukit Seburi merupakan akar kata dari bukit dan subur. Akan tetapi akibat penajajahan Belanda maka Bukit Seburi diubah pelafalannya menjadi Bukit Seburi.
Pembagian tugas antar suku besar sebagai berikut:
1. Suku Nara Waihelan mendapat pembagian daerah timur (Liman Wanan) mempunyai fungsi di bidang adat yang dalam istilah Lamaholot Au Naran Bala, Sabok Lela Lusi (sebagai koordinator bidang adat juga berfungsi sebagai pencegah serta penjamin keamanan).
2. Suku Riang Wu'un mendapat pembagian daerah selatan dalam istilah Lamaholot Helan Wai Keru Baki berfungsi sebagai ata molan (Dukun adat dan kadang diklaim oleh masyarakat setempat sebagai suku suanggi karena mulutnya panas).
3. Suku Lusi Dei dan suku Tukan mendapat daerah barat dalam istilah Lamaholot Beliko Koli Belapak Tapo, Jaga Demon Rae Hau, Liko Kiwang Lali Gere berfungsi sebagai kepala perang, menjaga kerahmat Lewo Tanah Nuba Nara (menjaga kampung).
Suku Riang wu'un juga dijuluki sebagai suku kebelen (Mula Puken Ada Tawan) dan diakui juga sebagai Lewo Alate (pemilik atau penguasa kampung), dan memiliki kewajiban dan tanggung jawab menjaga dan memperhatikan kelangsungan hidup desa.
Disamping itu , dikenal juga badan permusyawaratan yang anggotanya adalah para kepala suku yang berdiam di desa itu. Meskipun badan itu tidak mempunyai bentuk dan struktur yang baku, namun diakui masyarakat sebagai wadah untuk membicarakan persoalan yang menyangkut kepentingan umum. Para kepala suku merupakan orang yang diperayakan utnuk bertindak atas nama suku yang diwakilinya. Menyadari tanggung jawab yang diembannya berkaitan erat dengan kehormatan, maka umunya mereka selalu bertindak hati-hati dan penuh perhitungan.
 Demo Kratisasi
Dalam upaya mewujudkan demokratisasi di Desa Bukit Seburi II dapat dilihat bahwa secara turun-temurun proses demokratisasi sudah dijalankan sejak dari nenek moyang akan tetapi model ayng diterapkan sudah semakin pudar ketika pemerintah secara penuh menginterfensinya dengan model yang lain, versi pemerintah.
Di Desa Bukit Seburi II pada awalnya proses pemilihan kepala desa, pembentukan BPD , dan perberlakuan peraturan desa sudah direalisasikan dan disesuaikan dengan unsur sosial budaya masyarakat.
Pemilihan kepala desa adalah pemilhan atau pemangkatan seorang tokoh adat yang diyakini mempunyai kekuasaan di dalam desa. Seseorang yang dapat dipilih adalah dia (tokoh adat) yang sangat mengetahui akan kondisi kemasyarakatan (sosial budaya) terlebih dalam hubungan akan pengetahuan di bidang adat-istiadat.
Yang berhak memilih kepala desa adalah suku-suku yang mempunyai kewenangan karena ada suku tertentu yang ada di desa tetapi bukan berasal dari wilayah kekuasaan desa tersebut (suku pendatang). Melalui delegasi suku seorang kepala desa dapat terpilih. Delegasi suku dimaksud mempunyai fungsi menyalurkan aspirasi dari masyarakat dan bersama kepala desa yang dipilih membuat perturan- peraturan (soto) dalam desa meskipun sebatas konsensus bersama.
Jadi wujud demokratisasi dalam perkembangannya sam-pai sekarang mengalammi pergeseran karena di satu sisi masyarakat diperhadapkan dengan peraturan daerah (PERDA) dan di lain sisi masyarakat masih menghendaki prosesnya disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat berdasarkan adat-istiadat setempat.

 Perberdayaan
Kelompok kerja (Gemohing) adalah pola pemberdayaan yang dikembangkan pada kebiasaan masyarakat lokal demi pelaksanaan pembangunan desa. Di Desa Bukit Seburi II, pada setiap kampung (Lewo) terdapat kelompok kerja yang disebut gemohing. Anggota gemohing berasal dari warga kapung (Lewo) atau dusun dan warga RT gemohing dusun merupakan kelompok kerja memperangotakan kepala keluarga dan atau tenaga kerja dalam dusun. Sedangkan gemohing RT anggotanya terdiri dari semua anggota RT atau tenaga kerja dalam RT tersebut. Fungsi dari gemohing adalah bekerja untuk membentu masyarakat seperti bekerja kebun (membersihkan kebun, tanam dan panen hasil kebun). Pelaksanaan kerja gemohing biasanya dilakukan secara bergilir dari satu anggopta ke anggota lainnya dan rutin untuk dilaksanakan pada hari yang ditetapkan dalam waktu sepekan. Aturan-aturan dalam gemohing disebut soto. Soto disebut oleh seluruh anggota gemohing dan kesepkatan untuk membuat soto, dikukuhkan secara terbuka dengan tidak tertulis. Bila soto yang disebut itu dilanggar maka akan dikenakan sanksi dan wajib diterima oleh yang melanggarnya. Bentuk sanksi yang diberikan berupa pungutan barang atau jumlah uang. Barang-barang dan uang yang dipungut dari yang dikenakan sanksi menjadi kas kelompok dan akan dipergunakan sesuai dengan kebutuhan kelompok pula.

 Partisipasi
Partisipasi pada masyarakat dalam membangun desa sangat nampak ketika seluruh masyarakat desa dilibatkan dalam wadah gotong-royong desa (keriang lewo). Ada dua jenis keriang yaitu keriang lewo dan keriang tulun tali. Keriang lewo (gotong–royong kampung) adalah gotong-royong desa yang melibatkan seluruh masyarakat. Gotong royong dimaksud dilaksanakan secara umum, kekeluargaan dan serempak biasanya dilakukan pada keriang lewo adalah membangun gedung desa, pembersihan desa dan juga kerja kebun desa. Karena masyarakat desa meyakini bahwa dengan melibatkan banyak orang dalam bekerja pasti relatif waktu yang tepat selain itu banyak ide atau gagasan yang diterima sebagi input bagi kepala kampung atau kepala desa dan dijadikan landasan untuk membangun desa.
Keriang tulun tali (gotong-royong masayarakat desa) untuk bekerja pada rumah atau kebun kepala kampung atau kepala desa. Pelaksanaan kerja tulun tali tidak bersifat memaksa tetapi atas dasar kesadaran sendiri setiap warga. Partisipasi warga dalam bekerja untuik membantu membersihkan kebun atau membangun rumah kepala desa sebagai wujud bentuk tanda terima kasih dari masyarakat terhadap pemimpinnya dan diketahui sepanjang proses itu berjalan, tidak ada satu wargapun menolak atau mengindahkannya kecuali sakit. Keriang dimaksud dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap waktu yang ditetapkan.
Dari keempat wujud otonomi desa diantaranya keanekaragaman, demokratisasi, pemberdayaan dan partisipasi dalam penjelasan dapat disimpulkan bahwa ternyata Desa Bukit Seburi II memiliki banyak potensi kearifan lokal. Hal ini menjadi keunggulan kemurnian otonomi desa. Tetapi sering dengan model pemerintahan modern termasuk tidak adanya keberpihakan pada Peraturan Daerah Kabupaten Flores Timur terhadp otonomi desa terkait wujud otonomi desa maka keanekargaman, demokratisasi, pemberdayaan dan partisipasi yang sebenarnya dojunjung tinggi dan dipelihara ternyata sirna dan tidak relevan lagi dengan proses penyelenggaraan pemerintahan desa dalam otonomi murni atau otonomi asli desa.

2. Keadaan Geografis
Desa Bukit Seburi II terletak di Kecamatan Adonara Barat, Kabupaten Flores Timur. Desa yang berpenduduk ± 717 jiwa (register penduduk Desa Bukit Seburi II tahun 2009)l. Dengan luas desa ± 10 km2. secara geografis batas-batas Desa Bukit Seburi II adalah sebagai berikut:
 Sebelah timur berbatasan dengan Desa Koko Tobo
 Sebelah barat berbatasan dengan Desa Bukit Seburi I
 Sebelah utara berbatasan dengan Bukit Seburi (lereng Gunung Seburi)
 Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tonu Woten
B. DESKRIPSI SYARAT-SYARAT DAN PROSEDUR PEMILIHAN KEPALA DESA DALAM RANGKA OTONOMI ASLI MENURUT PERDA NO. 2 TAHUN 2008 DI DESA BUKIT SEBURI II, KECAMATAN ADONARA BARAT, KABUPATEN FLORES TIMUR
1. Pemilihan Kepala Desa
Kehadiran UU No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah telah menggusur fenomena orde baru dan menggantikannya dengan peraturan yang baru yaitu desa dikonstruksikan sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan berdasarkan asal-usunya. Ini berarti keanekaragaman, demokratisasi, pemberdayaan dan partisipasi patut dihargai dan ditempatkan pada posisi yang tepat untuk mengembangkan keanekaragaman, demokratisasi, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat.
Amanat UU No. 32 Tahun 2004 dan PERDA No. 2 Tahun 2008, tentang Pemerintahan Daerah dalam pasal-pasalnya yang mengatur tentang desa memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri termasuk urusan mengenai tata cara pencalonan dan pemilihan kepala desa. Dengan demikian maka di Kabupaten Flores Timur telah diwujudkan dengan adanya PERDA No. 2 Tahun 2008, tentang tata cara pemilihan dan pemberhentihan kepala desa.
Dilihat dari syarat-syarat pemilihan kepala desa maka PERDA Kabupaten Flores Timur No. 2 Tahun 2008, tentang tata cara dan pemilihan dan pemberhentian kepala desa tidak jauh berbeda atau merupakan penjabarab kembali syarat-syarat yang termuat dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005, tentang desa. PERDA Kabupaten Flores Timur tidak memunculkan kekhasan daerah (desa) yang tentunya berbeda dengan daerah lainnya dalam hal pengaturan. Disamping itu, prosedur pemilihan yang termuat dalam PERDA No. 9 Tahun 2006 terkesan sebagai prosedur yang rumit dan panjang, dan berbeda dengan PERDA No. 2 Tahun 2008. Dan pada akhirnya juga yang terjadi adalah sebagai upaya untuk memperoleh legalitas dan kekuasaan dan bukan legitimasi dari masyarakt.
Oleh karena itu, PERDA sebagi produk hukum pemerintah daerah yang berwenang mengatur desa, maka pelaksanaan pemilihan kepala desa di Desa Bukit Seburi II seutuhnya didasarkan pada ketentuan pasal-pasal PERDA No. 2 Tahun 2008 karena merupakan suatu keharusan disamping itu, disebabkan oleh kondisi masyarakat selama ini selalu mengikuti peraturan yang diturunkan dari atas pada peraturan yang dihasilkan atau dikehendaki oleh masyarakat sendiri. Kreatifitas dan kemampuan untuk membangun kehidupan bersama (desa) sudah pudar oleh dominasi peraturan formal yang pada akhirnya telah membentuk pandangan masyrakat bahwa urusan pemerintah adalah menjadi urusan dan tanggung jawab negara.
Keadaan ini turut berpengaruh terhadap proses pemilihan kepala desa di Desa Bukit Seburi II dimana PERDA No. 2 Tahun 2008 menjadi satu-satunya acuan dalam proses pemilihan kepala desa meskipun UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah memungkinkan dan diakomodirnya syarat-syarat lain yang sesuai dengan adat-istiadat di masyarakat. Namun dilihat dari substansinya, hal ini tidak dimunculkan dalam PERDA No. 2 Tahun 2008. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa otonomi desa belum sepenuhnya didukung oleh peraturan formal. Olehnya maka partisipasi masyarakat belum merupakan suatu kesadarn akan hak dan kewajiban sebagai warga desa dalam membangun desa.
Proses pemilihan kepala desa diawali dengan pembentukan panitia pemilihan oleh BPD dengan keanggotaannya adalah para pengurus lemabaga kemasyarakatan, tokoh masyarakat dan perangkat desa. Panitia pemilihan bertugas mengkoordinir pelaksanaan pemilihan melalui tahap-tahapannya, mulai dari penjaringan sanmpai dengan pada hari pemilihan.
Mengenai panitia pemilihan dan tugasnya diatur dalam PERDA Kabupaten Flores Timur No. 2 Tahun 2008 pada pasal ke-3 dengan ayat-ayatnya sebagai berikut:
(1) BPD membentuk panitia pemilihan kepala desa dengan keputusan BPD
(2) Pembentukan panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya 4 (empat) bulan sebelum masa jabatan kepala desa lama dengan atau tanpa surat permohonan pengunduran diri dari kepala desa.
(3) Panitia pemilihan kepala desa terdiri dari:
a) Unsur perangkat desa
b) Pengurus lemabaga kemasyarakatan
c) Tokoh masyarakat
Dan pasal 4 dengan ayat-ayatnya, sebagai berikut:
(1) Panitia pemilihan terdiri atas ketua merangkap anggota, wakil ketua merangkap anggota, sekertaris merangkap anggota, bendahara merangkap anggota dan anggota.
(2) Susunan panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota panitia pemilihan.
(3) Panitia mempunyai tugas:
a) Menetapkan tahapan pemilihan kepala desa
b) Mengumumkan tahapan pemilihan kepala desa kepada penduduk desa setempat
c) Melakukan penjaringan dan pennyaringan bakal calon
d) Mendaftarkan bakal calon hasil pennyaringan
e) Melakukan verifikasi identitas bakal calon berdasarkan persyratan yang ditentukan
f) Menetapkan bakal calon menjadi calon dan calon yang berhak dipilih
g) Melakukan pendaftaran pemilih dan memngumumkan jumlah pemilih terdaftar
h) Mengadakan dan melakukan kegiatan sosialisasi para calon
i) Mengumumkan nama-nama calon yang berhak dipilih
j) Melaksanakan pemungutan suara
k) Melakukan Penghitungan suara
l) Membuat berita acara dan hasil pemilihan dan melaporkan pelaksanaan pemilihan kepala desa kepada BPD.
(4) Panitia pemilihan kepala desa berwenang untuk menggugurkan bakal calon yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan daerah ini.
(5) Panitia pemilihan mempunyai kewajiban untuk:
a) Melakukan sosialisasi kepada masyarakat menyangkut tata cara dan proses pencalonan, pemilihan, penetapan, pengangkatan, pelantikan dan pemberhentian kepala desa berdasarkan ketentuan yang berlaku.
b) Menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada setiap tahapan proses pemilihan kepala desa
c) Membuat berita acara pada setiap tahapan proses pemilihan kepala desa
d) Melaporkan seluruh rangkaian kegiatan dari proses pencalonan dan pemilihan kepala desa kepada BPD.

Pelaksanaan pemilihan kepala desa dilaksanakan setelah semua persyaratan dipenuhi, maka sesuai dengan pasal 14 pada PERDA Kabupaten Flores Timur No. 2 Tahun 2008, tentang pemilihan dan perhitungan suaara. Bahwa perhitungan suara dilakukan pada masing-masing TPS setelah pemungutan suara selesai dilakukan atau pada saat itu pemilihan dilakukan pemungutan suara pada tempat yang telah ditentukan oleh panitia. Bahwa pemungutan suara dilakukan dengan mencoblos surat suara dimana hal ini sesuai dengan PERDA No. 2 Tahun 2008.

Tabel 1.
Kriteria calon kepala desa versi PERDA dan versi masyarakat
Kriteria Pemilihan Kepala Desa Versi PERDA dan Versi Masyarakat
No Versi PERDA No Versi Masyarakat
1.

2.


3.



4.
5.



6.

7. Bertagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara kesatuan republik Indonesia serta pemerintah Berpendidikan paling renda tamatan sekolah lanjutan tingkat pertama atau berpengalaman sederajat
Sehat jasmani dan rohani
Sekurang-kurangnya berusia 25 tahun dan setinggi-tingginya 50 tahun pada saat pendaftaran dilaksanakan
Bersedia dicalonkan menjadi kepala desa
Penduduk desa setempat dan atau putra desa yang bukan penduduk desa tetapi bersedia tinggal di desa yang bersangkutan
Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling cepat 5 tahun
Belum pernah menjabat sebagai kepala desa yang sudah pernah jabat dan paling lama 2 periode atau 2 kali masa jabatan
Memenuhi syarat-syarat lain yang diatur dalam peraturan daerah 1.

2.

3.




4.



5.





6.

Memiliki pengetahuan yang luas di bidang adat-istiadat
Bersikap jujur dan terbuka dalam mengemban tugas
Menerima tugas dan bertanggung jawab sebagai wujud gelekat lewo, gewayan tanah(pengabdian kepada masyarakat)
Memilki kepribadian dan keberanian yang baik sebagai panutan masyarakat juga tidak pernah melanggar adat-istiadat
Bersikap netral dan mampu memepersatukan suku-suku dan pihak-pihak lain yang bersangketa dengan mengupayakan jalan damai atau secara adat
Memiliki kemampuan untuk menggerakan masyarakat














8.



9.



10.

Sumber: data primer yang diolah.
Kriteria pemilihan kepala desa yaitu kriteria versi masyarakatdan versi PERDA ternyata sangat berbeda. Kriteria versi PERDA membuat masyarakat merasa tidak sesuai dengan kebiasaan yang lainnya dijalankan dengan menyelenggarakan pemerintahan desa. Kriteria versi masyarakat seperti yang tertera pada tabel diatas merupakan sebuah bentuk iakatan psikologis antara pemerinatahan desa dengan masyarakatnya dan berpedoman pada bentuk dan asal-usul serta nilai-nilai yang ada di tengah masyarakat desa. Ketika pemerinatah Kabuapten Flores Timur mengeluarkan PERDA No. 2 Tahun 2008 terkhusus pasal yang memuat kriteria calon kepala desa memberi presepsi yang berbeda menurut masyarakat, hal tersebut intabelitas pemerintah desa kuarang mendapat legitimasi dari masyarakat.
Dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa Bukit Sebuiri II, dari jumlah pemilih yang terdaftar sebagaui pemilih sebanyak 376 orang dengan jumlah calon sebanyak dua orang. Pemilih yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 376 orang dengan rincian perolehan suara dari masing-masinbg calon sebagai berikut: urutan pertama dengan jumlah perolehan suara sebanyak 289 suara, sedangkan urutan kedua dengan jumlah perolehan suara sebanyak 87 suara.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat diperoleh keterangan dari 30 orang informan yang memberikan pemilihan terhadap syarat-syarat dan prosedur atau proses pemilihan kepala desa sebagai berikut: 11 0rang menyatakan setuju dengan syarat dan proses pelaksanaan pemilihan dan 19 oarang menyatakan kurang setuju dengan dasar pemilihan bahwa syarat-syarat dan prosedur yang termiat dalam PERDA No. 2 Tahun 2008 belum terlihat adanya penghargaan terhadap nilai-nilai leluhur adat yang ada dalam masyarakat dalam proses melahirkan seorang pemimpin. Namun disamping itu, aspirasi masyarakat masih diintervensi dan ruang partisipasi masyarakat belum merupakan suatu bentuk kesadasran sebagai tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup bersama (desa).



Tabel 2.
Tanggapan informan terhadap syarat-syarat dan proses pemilihan kepala desa Bukit Seburi II
Kedudkan Dalam Masyarakat Tanggapan Informan Terhadap Syarat-Syarat dan Proses Pemilihan Kpeala Desa Bukit Seburi II Jumlah %
Setuju Kurang Setuju
Jumlah % Jumlah %
Pemerintah desa 5 16,7 3 10,0 8 26,7
BPD 2 6,7 5 16,7 7 23,3
Tokoh-tokoh adat 4 13,3 11 36,7 15 50,0
Jumlah 11 36,7 19 63,3 30 100,0


Sumber: data primer yang dioah
Dengan melihat tanggapan infoman yang tertera pada tabel 2. menunjukan bahwa sebagian masyarakat kurang setuju terhadap syarat-syarat dan proses pelaksanaan pemilihan kepala yang diatur dalam peraturan formal. Hal ini bertolak dari pemahaman masyarakat akan kehadiaran PERDA No. 2 Tahun 2008, bahwa dengan adanya ketentuan ini maka kewenangan untuk mengatur pemerintahan desa diserahkan oleh pemerintah kepada pemerintah daerah untuk mengatru dan mengurus rumah tangganya sesuai kondisi masyarakat setempat berdasarkan adat-istiadat serta kebiasaan yang mendukung majunya pembangunan.
Oleh karena itu, pemahaman masyarakat desa Bukit Seburi II terhadap PERDA Kabupaten Flores Timur No. 2 Tahun 2008 adalah sebagai peruabahan yang dirasahkan dapat mengembalikan kepedulian dan rasa tanggung jawab masyarakat dalam pemabangunan desanya. Masyarakat memahami dengan demikian karena dianggap bahwa seagala tradisi, kebiasaan dan adat-istiadat diberikan tempat dalam menyelenggarakan pemerintahan desa. Hal ini disadari sebagai suatu keharusan mengiat adat-istiadat yang mempunyai tempat istimewa dan menjiwai setiap segi kehidupan termasuk penyelenggaraab pemerintahan desa itu sendiri, akan tetapi tidak diwujudkan secara nyata dalam penyelenggarannya.
Berkaitan dengan pemahaman masyarakat terhadap kehadiaran PERDA No. 2 Tahun 2008 khususnya mengenai pemilihan kepala desa, maka dapat diketahui tingkat pendidikan yang dapat mempengauhi tingkat pendidikan, yang dapat dapat mempengaruhi tingkat pemehaman. Adapun infoman yang dipakai mewakili unsur masyarakat yang terdiri dari pemerintah desa, BPD, tokoh adat dan pemuka masyarakat.
Tabel 3.
Tingkat Pendidikan Pemerintah Desa, BPD dan Tokoh Adat atau Pemuka Masyarakat di Desa Bukit Seburi II
Kedudukan Dalam MAsyarakat Tingkat Pendidikan
BH SR SD SMP SMA PT Jumlah
jlh % jlh % jlh % jlh % jlh % jlh % jlh %
Pemerinatah Desa 0 0 0 0 1 3,3 4 13,3 3 10 0 0 8 26,7
BPD 0 0 0 0 0 0 1 3,33 4 13,3 2 6,67 7 23,3
Tokoh Masyuarakat 0 0 3 10 0 0 0 0 12 40 0 0 17 50,0
Jumlah 0 0 3 10 1 3,3 5 16,7 19 63,3 2 6,67 30 100,0

Sumber: Data primer yang diolah.


Tabel 4.
Tingkat Pemahaman dari Pemerintah Desa, BPD dan Tokoh Adat atau Pemuka Masyarakat Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pemahaman Tingkat Pendidikan
BH SR SD SMP SMA PT Jumlah
jlh % jlh % jlh % jlh % jlh % jlh % jlh %
Tinggi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 6,7 2 6,7
Sedang 0 0 0 0 0 0 5 16,7 19 63,3 0 0 24 80,0
Rendah 0 0 3 10 1 3,3 0 0 0 0 0 0 4 13,3
Jumlah 0 0 3 10 1 3,3 5 16,7 19 63,3 2 6,7 30 100,0

Sumber: Data primer yang diolah.
Dengan pemahaman yang tertera pada (tabel 3 dan 4) menunjukan bahwa tingkat pemahaman masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa dalam rangka Otonomi Desa sudah cukup baik. Masyarakat menyadari bahwa keberhasilan pembangunan desa dalam rangka Otonomi Desa sangat ditentukan oleh partisipasi akhir dari masyarakat desa termasuk dalam hal memilih pemimpin yang sesuai dengan keinginannya sendiri. Figur seorang pemimpin akan sangat memperngaruhi partisipasi warga dalam proses pembangunan.
Keberadaan adat-istiadat dalam proses pemilihan kepala desa dirasakan sebagi suatu langkah baik untuk mengembalikan kepedulian masyarakat terhadap pembangunan. Praturan ini memberikan kewenangan kepada daerah untuk menindak lanjuti dalam ketentuan peraturan Daerah berdasarkan kondisi keanekaragaman budaya dan adat-istiadat yang hidup dan berkembang di Desa yang tentunya berbeda dengan daerah lain. Namun dalam kenyataannya PERDA Kabupaten No. 9 Tahun 2006, tidak memunculkan syarat-syarat yang sesuai dengan adat-istiadat yang ada di Desa. Setelah itu direvisi lagi PERDA Kabupaten No. 2 Tahun 2008, memunculkan syarat-syarat yang sesuai dengan adat-istiadat yang berlaku di Desa.
Dalam pemerinatahan tradisional di Desa Bukit Seburi II, dikenal pembagian kekuasaan berdasarkan wilayah dengan bidang tugasnya masing-masing meliputi bidang pemerintahan, kesehatan, agama dan keamanan. Pada awalnya pemimpin atau kekuasaan tertinggi dijabat berdasarkan keturunannya sebagai sulung dalam suku besar. Suku terbesar dikenala sebagai pemilik kampung (lewo alate)karena jasanya sebagai suku pertama yang mendiami wilayah desa itu. Pemimpinya disebut ata kebel (orang besar) yang kemudian dikenal dengan kepala kampung sebagai pengaruh yang ada dalam kampung itu.
Dengan adanya perkembangan dimana ditandai dengan adanya suku-suku yang datang dan menetap di Desa, maka kepala kampung tidak lagi dijabat berdasarkan garis keturunan meskipun kekuasaannya tetap dipegang oleh ata kebele. Kepala kampung hanya sebagai pelaksana dan mengkordinir urusan-urusan yang menyangkut kepentingan umum dan upaya pemabangunan desa.
Dari hasil wawancara dengan tokoh adat dan pemuka masyarakat, diketahui syarat-syarat berdasarkan adat-istiadat yang harus dipenuhi oleh seorang calon kepala kampung yang saat ini dikenal dengan Kepala Desa sebagai berikut:
a. Memiliki pengetahuan yang luas tentang adat istiadat
b. Bersikap jujur dan terbuka dalam mengemban tugas
c. Menerima tugas dan tanggung jawab sebagai wujud gelekat lewo tanah (pengabdian kepada masyarakat)
d. Memiliki keberanian dan prilaku yang baik sebagai panutan masyarakat
e. Tidak pernah melangngar adat-istiadat
f. Bersikap netral dan mampuh mempersatuhkan pihak-pihal yang bersengketa dengan mengupayakan jalan damai
g. Memiliki kemampuan untuk menggerakan masyarakat
(Hasil wawancara dengan Agus Igo Demon, Laurensius Lawe. 17 Februari 2010)
Dengan persyaratan-persyaratan diatas, maka sebagai seoarang calon kepala desa maka dapat dipilih figur yang mempunyai kemampuan untuk memimpin, mampu mempengaruhi dan menggerakan partisipasi masyarakat dalam upaya yang bisa membangun desa. Bahwa kepala desa juga harus menyadari fungsinya ssebagai pelayan masyarakat dan menerima tugas dan tanggung jawab sebagai bentuk panggilan untuk berbakti kepada desanya. Disamping itu, dengan syarat-syarat ini seorang pemimpin akan memperoleh legitimasi kekuasaan dari masyarakat yang dipimpinnya ( Hasil wawancara dengan Marsel Pati. 17 Februari9 2010).
Adapun prosedur pemilihan kepala desa secara tradisional di Desa Bukit Seburi II adalah bahwa calon diajukan melalui kepala suku, kemudian diadakan rapat untuk menetapkan calon yang berhak dipilih stelah diseleksi dengan peraturan yang ada. Setelah calon ditetapkan, kemudian diumumkan kepada masyarakat hari pemilihan dan calon yang berhak dipilih. Pemilihan dilakukan secara langsung oleh masyarakat yang sudah dewasa atau sudah berkeluarga dengan memberikan suaranya kepada calon yangsudah ditetapkan.

2. Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Dengan berpedoman pada UU No. 32 Tahun 2004, Peraturan Pemerinatah No. 79 Tahun 2005 dan ditindak lanjuti dengan Peraturan Daerah Kabupaten Flores Timur No. 2 Tahun 2008 yang mengatur mengenai pembentukan BPD maka telah dilaksanakan pembentukan BPD di Desa Bukit Seburi II dalam pelaksanaanya secara utuh yang didasarkan ketentuan PERDA No. 2 Tahun 2008 tentang pembentukan BPD. Pada bagian ini hanya digambarkan pelaksanaan pembentukan BPD di Desa Bukit Seburi II.

Dari hasil obsevasi dan wawancara diketahui bahwa proses pembentukan BPD secara demokratis dimana keanggotaannya mewakili unsur wilayah yang ada dalam masyaraat. Adapun keanggotaannya BPD merupakan wakil dari unsur suku, dusun, parpol, agama dan kaum muda.
Adapun prosedur pemilihan BPD tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang termuat dalam PERDA Kabupaten No. 2 Tahun 2008, hal ini disebabkan karena prosedur tersebut terkesan panjang dan rumit, disamping itu membutuhkan kesiapan dana, tenaga serta waktu yang cukup.
Dalam pelaksanaanya, panitia pemilihan melakukan pemilihan dengan cara mendatangi setiap unsur masyarakat yang telah ditetapkan oleh panitia sebagai unsur yang mempunyai wakil dalam keanggotaan BPD, untuk melakukan pemilihan figur yang menjadi utusan dari masyarakat tersebut. Seleksi calon yang termuat dalam ketentuan formal dilakukan oleh panitia pemilihan bersama masyarakat untuk menentukan calon yang akan menjadi untusan calon. Pemilihan dilaksanakan secara langsung dan merupakan kesepakatan bersama. Dengan demikian calon yang terpilih akan diterima panitiapemilihan sebagai utusan atas keterwakilan wilayah untuk ditetapkan sebagai anggota BPD.
Desa Bukit Seburi II berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2009, terhitung berjumlah ± 716 jiwa (data tahun 2009) dengan jumlah penduduk yang ada dapat ditentukan jumlah anggota BPD yakni sebanyak 9 orang anggota, namun dari jumlah anggota BPD yang ada dinilai belum mewakili wilayah dalam masyarakat, maka atas kesepakatan bersama pemerintah dan masyarakat menetapkan jumlah anggota BPD sebanyak 9 orang.

Tabel 5.
Kriteria Perekuatan anggota BPD Versi PERDA dan Versi Masyarakat

Kriteria Pemilihan Kepala Desa Versi PERDA dan Versi Masyarakat
No Versi PERDA No Versi Masyarakat
1.

2.



3.

4.

5.
6.

7,
8.

Bertagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 dan kepada negara kesatuan Republik Indonesia serta pemerintah.
Sekurang-kurangnya berijasah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
Umur sekurang-kurangnya 25 sampai 35 tahun.
Sehat jasmani dan rohani
Tidak sedang menjalani MK umum dan terdakwa.
Bersedia dicalonkan.
Terdaftar sebagai penduduk desa bersangkutan paling kurang 6 bulan secara berturut-turut. 1.


2.

3.

4.
5.

4.


6.
5.
Memiliki pengetahuan yang luas di bidang adat-istiadat yang berkembang dalam masyarakat.
Bersikap jujur dan terbuka dalam mengemban tugas.
Memiliki keberanian dan tanggung jawab.
Dipercaya oleh masyarakat.
Menerima tugas dan tanggung jawab sebagai wujud gelekat lewo gewayan tanah (pengabdian kepada masyarakat).
Bersikap netral dan memiliki pandangan yang jelas terhadap persoalan yang dihadapi di Desa.

Sumber: Data Primer yang diolah.
Tabel diatas menunjukan bahwa dalam perekrutan anggota BPD tidak sekedar dipilih tetapi melalui seleksi yang cukup ketat. Model yang tepat untuk menilai layak tidaknya seorang anggota BPD harus disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat desa. Hal ini biasanya digunakan kriteria tertentu sebagai batasan seorang yang bisa terbukti kepada masyarakat melalui BPD sehingga kriteria versi PERDA No. 2 Tahun 2008, tentang BPD sangat diragukan kinerja anggotanya ketika dipilih melalui mekanisme tersebut
Adapun syarat yang dipakai dalam pemilihan anggota BPD untuk menentukan layak tidaknya seorang dipilih menjadi anggota BPD untuk menentukan layak tidaknya seseorang di dasarkan pada ketentuan PERDA No. 2 Tahun 2008, dimana Badan Permusyawaratan Desa dan anggota BPD sama dengan persyaratan menjadi kepala desa. Syarat-syarat tersebut merupakan penjabaran kembali syarat yang termuat dalam Peraturan Pemerinatah No. 72 Tahun 2005. Syarat-syarat sesuai adat-istiadat setempat belum dimunculkan dalam proses pemilihan. Dalam pelaksanaanya syarat-syarat sesuai ketentuan formal masih menemui kesulitan dalam penerapannya, dimana terhadap syarat-syarat tertentu tidak jelas ukurannya untuk menilai seseorang calon. Oleh karena itu, bisa saja setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda-beda dalam menilai calon. Keadaan ini turut menjadi persolan dalam pembentukan BPD di Desa Bukit Seburi II. Hal ini terbukti dari semua calon yang diajukan dinyatakan lolos seleksi dan ditetapkan menjadi anggota BPD. Penyaringan calon masih sekedar formalitas untuk memenuhi ketentuan peraturan.
Dalam Pemerintahan Tradisional di Desa Bukit Seburi II telah dikenal adanya badan musyawarah yang bertugas membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan akan diadakannya suatu upacara adat, pengaturan dan penertiban hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, termasuk jaga kesepaktan mengenai sanksi terhadap pelanggaran kepentingan umum. Meskipun keberadaan ini tidak mempunyai struktur yang baku, namun diterima masyarakat sebagai suatu sarana untuk mendiskusikan persoalan yang ada dalam masyarakat. Adapun yang menjadi anggota dari BPD adalah atas keterwakilan wilayah yang ada di desa. Utusan ini didasarkan pada kedudukannya atau atas dasar pengakuan kolektif. Fungsi yang diemban oleh seorang utusan dalam bertindak mencerminkan keberadaan masyarakat wilayahnya maka selalu dituntut kebijaksanaan dan kesadaran akan tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Seorang utusan merupakan figur kepercayaan dan bila melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugas maka akan dilihat sebagai kesalahan dari masyarakat yang diwakilinya. Sebagai akibat dari kesalahan yang dibuat maka kebijakan yang dibuat tidak menjawabi keamanan dan kebutuhan masyarakat.
Bertolak dari realitas Pemerintahan Tradisional, seperti yang dikemukakan diatas, maka masyarakat desa menginginkan keberadaan BPD sebagai wadah masayarakat yang harus mampuh menjadikan diri sebagi pelayan masyarakat dalam mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Oleh karena itu, meskipun telah ada pengaturan mengenai syarat-syarat sebagai anggota BPD oleh peraturan namun belum memenuhi keinginan masyarakat. Masyartkat beranggapan bahwa BPD yang adalah wadah milik masyarakat masih merupakan bentukan pemerintah dan kehendak pemerintah diatasnya. Sehingga dalam melaksanakan tugasnya bukan tidak mungkin akan selalu berpedoman dan mengikuti keamanan pemerintah atasan termasuk tanggung jawab pelaksanaannya. Dengan demikian maka belum ada keterkaitan antara BPD dan masyarakat sebagai wakilnya dalam hal pertanggungjawaban.
Dari hasil observasi dan wawancara diketahui keinginan masyarakat yang didasarkan pada adapt-istiadat terhadap pembentukan BPD dan diharapkan dengan adanya syarat-syarat sesuai adapt-istiadat akan lebih mengikat hubungan antara BPD dan masyarakat. Dengan syarat-syarat sesuai adapt-istiadat dirasa akan lebih mengikatkan para anggota BPD akan keberadaannya, dan di satu sisi masyarakat lebih memiliki wadah perwakilan ini. Adapn syarat-syarat itu antara lain:
1. Memiliki pengetahuan yang luas mengenai adapt-istiadat yang berkembang dalam masyarakat.
2. Bersikap jujur dan terbuka
3. Memiliki keberanian dan bertanggung jawab
4. Dipercaya oleh masyarakat
5. Menerima tugas dan tanggung jawab sebagi wijid gelekat lewo gewayan tanah. (pengabdian dalam pembangunan desa)
6. Bersikap netral dan memiliki pandangan yang jelas terhadap persoalan yang ada di desa.
(hasil wawancara dengan Marsel Pati, Andrianus Polo dan Agus Igo Demon).
Dilihat dari syarat-syarat sesuai ada-istiadat yang dipaparkan diatas, menunjukan keinginan masyarakat agar wakil-wakilnya yang duduk dalam badan perwakilan adalah figure yang mempunyai kemampuan, dipercaya dan punya kemauan yang keras untuk membangun desanya. Keinginan ini berangkat dari pengalaman masa lalu dimana setiap orang yang dipercaya untuk mengurus hal-hal yang menyangkut kepentingan umum diterima dan dijalankan sebagai wujud pengabdian tanpa diberi upah. Sanksi terhadap pelanggaran didasarkan pada hokum adapt-istiadat baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun setelah dikenal adanya pemerinatahan desa segala hal yang menyangkut pemerinmtahan diatur dalam peraturan formal yang pada akhirnya telah melemahkan kekuatan hukum adat dan partisipasi masyarakat.
Dilihat dari fungsinya maka gagasan pembentukan BPD semata-mata muncul karena kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian maka masyarakat akan merasakan keberadaanya diakui dan dapat memberikan kesadaran kritis dalam rangkah pemberdayaan masyarakat desa sehingga mereka manyadari atas hak-hak mereka sebagai pemilik kedalautan yang sesungguhnya. Jika berangkat dari tingkat kebutuhan masyarakat maka prioritas yang dilakukan sebagai hal yang utama adalah merebut hati dan pikiran masyarakat agar secara bersama-sama mengambil posisi berperan dalam setiap mengambil kebijakan. Olehnya pembentukan BPD sebagai wahana perwujudan demokrasi di tingkat desa menjadi langkah awal mengemmbalikan kepedulian masyarakat. Pembentukan BPD hendaknya memenuhi keinginan dan harapan dari masyarakat desa. Dari hail penelitian diketahui tanggapan masyarakat terhadap keberadaan BPD, dalam struktur pemerintahan desa dimana terdapat dua pandangan yang berbeda, masyarakat setuju dan kurang setuju. Hal ini terlihat dari jawaban informan, yang memiliki unsure pemerintahan desa, anggota BPD dan tokoh adat dan pemuka masyarakat. Dari ke 30 informan ini, 21 menyatakan setuju dan 9 orang menyatakan tidak setuju. Responden yang menyatakan setuju berdasar argumen bahwa perbedaan BPD dengan fungsi kontrolnya sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas-tugas kepala desa dan perangkatnya yang selama ini telah menimbulkan banyak persoalan, khususnya masalah tentang desa. Sedangkan alasan informan masyarakat yang menyatakan kurang setuju dengan keberadaan BPD karena BPD akan menjadi penghambat pelaksanaan program kepala desa apabila terjadi perselisihan atau ketidak cocokan antara BPD dan kepala desa. Mengenai tanggapan informan terhadap keberadaan BPD untuk lebih jelas dapat dilihat pada table berikut:


Tabel 6.
Tanggapan Informan terhadap keberadaan BPD dan struktur Pemerintahan Desa




Kedudkan Dalam Masyarakat Tanggapan Informan Terhadap Syarat-Syarat dan Proses Pemilihan Kpeala Desa Bukit Seburi II


Jumlah


%
Setuju Kurang Setuju
Jumlah % Jumlah %
Pemerintah Desa 2 6,7 6 20,0 8 26,7
Badan Pemusyawaratan Desa (BPD)
7
23,3
0
0,0
7
23,3
Pemuka Masyarakat atau Tokoh-Tokoh Adat
12
40,0
3
10,0
15
50,0
Jumlah 21 70,0 9 30,0 30 100,0
Sumber: Data primer yang diolah
Dari data yang disajikan di atas, terlihat bahwa dari ketiga unsur masyarakat yang menjadi informan sebanyak 21 oarang menyatakan setuju dan 9 orang menyatakan kurang setuju. Dari 9 orang yang menyatakan kurang setuju sebanyak 6 orang dari unsur pemerinathan desa dan 3 orang dari tokoh adapt atau pemuka masyarakat. Jika dilihat dari latar belakang informan 6 orang dari aparat pemerintah desa dan 3 orang adalah mantan aparat pemerintahan desa sekarang ini, maka dapat diakatakan bahawa penilaiannya terhadap keberadaan BPD adalah karena fungsi kontrol BPD dirasakan akan dapat menghambat atau membatasi pelaksanaan kewenangan pemerintah desa. Kondisi ini sebagai akibat dari kebiasaan yang selama ini tidak bias dikontrol dan nilai dalam situasi formal.
3. Penyusunan Peraturan Desa
Untuk menjamin tertibnya penyelenggaraan pemerintahan desa, sebagai kegiatan pemerintahan desa, maka perlu ditetapkan dalam peraturan desa. Peraturan desa merupakan salah satu wujud pelaksanaan kewenangan pemerinatahan desa dalam mengatur dan mengurus rumah tanggahnya sendiri sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat stempat. Hal ini terlihat dimana proses penyusunannya dilaksanakan atas dasar musyawarah dan mufakat dari segenap komponen masyarakat melalui pelaksanaan fungsi aparat pemerinatahan desa. Peraturan desa dalam perwujudannya harus mencerminkan keinginan dan kebutuhan masyarakat sehingga diakui dan diterima dalam penerapannnya.
Dilihat dari keberadaanya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan desa, peraturan desa merupakan salah satu infoman penting. Kedudukannya sebagi aturan yang ada dan berada pada urutan paling bawah semakin dibutuhkan dengan diberlakukannya otonomi di tingkat desa. Peraturan desa mengatur hal-hal yang diinginkan oleh masyarakat desa dalam merealisasikan kewenangan untukmengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan tetap memperhatikan kepentingan umum dan peraturan diatasnya. Bentuk dan substansinya berada dengan desa lainnya sesuai dengan cirri khas dan keaneka ragaman budaya. Dengan demikian sesungguhnya lewat peraturan desa, hal-hal yang belum diatur secara lebih terperinci dapat diatur sesuai dengan kondisi dan keinginan masyarakat setempat.
Peraturan Daerah Kabupaten Flores Timur tentang bentuk dan tata cara dalam fungsinya sebagai pedoman penyusunan peraturan desa, terlihat pemerintahan desa yang lebih otonom bila dibandingkan dengan peraturan sebelumnya dimana mulai dari proses penyusunan sampai penetapannya tidak diintervensi oleh pemerintah atasan. Disamping itu, dinyatakan juga bahwa peraturan desa harus mencerminkan keinginan masyarakat melalui BPD sebagai penampung aspirasi masyarakat. Sedangkan pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan peraturan desa diberikan kepala desa kepada BPD sebagi mitra dan penerima pertanggungjawaban.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan penyusunan peraturan desa di Desa Bukit Seburi II yang dilakukan oleh BPD bersama kepala desa terhadap beberapa peraturan desa masih menemui kendala yang mengakibatkan rancangan peraturan desa tersebut belum ditetapkan menjadi peraturan desa. Hal ini terlihat dari jumlah rancangan peraturan desa yang telah dihasilkan oleh BPD sebanyak 6 rancangan peraturan desa, akan tetapi dari keenam rancangan tersebut yang berhasil dirancang belum ada satupun yang ditetapkan manjadi peraturan desa. Dari keenam rancangan itu antara lain:
1. Anggaran dan Belanja Desa (ABD)
2. Hasil bumi masyarakat
3. Pendapatan asli desa
4. Pembangunan tahunan desa
5. Penyederhanaan adat-istiadat (perkawinan dan kematian)
6. Sumbangan-sumbangan dalam desa
Dari keenam rancangan peraturan desa diatas hanya masih sebatas rancangan namun dalam kenyataannya masyarakat sudah disanksikan ketika ada terjadi pelanggaran terhadap pernacangan peraturan desa tersebut (dari Keenam PERDES). Hal ini diberlakukan atas konsensus karena sejauh ini PEMDA Kabupaten Flores Timur belum menetapkan keenam rancangan PERDES yang ada menjadi peraturan PERDES.
Dari keenam rancangan peraturan desa yang menadi berhasil ditetapkan (consensus) oleh masyarakat, disatu sisi menunjukan bahwa dalam proses menghasilkan peraturan desa mencerminkan kenginan masyarakat dari sisi lain memperhatikan suatu kenyataan bahwa adat-istiadat yang hidup dan mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia masih tetap dipertahankan. Perubahan yang direncanakan terhadap sendi dasar mayarakat belum diterima oleh masyarakat, meskipun perubahan tersebut untuk kemajuan dan perkembangan masyarakat itu sendiri. Masyarakat berpendapat bahwa adat-istiadat yang ada dalam masyarakat tetap dibiarkan sebagaimana adanya.
Adat-istiadat yang mewarnai kehidupan masyarakat dalam hal perkawinan, kematian dan bentuk upacara lainya pada hakekatnya mempunyai nilai-nilai luhur yang patut dipertahankan hal ini dapat dilihat dari kesederhanaan, kebersamaan atau gotong-royong, ikatan persaudaraan yang begitu nyata dalam setiap kegiatan dan penanggulangan setiap musibah yang terjadi. Namun dalam perkembangannya sering dengan mengikat kebuthan dan taraf hidup masyarakat, adat-istiadat dalam prakteknya cendrung dibesar-besarkan menjadi gengsi dan pelaksanaannya menjadi ukuran kehormatan dalam masyarakat. Berangkat dari keadaan inilah, oleh para pengambil keputusan di tingkat desa berpendapat perlunya penyederhanaan adat-istiadat itu sendiri dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhurnya. Penyederhaan dan pembantasan terhadap pemborosan yang selama ini terjadi, perlu ditanggulangi demi pertumbuhan ekonomi masyarakat dan kepentingan umum di tingkat desa.
Berdasarkan data yang dihimpun dalam pennelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penyusunan rancangan peraturan desa di Desa Bukit Seburi II masih menemui hambatan karena kerugian pendekatan dengan masyarakat dalam proses penyusunannya. Hal ini terlihat dimana tidak melibatkan tokoh-tokoh adat dalam proses penyusunan rancangan PERDES serta kurangnya pendekatan sehingga dapat menimbulkan ketersinggungan dan berakibat penolakan terhadap rancangan peratuiran yang telah disipkan sehingga dalam realisasinya sebelum dilegitimasi menjadi PERDES. Tokoh-tokoh adat sebagai pihak yang berwenang harus dilibatkan pada rancangan PERDES sehinggga perubahan yang terjadi adalah realisasi dari kehendak masyarakat itu sendiri. Kurangnya pendekatan terhadap simpul-simpul yang berperan dalam desa mengakibatkan rancangan peraturan desa yang telah disiapkan tidak sesuai dengan keinginan masyarakat dan dinilai sebagai upaya untuk menghilangkan adat-istiadat yang merupakan pedoman hidup dalam masyarakat selama ini, dan agar masyarakat bias mengetahui tentang apa yang dibuat PERDES atas kehidupan masyarakat kedepannya.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Praturan Daerah Kabupaten Flores Timur, khususnya pengaturan mengenai pembentukan BPD, pemilihan Kepala Desa, penyusunan Praturan Desa masih sebatas konsep dan hanya mangutip ketentuan PERDA Kabupaten Flores Timur sehingga tidak sesuai dengan konsep otonomi yang sesungguhnya. Dengan semakin memberikan suatu indikasi bahwa otonomi yang ada di desa tidak didukung oleh praturan formal.
2. Pelaksanaan otonomi yang berada di Desa Bukit Seburi II seutuhnya didasarkan pada ketentuan Praturan daerah Kabupaten Flores Timur yang mengatur tentang desa sehingga tidak sesuai dengan kemauan masyarakat desa setempat.
3. Adat-istiadat yang mengikat dan tokoh-tokoh informal masih diakui keberadaannya sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam kerangka otonomi desa. Penghargaan terhadap keberadaannya merupakan langkah awal pembaharuan yang memungkinkan adanya perubahan dalam masyarakat. Otonomi yang tumbuh di desa itu yang bersifat otonomi asli, yaitu berakar dalam budaya masyarakat desa sebagai suatu persekutuan masyarakat itu sendiri. Otonomi juga dibangun dan berkembang dalam semangat kegotong-royongan masyarakat sehingga otonomi desa tidak dirasakan sebagai beban, tetapi dilihat sebagai suatu kepentingan bersama dari masyarakat yang bersangkutan dan harus diwujudkan sebagai hak dan kewajiban bersama, atas masyarakat yang berada di dalam desa itu, atas inspirasi dan tanggung jawab bersama.
B. SARAN
1. Untuk dapat mewujudkan otonomi di desa yang ideal sesuai amanat dan Praturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 dan juga PERDA NO. 2 Tahun 2008, maka disarankan kepada Pemerintah dalam hal ini pihak yang berwenang agar dapat melakukan revisi terhadap PERDA-PERDA yang mengatur tentang desayang lebih mencerminkan asal-usul dan adat-istiadat masyarakat setempat.
2. Guna menghasilkan PERDA tentang desa sesuai harapan UU No. 32 Tahun 2004 dan direvisi lagi oleh PERDA No. 2 Tahun 2008, maka Pemerintah Daerah harus melakukan upaya dan bentuk dan karakteristik, struktur, wewenang dan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang dianut oleh desa sesuai asal-usul dan adat-istiadat setempat, untuk dapat diakomodir dalam praturan daerah demi menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat.
3. Dalam kehidupan masyarakat yang masih berpegang pada adat-istiadat dimana tokoh-tokoh informal masih di dengan dan diakui keberadaannya maka daerah menmgambil kebijakan pembangunan desa harus melihatnya sebagai potensi kekayaan yang dapat digunakan atau difungsikan secara optimal dalam proses pemilihan kepala desa dan juga pembangunan yang berada di desa. Hal ini akan menajdi langkah maju dalam upaya mengembalikan kepedulian dan partisipasi masyarakat untuk mendukung pembangunan desa dalam rangkah otonomi desa sesuai amanat PERDA No. 2 Tahun 2008.
4. Untuk mengatasi lemahnya kemampuan administrasi masyarakat desa maka dalam proses pemilihan aparat pemerintahan desa hendaknya ada persyaratan yang telah ditetapkan dan yang harus dipenuhi. Berdasarkan ketetapan PERDA No. 2 Tahun 2008 agar proses berjalannya dengan baik sepertia apa yang diharapkan oleh masyarakat setempat.

PROPOSAL PENELITIAN


SYARAT-SYARAT DAN PROSEDUR PEMILIHAN KEPALA DESA
DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI ASLI MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2004 DI DESA BUKIT SABURI II
KECAMATAN ADONARA BARAT
KABUPATEN FLORES TIMUR
















OLEH



NAMA :YULIUS OLA NAMA
NO. REG : 511 01 039
FAKULTAS : HUKUM







UNIVERSITAS KATOLIK WIDIA MANDYRA
KUPANG
2008

DAFTAR ISI

Halaman
A. Latar Belanag 1
B. Perumusan Masalah 7
C. Tujuan dan Kegunaan 8
1. Tujuan 8
2. Kegunaan 8
D. Tinjauan Pustaka 8
E. Metode Penelitian 11
1. Lokasi Penelitian 11
2. Spesifikasi Penelitian 12
3. Teknik Pengumpulan Data 12
4. Aspek-aspek yang di Teliti 12
5. Populasi, Sampel dan Responden 12
6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 13
F. Jadwal Penelitian 13
Daftar Pustaka 14