Laman

Senin, 24 September 2012

SKRIPSI PENGARUH PENYETELAN PADA KARBURATOR TERHADAP EMISI CO PADA MOBIL TOYOTA KIJANG 5 K STEFANUS AMA HELAN 0701120943 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA K U P A N G 2 0 1 1 PENGARUH PENYETELAN PADA KARBURATOR TERHADAP EMISI CO PADA MOBIL TOYOTA KIJANG 5 K Diajukan untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Teknik Mesin STEFANUS AMA HELAN 0701120943 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2011 LEMBARAN PERSETUJUAN Judul Proposal : Pengaruh penyetelan pada karburator terhadap emisi CO pada mobil toyota kijang 5 K Nama Mahasiswa : Stefanus Ama Helan N I M : 0701120943 Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan pada hari/ tanggal: Selasa, 02 Agustus 2011. Menyetujui: Pembimbing I Pembimbing II Drs. Basri K., M.Si Munaskop Wadyosapto, S. Pd NIP. 19640614 199103 1 002 NIP. 19610428 198601 1 001 Mengetahui: Ketua Jurusan Pandidikan Teknologi dan Kejuruan Drs. Basri K., M.Si NIP. 19640614 199103 1 002 LEMBARAN PENGESAHAN 1. Judul : Pengaruh penyetelan pada karburator terhadap emisi CO pada mobil toyota kijang 5 K 2. Identitas Mahasiswa: Nama : Stefanus Ama Helan N I M : 0701120943 Skripsi ini telah diuji dan dipertanggungjawabkan pada hari Selasa tanggal 02 Agustus 2011. PEMBIMBING: 1. Pembimbing I Drs. Basri K., M. Si ............................. 2. Pembimbing II Munaskop Wadyosapto, S. Pd ............................. TIM PENGUJI: 1. Ketua Drs. Basri K., M. Si ............................. 2. Anggota Munaskop Wadyosapto, S. Pd ............................. 3. Anggota Drs. Priyono ............................. Mengesahkan Ketua Jurusan Pandidikan Teknologi dan Kejuruan Drs. Basri K., M. Si NIP. 19640614 199103 1 002 Dekan FKIP Undana Pembantu Dekan I Drs. Gomer Liufeto, M.A.,Ph.D. NIP. 19550314 198003 1 003 ABSTRAK “PENGARUH PENYETELAN PADA KARBURATOR TERHADAP EMISI CO PADA MOBIL TOYOTA KIJANG 5K” Stefanus Ama Helan* Basri K** Munaskop W*** Penyetelan pada karburator terhadap emisi CO merupakan salah satu cara untuk mengetahui emisi gas buang yang dihasilkan dari proses pembakaran di dalam ruang bakar. Langkah ini sudah sering dilakukan oleh para teknisi akan tetapi tidak diikutsertakan dengan pengukuran emisi setelah melakukan penyetelan. Penyetelan pada karburator diduga dapat mempengaruhi emisi CO. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menerapkan 3 kali pengujian tiap putaran idle adjusting mixture screw karburator 0,5 putaran bertahap dari 1 putaran hingga 6 putaran penuh. Pengujian ini dilakukan pada putaran 750, 2000, dan 3000 rpm. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data kualitatif dan kuantitatif. Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah secara deskriptif. Hasil pengujian secara deskriptif menunjukan bahwa dalam grafik kandungan CO (%) pada setiap putaran, penyetelan idle adjusting mixture screw karburator ternyata berpengaruh terhadap emisi CO pada gas buang, yaitu semakin dilonggarkan idle adjusting mixture screw karburator, persentase emisi CO semakin besar. Emisi CO yang diiinginkan harus sesuai dengan Kepmen Lingkungan Hidup, 2007 (CO: 2,5%). Penyetelan idle adjusting mixture screw karburator yang sesuai yaitu pada putaran 750 rpm (putaran 1 CO: 0,58%, putaran 1,5 CO: 0,63%, putaran 2 CO: 0,76%, putaran 2,5 CO: 1,60% dan putaran 3 CO: 2,48%), putaran 2000 rpm (putaran 1 CO: 1,76%, putaran 1,5 CO: 1,86%, putaran 2 CO: 1,96%, putaran 2,5 CO: 2,16% dan putaran 3 CO: 2,36%) dan putaran 3000 rpm (putaran 1 CO: 1,76%, putaran 1,5 CO: 1,93%, putaran 2 CO: 2,13%, putaran 2,5 CO: 2,33% dan putaran 3 CO: 2,46%) Berdasarkan hasil pengujian disimpulkan bahwa penyetelan pada karburator dapat mempengaruhi emisi CO. Penyetelan yang dilakukan pada putaran 750 rpm mempunyai peningkatan persentase emisi CO yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan putaran 2000, dan 3000 rpm. Penyetelan yang dilakukan agar persentase emisi CO sesuai dengan Kepmen Lingkungan Hidup, 2007 (CO: 2,5%) yaitu putaran idle adjusting mixture screw karburator tidak boleh melebihi 3 putaran idle adjusting mixture screw karburator. * Mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknik Mesin ** Pembimbing I *** Pembimbing II ABSTRACT "SETTING THE CARBURETOR EFFECT OF CO ON EMISSION CAR TOYOTA 5K" Stefanus Ama Helan* Basri K** Munaskop W*** Adjustment on the carburetor of CO emissions is one way to find out exhaust emissions resulting from the combustion process inside the combustion chamber. This step is often done by the technicians but will not be included in the measurement of emissions after making adjustments. Setting the carburetor could be expected to affect CO emissions. This study is a research experiment that applies 3 times each round of testing adjusting the idle mixture screw 0.5 turns carburetor gradually from 1 round to 6 full rounds. Testing was done on lap 750, 2000, and 3000 rpm. Types of data collected consist of qualitative and quantitative data. Data collected subsequently treated descriptively. Test results are descriptive in the graph shows that the CO content (%) in each round, adjusting the idle mixture screw adjustment carburetor was influential on CO emissions in exhaust gases, ie adjusting the idle mixture screw loosened the carburetor, the greater the percentage of CO emissions. CO emissions are must comply with the decree of the Environment, 2007 (CO: 2.5%). Adjusting the idle mixture adjustment screw on the carburetor corresponding rotation of 750 rpm (rounds 1 CO: 0.58%, spin 1.5 CO: 0.63%, round 2 CO: 0.76%, CO 2.5 rounds: 1 , 60% and round 3 CO: 2.48%), rotation 2000 rpm (rounds 1 CO: 1.76%, spin 1.5 CO: 1.86%, round 2 CO: 1.96%, round 2, 5 CO: 2.16% and round 3 CO: 2.36%) and spin at 3000 rpm (rounds 1 CO: 1.76%, spin 1.5 CO: 1.93%, round 2 CO: 2.13% , round 2.5 CO: 2.33% and round 3 CO: 2.46%) Based on the test results concluded that the adjustment on the carburetor can affect CO emissions. Setup is done at 750 rpm rotation has increased the percentage of CO emissions are very high if compared to the round of 2000, and 3000 rpm. Setup is done so that the percentage of CO emissions in accordance with the Decree of the Environment, 2007 (CO: 2.5%) which is the cycle adjusting the idle mixture screw carburetor should not exceed three rounds of adjusting the idle mixture screw carburetor. * Students of Mechanical Engineering of Education Study Program ** Fisrt Supervisor *** Second Supervisor RIWAYAT HIDUP Nama : Stefanus Ama Helan NIM : 0701120943 Jur/Prodi : PTK/ Teknik Mesin Penulis dilahirkan di Waihelan Adonara, Flores Timur pada tanggal 26 Desember 1986. Adalah anak pertama dari Lima bersaudara dari pasangan bapak Yohanes Resi Masan dan ibu Magdalena Surat Liku. Pada tahun 1995 penulis terdaftar sebagai siswa SD Katolik Leter-Bukit Seburi dan tamat tahun 2001. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan pada SMP Negeri 1 Adonara Barat dan tamat tahun 2004. Pada tahun yang sama juga melanjutkan pendidikan pada SMK Negeri 1 Larantuka dan tamat tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan strata 1 pada Program Studi Pendidikan Teknik Mesin PTK FKIP Undana Kupang dan selesai tahun 2011. Untuk menyelesaikan studi penulis telah menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan judul : “Pengaruh Penyetelan Pada Karburator Terhadap Emisi CO Pada Mobil Toyota Kijang 5K”. KATA PENGANTAR Puji dan syukur pantas dan layak penulis naikkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini secara spesifik menguraikan permasalahan yang berkaitan dengan emisi CO berdasarkan penyetelan pada karburator. Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Ir. Frans Umbu Datta, M. App. Sc. P.h.D selaku Rektor Universitas Nusa Cendana Kupang 2. Bapak Drs. Lukas Billi Bora, MS selaku Dekan FKIP Undana Kupang 3. Bapak Drs. Basri K., M. Si selaku ketua Jurusan PTK FKIP Undana dan pembimbing I 4. Bapak Drs. Edy Suprapto, MP selaku Ketua Program Studi Pendidikan Teknik Mesin 5. Bapak Munaskop Wadyosapto, S. Pd selaku pembimbing II 6. Bapak/ ibu dosen pada Program Studi Pendidikan Teknik Mesin 7. Bapak Ronny D. Paais selaku kepala bengkel CV. Auto Nusa Abadi Kupang 8. Bapak Sugeng M. Sarajar selaku techinal leader CV. Auto Nusa Abadi Kupang 9. Sahabat-sahabatku tersayang (Abang Kasmir,Abang Budi, Abang Julius, Dida, Jhoni, Stuul, Anton, Ka Dami, Yupong, Danil, Nando, Eman, Yalis, Jorki, Ngaji, vanty dan Rio) 10. Rekan-rekan angkatan 07 dan 08 FKIP/ PTK/ Teknik Mesin yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu 11. Semua pihak yang dengan caranya sendiri telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh kesempurnaan. Oleh sebab itu, usul, kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini penulis menerimanya dengan senang hati dan lapang dada. Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Kupang, Juli 2011 Penulis MOTO from Nothing to Something from Zero to Hero Dari yang Tidak Ada menjadi Ada Dari Nol menjadi Pahlawan PERSEMBAHAN Karya terindah ini secara khusus ku persembahkan bagi: 1. Kedua orang tuaku tersayang (Bapak Yohanes Resi Masan dan Mama Magdalena Surat Liku) 2. Keluarga besar Polo Makin (Keluarga Markus Wayong Bako, Paulus Demon Nuba, Kornelis Kopong Masang, Alowisius Bulu Ama dan Paulus Nedan) 3. Saudara/ saudariku tersayang (Igen, Tina, Miky, Maco, Rinto, Herlin, Sarti, Lensi, Andi, Dina, Yovi, Stenli, Firsa, Rili, Rivin dan Reno) 4. Seseorang yang selalu menemaniku dalam suka maupun duka (ade Sarti Dani Bao yang tersayang) 5. Almamaterku tercinta. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL LEMBARAN PERSETUJUAN ii LEMBARAN PENGESAHAN iii ABSTRAK iv RIWAYAT HIDUP v KATA PENGANTAR vi MOTO viii PERSEMBAHAN ix DAFTAR ISI x DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR DIAGRAM xv DAFTAR GRAFIK xvi BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 3 1.3 Batasan Masalah 3 1.4 Metode Penulisan 4 1.5 Tujuan dan Manfaat 4 1.6 Konsep Penelitian 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 2.1 Karburator 6 2.2 Konstruksi Dasar Karburator 8 2.3 Venturi 9 2.4 Bagian-Bagian dan Cara Kerja Karburator 11 2.5 Bahan Bakar Bensin 18 2.6 Karburasi dan Penginjeksian Bahan Bakar Untuk Motor Bakar 19 2.7 Proses Pembakaran Bahan bakar dan udara 21 2.8 Jenis Gas Buang Kendaraan Bermotor 22 2.9 Alat Penguji Gas Buang 28 2.10 Ambang Batas Emisi Gas Buang 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32 3.1 Lokasi Penelitian 32 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian 32 3.3 Peralatan dan Bahan 32 3.4 Teknik Pengumpulan data 35 3.5 Teknik Analisis Data 37 3.6 Diagram Alir Penelitan 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 39 4.1 Interpretasi Hasil Pengujian 39 4.2 Analisis Data 44 4.3 Pembahasan 50 BAB V PENUTUP 53 5.1 Kesimpulan 53 5.2 Saran 54 DAFTAR PUSTAKA 56 DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Daerah Operasi Utama 19 2. Perbandingan Udara Dan Bahan Bakar 21 3. Ambang Batas Emisi Gas Buang 31 4. Spesifikasi Mobil Toyota Kijang Seri 5 K 33 5. Spesifikasi Automotive Emission Analyzer 34 6. Persentae Emisi CO Pada Putaran 750 rpm 40 7. Persentae Emisi CO Pada Putaran 2000 rpm 41 8. Persentae Emisi CO Pada Putaran 3000 rpm 42 9. Perbandingan Emisi CO Per Putaran Mesin 42 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Konstruksi Dasar Karburator 9 2. Venturi 10 3. Karburator 11 4. Floot Circuit 12 5. Low Speed Circuit 13 6. Primary Hight Speed Circuit 14 7. Secondary Hight Speed Circuit 15 8. Acceleration Circuit 17 9. Smoke Meter 28 10. Daerah Gelombang Penyinaran Inframerah 29 11. Cara Kerja CO Meter Inframerah 30 DAFTAR DIAGRAM Diagram Halaman 1.aAlir Penelitian 38 DAFTAR GRAFIK Grafik Halaman 1. Persentase Emisi CO Pada Putaran 750 rpm 44 2. Persentase Emisi CO Pada Putaran 2000 rpm 46 3. Persentase Emisi CO Pada Putaran 3000 rpm 47 4. Perbandingan Emisi CO Per Putaran Mesin 49 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini udara yang dihirup manusia semakin tidak besahabat, banyak polusi udara terjadi di mana-mana yang disebabkan oleh banyak hal antara lain: asap kendaraan, asap pabrik, pembakaran sampah dan sebagainya. Asap kendaraan merupakan penyebab terbesar terjadinya polusi di udara. Persoalan ini merupakan isu sentral yang mendapat perhatian serius semua pihak dalam penanggulangannya. Kesadaran masyarakat akan pencemaran udara akibat gas buang kendaraan bermotor di kota-kota besar saat ini makin tinggi. Dari berbagai sumber bergerak seperti mobil penumpang, truk, bus, lokomotif kereta api, kapal terbang, dan kapal laut. Kendaraan bermotor saat ini maupun di kemudian hari akan terus menjadi sumber yang dominan dari pencemaran udara di perkotaan. Di DKI Jakarta, kontribusi bahan pencemar dari kendaraan bermotor ke udara adalah sekitar 70%. Namun sekarang ini masalah pencemaran sudah bisa kita rasakan sampai ke kota-kota lain di Indonesia salah satunya adalah kota Kupang yang tingkat pencemarannya semakin meningkat. Hal ini didasarkan pada peningkatan jumlah penduduk atau peningkatan konsumen/ pemilik kendaraan bermotor. Jumlah penduduk kota Kupang tahun 2007 sebanyak 282.035 jiwa atau diperkirakan pada tahun 2012 penduduk kota Kupang akan mencapai 326.220 jiwa dengan luas wilayah 18,2 km2 atau sekitar 18.027 ha (Zakarias, 2009). Resiko kesehatan yang dikaitkan dengan pencemaran udara di perkotaan secara umum, banyak menarik perhatian dalam beberapa dekade belakangan ini. Di banyak kota besar, gas buang kendaraan bermotor menyebabkan ketidaknyamanan pada orang yang berada di tepi jalan dan menyebabkan masalah pencemaran udara pula. Beberapa studi epidemiologi dapat menyimpulkan adanya hubungan yang erat antara tingkat pencemaran udara perkotaan dengan angka kejadian (prevalensi) penyakit pernapasan. Pengaruh dari pencemaran khususnya akibat kendaraan bermotor tidak sepenuhnya dapat dibuktikan karena sulit dipahami dan bersifat kumulatif. Kendaraan bermotor akan mengeluarkan berbagai jenis gas maupun partikulat yang terdiri dari berbagai senyawa anorganik dan organik dengan berat molekul yang besar yang dapat langsung terhirup melalui hidung dan mempengaruhi masyarakat di jalan raya dan sekitarnya. (Lestari P, 2007). Cara yang ditempuh untuk mengurangi angka polusi di udara yang disebabkan oleh asap kendaraan yaitu mengatur proses pembakaran di dalam selinder dengan melakukan penyetelan pada karburator. Meskipun banyak sekali macam dan jenis karburator yang dapat digunakan yaitu masing-masing dengan konstruksi berbeda sesuai dengan tujuan penggunaannya, prestasi mesin yang mempergunakannya dan sesuai selera perencanaannya, namun fungsi dan prinsip kerjanya tetap sama. Fungsi dari karburator adalah mengatur pemasukan, pencampuran dan pengabutan bensin ke dalam arus udara sehingga diperoleh perbandingan campuran yang sesuai dengan keadaan beban dan kecepatan poros engkol. Campuran itu harus homogen dan perbandingannya sama untuk tiap-tiap selinder. Penyetelan pada karburator, sangat mempengaruhi emisi CO pada gas buang dan penyetelan yang tidak sesuai akan menimbulkan emisi CO yang berlebihan pada gas buang sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Untuk itu dalam melakukan penyetelan pada karburator, sebaiknya dilakukan pengukuran emisi CO agar diketahui berapa besar emisi CO yang ditimbulkan pada gas buang. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengambil judul “Pengaruh Penyetelan Pada Karburator Terhadap Emisi CO Pada Mobil Toyota Kijang 5 K”. 1.2 Rumusan Masalah Agar lebih jelas dan terarah permasalahannya, maka masalah yang akan dibahas adalah apakah ada pengaruh penyetelan pada karburator terhadap emisi CO. 1.3 Batasan Masalah Ada permasalahan dalam penelitian ini antara lain, yaitu: a. penyetelan pada karburator dilakukan pada Mobil Toyota Kijang Seri 5 K. b. pengujian emisi CO dilakukan dengan cara melonggarkan idle adjusting mixture screw karburator 0,5 putaran bertahap dari 1 putaran sampai 6 putaran penuh. c. pengujian emisi CO dilakukan pada putaran 750, 2000, dan 3000 rpm dengan cara memutar idle adjusting speed screw karburator. 1.4 Metode Penulisan Dalam penulisan proposal ini digunakan metode kepustakaan yang sumber penulisannya dihimpun dari beberapa literatur yang diperoleh. 1.5 Tujuan dan Manfaat 1.5.1 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan proposal ini, yaitu: a. untuk mengetahui pengaruh penyetelan pada karburator terhadap emisi CO pada putaran 750 rpm, b. untuk mengetahui pengaruh penyetelan pada karburator terhadap emisi CO pada putaran 2000 rpm, dan c. untuk mengetahui pengaruh penyetelan pada karburator terhadap emisi CO pada putaran 3000 rpm. 1.5.2 Manfaat Adapun manfaat dari penulisan proposal ini, yaitu: a. sebagai bahan informasi bagi para pemilik kendaraan bermotor dan teknisi tentang perlu adanya penyetelan pada karburator yang tepat karena sangat berpengaruh terhadap emisi CO. b. mengetahui pengaruh penyetelan pada karburator terhadap emisi CO. 1.6 Konsep Penelitian a. karburator Karburator adalah salah satu bagian yang sangat penting dari sebuah motor bensin yang berfungsi untuk mengkarburasi bahan bakar dan udara menjadi partikel-partikel kecil. b. bensin (gasoline) Bensin adalah bahan bakar yang digunakan untuk proses pembakaran pada motor otto atau motor bensin. c. emisi Emisi adalah zat, energi dan atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan atau dimasukkannya ke dalam udara ambient yang mempunyai potensi sebagai unsur pencemar. d. gas buang kendaraan bermotor Zat sisa proses pembakaran motor bakar yang dikeluarkan melalui knalpot ke udara ambient. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karburator Ada tiga syarat yang harus dipenuhi unutk motor bensin, agar tenaga yang dihasilkan dapat tercapai dengan baik, yaitu: tekanan kompresi yang tinggi, waktu pengapian yang tepat dan percikan bunga api busi yang kuat, dan campuran udara dan bahan bakar yang sesuai (Anonim, 2003). Tenaga pada motor bensin diperoleh dari pembakaran campuran bahan bakar dengan udara dalam selinder. Udara dan bahan bakar bensin dicampurkan menurut kondisi tertentu di dalam karburator (Karyanto, 1994). Karburator adalah tempat pencampuran bahan bakar dengan udara. Pencampuran tersebut terjadi karena bahan bakar terhisap masuk atau disemprotkan ke dalam arus udara segar yang masuk ke dalam karburator. Campuran bahan bakar dan udara kemudian masuk ke dalam selinder dan dinyalakan oleh loncatan api listrik dari busi, menjelang akhir langkah kompresi. Pembakaran udara dan bahan bakar ini menghasilkan daya (Arismunandar, 2002). Bentuk dasar dari karburator dibagi dalam dua bagian yaitu ruang campuran (mixture chamber) di mana bahan bakar bensin dicampur dengan udara dan ruang pelampung (float chamber) di mana tersimpan sejumlah bensin dalam volume tetap. Di bagian tengah ruang pencampur (mixture chamber) terdapat penampang yang kecil, bagian ini disebut venturi. Pengabut utama (main nozzle) yang terletak di tengah venturi akan mengeluarkan bensin pada saat motor berada di atas putaran idling. Di sebelah bawahnya terdapat katup gas (throttle valve) dan pengabut (nozzle) untuk kecepatan rendah. Katup gas ini merupakan katup yang berbentuk piringan yang berfungsi mengatur jumlah bahan bakar bensin dan udara yang akan masuk ke dalam selinder motor (Karyanto, 1994). Katup gas dihubungkan dengan lengan pedal akselerasi (pedal gas). Katup choke (choke valve) terletak di atas venturi dan berfungsi mengatur jumlah udara yang akan masuk ke dalam karburator (Husni & Herdiman, 1981). Ruang pelampung (float chamber) merupakan suatu tempat untuk menampung bahan bakar bensin dan di dalamnya terdapat pelampung dan katup jarum (needle valve). Pada saat langkah isap, tekanan di dalam selinder akan turun. Akibatnya perbedaan tekanan ini udara mengalir kedalam selinder melalui saringan udara, karburator dan saluran masuk (intake manifold) (Husni & Herdiman, 1981). Karena udara yang masuk ke dalam selinder melalui saluran penyempit pada venturi. Kecepatannya bertambah dan tekanannya menurun sehingga bensin keluar melalui pengabut utama (main nozzle). Kemudian bensin tadi tertiup oleh udara yang deras dan terjadilah penguapan yang masuk ke ruang bakar melalui saluran masuk (Husni & Herdiman, 1981). Menyetel karburator merupakan langkah yang penting dan ini termasuk dalam prosedur pengaturan pengapian mesin, sudah waktunya untuk menyetel karburator, apabila mobil memperlihatkan gejala-gejala seperti berikut: a. pada waktu mesin dipelankan untuk menghentikan mobil atau saat memindahkan versenelling mobilnya melonjak, b. meskipun stop kontak sudah dimatikan, mesin cenderung untuk berjalan terus, c. pada waktu menancap gas, mesin agak tersendat-sendat. Akan tetapi mesin berjalan terlalu cepat pada idle speed. Hal ini terjadi karena campuran udara dan bahan bakar teralu tinggi sehingga mengeluarkan banyaknya asap (Daryanto, 1999). 2.2 Konstruksi Dasar Karburator Bila torak bergerak ke bawah di dalam selinder selama langkah hisap pada mesin akan menyebabkan kevakuman di dalam ruang bakar. Dengan terjadinya kevakuman ini udara masuk ke ruang bakar melalui karburator. Besarnya udara yang masuk ke selinder diatur oleh katup throttle, yang gerakannya diatur oleh pedal akselerasi, seperti pada Gambar 1 (Anonim, 2003). Bertambah cepatnya aliran udara yang masuk melalui saluran yang sempit (disebut venturi), tekanan pada venturi menjadi rendah. Hal ini menyebabkan bensin dalam ruang pelampung mengalir keluar melalui saluran utama (main nozzle) ke ruang bakar (Anonim, 2003). Jumlah udara maksimum yang masuk ke karburator terjadi saat mesin berputar pada kecepatan tinggi dengan posisi katup throttle terbuka penuh. Kecepatan udara yang bergerak melalui venturi bertambah dan memperbesar jumlah bensin yang keluar melalui main nozzle (Anonim, 2003). Gambar 1. Konstruksi dasar karburator Sumber: Anonim, 2003 2.3 Venturi Karena udara yang keluar dari ujung tabung sama dengan saat udara masuk ke dalam tabung, udara yang melalui venturi harus lebih besar kecepatannya dibanding dari tempat lainnya, sebab venturi menyempit. Hal ini juga bertujuan agar tekanan udara dalam venturi lebih rendah dibanding dengan bagian lainnya dalam tabung (lihat Gambar 2) (Anonim, 2003). Dalam karburator bahan bakar disalurkan dari main nozzle disebabkan rendahnya tekanan (terjadi kevakuman) dalam venturi (Anonim, 2003). Gambar 2. Venturi Sumber: Anonim, 2003 2.4 Bagian-Bagian dan Cara Kerja Karburator Gambar 3. Karburator 1. Power piston 2. Slow jet 3. Katup solenoid 4. Breaker cuk 5. Nozel utama primer 6. Katup cuk 7. Jet pompa 8. Nozel utama sekunder 9. Pemberat (discharge weight) 10. Plunyer pompa 11. Katup termostat 12. Katup jarum 13. Pelampung 14. Power valve (katup tenaga) 15. Jet utama primer 16. Power jet (jet penambah tenaga) 17. Sekrup penyetel campuaran idle 18. Sumbat 19. Slow port 20. Idle port 21. Katup trotel primer 22. Katup trotel sekunder 23. Katup putaran tinggi 24. Jet utama sekunder Sumber: Anonim, 1996 2.4.1 Sistem Pelampung (Float Circuit) Pada Gambar 4 terlihat sistem pelampung (float circuit) yang berfungsi menampung bensin yang diberikan pompa untuk sementara waktu (temporer). Bila bensin telah terpakai, maka pelampung (float) akan turun dan katup dalam (needle valve) akan membuka, sehingga bensin dapat masuk ke dalam ruang pelampung (float chamber). Setelah bensin mencapai volume tertentu dimana pelampung (float) akan terangkat kembali, katup jarum (needle valve) akan menutup saluran masuk dan penyaluran bensin akan terhenti (Husni & Herdiman, 1981). Gambar 4. Float circuit Sumber: Anonim, 1993 2.4.2 Sistem Putaran Lambat (Low Speed Circuit) Sistem kecepatan rendah (low speed circuit) (Gambar 5) berfungsi menyediakan pada saat putaran mesin masih rendah. Pada waktu putaran idling dimana pedal akselerasi tidak ditekan sehnigga udara yang melalui venturi hanya bergerak lambat dan pengabut (main nozzle) tidak menyalurkan bensin. Dalam keadaan ini, bila torak melakukan langkah isap, akan terjadi kehampaan udara yang besar di bawah katup gas (throttle valve), sehingga bensin akan terbawa melalui jet utama (main jet), jet kecepatan rendah (low jet), bercampur dengan uadara dari saluran udara (air bleeders) dan keluar melalui saluran idle (idle port), terus masuk ke dalam selinder. Hal tersebut akan menghasilkan campuran kaya yang memang dibutuhkan pada putaran idling agar dapat idling yang lembut (Husni & Herdiman, 1981). Gambar 5. Low speed circcuit Sumber: Anonim, 1993 2.4.3 Sistem Putaran Cepat Primer (Primary Hight-Speed Circuit) Pada waktu katup gas (throttle valve) mulai mmbuka dan udara makin cepat, maka tekanan pada ujung pengabut menjadi lebih rendah dari tekanan di dalam ruang pelampung. Akibat perbedaan tekanan ini, bensin akan keluar dari pengabut (nozzle) dan dipecahkan menjadi partikel-partikel kecil oleh arus udara tadi untuk kemudian terbawah masuk kedalam selinder. Sistem putaran cepat (Primary hight-speed circuit) biasanya dilengakapi dengan saluran udara (main air bleeder) yang terletak di tengah saluran bensin untuk menyempurnakan proses pencampuran bahan bakar dengan cara membentuk gelombang-gelombang udara yang kecil seperti pada Gambar 6 (Husni & Herdiman, 1981). Gambar 6. Primary hight-speed circuit Sumber: Anonim, 1993 2.4.4 Sistem Putaran Tinggi Sekunder (Secondery Hight-Speed Circuit Pada saat putaran motor semakin cepat sistem putaran cepat primer (primary hight-speed circuit) sudah tidak mampu lagi menyediakan campuran yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Pada saat ini katup gas sekunder (sekundery thorottle valve) akan membuka dengan bantuan mekanisme tuas penghubung atau dapat pula dengan bantuan vakum (kehampaan). Dengan terbukanya katup gas sekunder (sekundery thorottle valve), maka di bawah katup putaran tinggi (hight speed valve) akan terjadi kehampaan. Hal ini menimbulkan perbedaan diatas katup putaran tinggi (hight speed valve) dan di bawahnya. Tetapi karena katup putaran tinggi (hight speed valve) dibebani bandul tertentu maka terbuka setelah perbedaan tekanan tersebut mampu melawan berat bandul tersebut. Setelah katup putaran tinggi (hight speed valve) terbuka dan terjadi arus uadara melalui venturi sekunder (secondary venturi), tekanan di ujung venturi sekunder (secondery venturi) turun, sehingga bensin akan keluar dari pengabut (nozzle) dan dipecahkan menjadi partikel yang sangat kecil dan terbawah ke dalam selinder seperti pada Gambar 7 (Husni & Herdiman,1981). Gambar 7. Secondery hight-speed circuit Sumber: Anonim, 1993 2.4.5 Sistem Tenaga (Power Circuit) Sistem tenaga (Power Circuit) berfungsi menambah jumlah bensin yang keluar dari pengabut (nozzle) pada sistem putaran cepat primer (primary hight-speed circuit) agar menghasilkan output yang lebih besar dan dapat memelihara bahan bakar pada saat motor berputar dengan kecepatan tinggi (Husni & Herdiman, 1981). Pada sirkuit ini, katup tenaga (power valve) dipasang berhadapan dengan jet tenaga (power jet) untuk menyalurkan dan menghentikan aliran bensin yang menuju putaran cepat primer (primary hight-speed). Gerakan ini diperoleh dengan bantuan mekanisme tuas penghubung atau dapat juga dengan vakum (Husni & Herdiman,1981). 2.4.6 Sistem Percepatan (Acceleration Circuit) Sistem percepatan (acceleration circuit) berfungsi mengatasi terjadinya campuran yang kurus pada saat katup gas (throttle) membuka secara mendadak, dengan jalan memberikan sejumlah bahan bakar yang diperlukan untuk percepatan (acceleration) (Karyanto, 1994). Bila pedal akselerasi ditekan maka dengan melalui tuas penghubung, pompa percepatan akan tertekan ke bawah dan bensin akan keluar melalui saluran by-pas (by-pas jet) sehingga campuran menjadi kaya. Kemudian bila pedal akselerasi dilepas, pompa akan menghisap bensin dari ruang pelampung (float chamber) melalui katup peluru (check ball) dan bensin memenuhi ruang pompa untuk persediaan akselerasi berikutnya seperti pada Gambar 8 (Husni & Herdiman, 1981). Gambar 8. Acceleration circuit Sumber: Anonim, 1993 2.4.7 Sistem Choke (Choke Circuit) Sistem choke (Choke Circuit) digunakan pada saat motor dalam keadaan dingin. Pada saat ini motor sukar dihidukan karena uap bensin melekat pada dinding saluran masuk (intake manifol sebelum masuk ke selinder. Campuran masuk ke dalam selinder menjadi kurus. Katup choke (choke valve) menutup saluran masuk udara (air horn inlet) sehingga pada waktu di start, terjadi kehampaan di bawah katup choke (choke valve). Hal ini menyebabkan bensin keluar dari putaran rendah (low speed) dan sistem putaran cepat primer (primary hight-speed circuit), sehingga terjadilah campuran yang kaya (Husni & Herdiman, 1981). 2.5 Bahan Bakar Bensin Lima jenis bensin berdasarkan kelas velolitas yang diproduksi di Indonesia adalah sebagai berikut: a. bensin premium 88 yang mempunyai angka oktan riset minimum 88, berwarna kuning dengan pengungkit oktan TEL maksimum 1,5 ml galon Amerika bensin. b. bensin premix 94 yang mempunyai angka oktan riset minimum 94, berwarna orange, menggunakan pengungkit oktan TEL dengan kandungan Pb maksimum 0,45 gr/l dan metil terser butil eter (MTBE) maksimum 15% volum. c. bensin super TT yang mempunyai angka oktan riset minimum 95, tidak berwarna dan tidak mengandung TEL, dapat ditambahkan 10% volum untuk memenuhi spesifikasi angka oktan. d. bensin prima TT yang mempunyai angka oktan riset 98, tidak berwarna dan tidak mengandung TEL. Dapat ditambahkan MTBE maksimum 15% volume untuk memenuhi spesifikasi angka oktan. e. bensin petro 2T mempunyai angka oktan riset 72, berwarna hijau dengan kandungan timbal (Pb) maksimum 0,1 kg/l. Ditambahkan MTBE maksimum 15% volum untuk memenuhi spesifikasi angka oktan. Bensin ini khusus digunakan untuk mesin motor bakar dua langkah. 2.6 Karburasi dan Penginjeksian Bahan Bakar untuk Motor Bakar Pada motor bakar torak penyalaan cetus api, adalah hal yang relatif sederhana untuk mengsuplai bahan bakar gas dalam propulsi yang sesuai dengan udara begitu beban berubah. Tetapi, pengukuran jumlah aliran (metering), pengatoman, dan pendistribusian bahan bakar cair, khususnya pada motor bakar aneka selinder (multi cylinder), ini semua lebih sulit. Hanya pada sejumlah penggunaan terbatas motor bakar dihadapkan pada kebutuhan beban tunak (steady) yang dapat dipenuhi oleh laju aliran bahan bakar dan udara yag tetap. Pada kebanyakan instalasi stasioner bebannya adalah bervariasi dan pada propulsi otomotif khususnya, kepesatan dan beban harus bervariasi (Bernad & Zulkifli, 1987). Untuk motor bakar torak penyalaan cetus api adalah hal yang biasa untuk mengcekik (throttle) atau menghambat suplai udara untuk menghindarkan campuran yang terlalu miskin pada beban-beban yang lebih rendah dan memakai udara sebanyak mungkin hanya bila dibutuhkan beban maksimum. Daerah operasi utama dirampung pada Tabel 1 (Bernad & Zulkifli, 1987). Tabel 1. Daerah Operasi Utama Jangka Operasi Faktor Pengatur Perbandingan Udara-Bahan Bakar Tanpa beban (idling) Pengenceran campuran oleh hasil-hasil pembakaran Kaya Daya normal Keekonomisan Sedikit miskin Daya Maksimum Pemakaian udara sepenuhnya Kaya Sumber: Bernad & Zulkifli, 1987. Selama periode tanpa beban (idling) atau kebutuhan tanpa beban, suplai udara dicekik. Gas volume sisa yang pada dasarnya mulia merupakan bagian terbesar isian pada akhir periode pengisapan. Disamping itu, karena tekanan di dalam selinder sangat rendah selama pengisapan, gas-gas buang dihisap kembali ke dalam selinder selama periode tumpang tindih katup (valve-overlap), yaitu sewaktu baik katup masuk maupun katup buang dalam keadaan terbuka. Akibatnya adalah bahwa pencampuran udara dan bahan bakar secara kimia tepat akan diencerkan oleh gas mulia sehingga pembakaran akan tidak teratur atau tidak mungkin terjadi, campuran kaya (lebih banyak bahan bakar daripada jumlah yang secara kimia tepat untuk oksigen yang tersedia) harus disuplai. Dalam hal apapun situasi menunggu (stand-by) adalah tidak ekonomis, tetapi keharusan untuk memperoleh campuran kaya membuat situasi tersebut lebih boros, dan sangat menunjang pencemaran yang diakibatkan oleh motor bakar penyalaan cetus api (Bernad & Zulkifli, 1987). Pada jangka (range) daya normal, yang secara kasarnya dari 25-75% dari tekanan efektif rata-rata indikator maksimum yang mungkin, pertimbangan utama biasanya adalah untuk keekonomisan bahan bakar. Karena campuran bahan bakar dan udara tidak perna sama sekali homogen, dan karena gradien temperatur di dalam selinder mengacaukan pembakaran yang seragam, campuran bahan bakar yang secara kimia tepat (stoichiometrik) tidak akan terbakar sempurna dan sebagian bahan bakar akan terbuang. Untuk alasan ini udara berlebih (excess air), 5-10% di atas kebutuhan yang secara kimia tepat, disuplai untuk menghindarkan pembakaran yang tidak sempurna (Bernad & Zulkifli, 1987). Pada Tabel 2 dijelaskan perbandingan bahan bakar dan udara sesuai dengan kondisi kerja mesin. Perbandingan bahan bakar terhadap udara yang secara kimia tepat untuk kebanyakan gasolin adalah antara 0,066 dan 0,068 pada basis massa. Bobot spesifik uap bahan bakar adalah lebih besar daripada bobot spesifik udara dan disamping itu, sebagian besar bahan bakar masih dalam keadaan cair selama pengisapan isian. Jadi volume udara yang dapat disuplai adalah faktor yang membatasi keluaran daya maksimum untuk motor bakar. Untuk menjamin pemanfaatan semua oksigen yang dapat disuplai, dibutuhkan perbandingan bahan bakar terhadap udara yang kaya (Bernad & Zulkifli, 1987). Tabel 2. Perbandingan Udara Dan Bahan Bakar Kondisi Kerja Mesin Perbandingan Udara dan Bahan Bakar Saat star temperatur 00C Kira-kira 1 : 1 Saat star temperatur 200C Kira-kira 5 : 1 Saat idling Kira-kira 11 : 1 Putaran lambat 12-13 : 1 Akselerasi Kira-kira 8 : 1 Putaran max (beban penuh) 12-13 : 1 Putaran sedang 16-18 : 1 Sumber: New Steep I, 2003. 2.7 Proses Pembakaran Bahan Bakar Dan Udara Proses pembakaran bahan bakar dimulai saat terjadinya percikan bunga api pada busi dalam ruang silinder. Ruang silinder tersebut berisikan campuran bahan bakar dan udara yang telah dikompresikan oleh torak. Untuk melaksanakan pembakaran, sebenarnya tidak selamanya tepat saat torak mencapai titik puncaknya, akan tetapi untuk mendapatkan tenaga yang maksimal dengan bahan bakar yang efisien, penyalaan harus tepat sesuai dengan kerja motor. Campuran bahan bakar dan udara harus selesai dan terbakar sempurna sehingga langkah usaha oleh adanya ledakan dari proses pembakaran dapat dicapai dengan maksimal. Campuran bahan bakar dan udara tidak akan langsung terbakar, membutuhkan waktu beberapa saat untuk membakar keseluruhan dari campuran tersebut. Selang waktu ini disebut keterlambatan pembakaran. Keterlambatan pembakaran disebabkan karena proses pembakaran bahan bakar dan udara memerlukan waktu. Setelah pembakaran dimulai, penyebaran api dilanjutkan keseluruh bagian dari ruang bakar. Pembakaran berlangsung normal apabila campuran bahan bakar dan udara di dalam silinder terbakar habis dengan waktu yang relatif konstan (Anonim, 1993). 2.8 Jenis Gas Buang Kendaraan Bermotor Udara adalah suatu campuran gas buang yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air dalam bentuk H2O dan karbondioksida (CO2). Jumlah uap air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu. Sumber polusi yang utama berasal dari transportasi, dimana hampir 60% dari polutan yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida dan sekitar 15% terdiri atas hidrokarbon. Sumber-sumber polusi lainnya misalnya pembakaran, proses industri, pembuangan limbah, dll. Polutan yang utama adalah karbon monoksida yang mencapai hampir setengahnya dari seluruh polutan yang ada (Srikandi, 1992). Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari kendaraan bermotor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut: a. Sumber Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer seperti: SOX, NOX dan HC langsung dibuang ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti: O3 dan PAN adalah polutan yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisasi atau oksidasi. b. Komposisi kimia Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya hidrokarbon, keton, alkohol, ester, dll. Polutan inorganik seperti CO, karbonat, nitrogen oksida, ozon, dan lainnya. c. Bahan penyusun Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti debu, asap, abu, kabut dan spray. Partikulat dapat bertahan di atmosfir. Sedangkan polutan berupa gas tidak tertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas. 2.8.1 Hidrokarbon Bensin adalah senyawa hidrokarbon, jadi setiap HC yang didapat di gas buang kendaraan menunjukkan adanya bensin yang tidak terbakar dan terbuang bersama sisa pembakaran. Apabila suatu senyawa hidrokarbon terbakar sempurna (bereaksi dengan oksigen) maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah CO2 dan H2O. Walaupun rasio perbandingan antara udara dan bensin (AFR=Air-to-Fuel-Ratio) sudah tepat dan didukung oleh desain ruang bakar mesin saat ini yang sudah mendekati ideal, tetapi tetap saja sebagian dari bensin seolah-olah tetap dapat bersembunyi dari api saat terjadi proses pembakaran dan menyebabkan emisi HC pada ujung knalpot cukup tinggi (Wiratama, 2008). Untuk mobil yang tidak dilengkapi dengan Catalytic Converter (CC), emisi HC yang dapat ditolerir adalah 500 ppm dan untuk mobil yang dilengkapi dengan CC, emisi HC yang dapat ditolerir adalah 50 ppm (Wiratama, 2008). Emisi HC ini dapat ditekan dengan cara memberikan tambahan panas dan oksigen di luar ruang bakar untuk menuntaskan proses pembakaran. Proses injeksi oksigen tepat setelah exhaust port akan dapat menekan emisi HC secara drastis (Wiratama, 2008). Apabila emisi HC tinggi, menunjukkan ada tiga kemungkinan penyebabnya yaitu CC yang tidak berfungsi, AFR yang tidak tepat (terlalu kaya) atau bensin tidak terbakar dengan sempurna di ruang bakar. Apabila mobil dilengkapi dengan CC, maka harus dilakukan pengujian terlebih dahulu terhadap CC dengan cara mengukur perbedaan suhu antara inlet CC dan outletnya. Seharusnya suhu di outlet akan lebih tinggi minimal 10% daripada inletnya (Wiratama, 2008). Apabila CC bekerja dengan normal tapi HC tetap tinggi, maka hal ini menunjukkan gejala bahwa AFR yang tidak tepat atau terjadi misfire. AFR yang terlalu kaya akan menyebabkan emisi HC menjadi tinggi. Ini biasa disebabkan antara lain kebocoran fuel pressure regulator, setelan karburator tidak tepat, filter udara yang tersumbat, sensor temperature mesin yang tidak normal dan sebagainya yang dapat membuat AFR terlalu kaya. Injector yang kotor atau fuel pressure yang terlalu rendah dapat membuat butiran bensin menjadi terlalu besar untuk terbakar dengan sempurna dan ini juga akan membuat emisi HC menjadi tinggi. Apapun alasannya, AFR yang terlalu kaya juga akan membuat emisi CO menjadi tinggi dan bahkan menyebabkan outlet dari CC mengalami overheat, tetapi CO dan HC yang tinggi juga bisa disebabkan oleh rembasnya pelumas ke ruang bakar (Wiratama, 2008). 2.8.2 Karbon Monoksida (CO) Gas karbon monoksida adalah gas yang relatif tidak stabil dan cenderung bereaksi dengan unsur lain. Karbon monoksida dapat diubah dengan mudah menjadi CO2 dengan bantuan sedikit oksigen dan panas. Saat mesin bekerja dengan AFR yang tepat, emisi CO pada ujung knalpot berkisar 0,5-1% untuk mesin yang dilengkapi dengan sistem injeksi atau sekitar 2,5% untuk mesin yang masih menggunakan karburator. Dengan bantuan air injection system atau CC, maka CO dapat dibuat serendah mungkin mendekati 0% (Wiratama, 2008). Apabila AFR sedikit saja lebih kaya dari angka idealnya (AFR ideal = lambda = 1, 00) maka emisi CO akan naik secara drastis. Jadi tingginya angka CO menunjukkan bahwa AFR terlalu kaya dan ini bisa disebabkan, antara lain masalah di fuel injection system seperti fuel pressure yang terlalu tinggi, sensor suhu mesin yang tidak normal, air filter yang kotor, PCV system yang tidak normal, karburator yang kotor atau setelannya yang tidak tepat. (Wiratama, 2008). 2.8.3 Karbon Dioksida (CO2) Konsentrasi CO2 menunjukkan secara langsung status proses pembakaran di ruang bakar. Semakin tinggi maka semakin baik. Saat AFR berada di angka ideal, emisi CO2 berkisar antara 12-15%. Apabila AFR terlalu kurus atau terlalu kaya, maka emisi CO2 akan turun secara drastis. Apabila CO2 berada di bawah 12%, maka kita harus melihat emisi lainnya yang menunjukkan apakah AFR terlalu kaya atau terlalu kurus (Wiratama, 2008). Perlu diingat bahwa sumber dari CO2 ini hanya ruang bakar dan CC. Apabila CO2 terlalu rendah tapi CO dan HC normal, menunjukkan adanya kebocoran exhaust pipe (Wiratama, 2008). 2.8.4 NOx Senyawa NOx ini sangat tidak stabil dan bila terlepas ke udara bebas, akan berikatan dengan oksigen untuk membentuk NOx. Inilah yang amat berbahaya karena senyawa ini amat beracun dan bila terkena air akan membentuk asam nitrat (Wiratama, 2008). Tingginya konsentrasi senyawa NOx disebabkan karena tingginya konsentrasi oksigen ditambah dengan tingginya suhu ruang bakar. Untuk menjaga agar konsentrasi NOx tidak tinggi, maka diperlukan kontrol secara tepat terhadap AFR dan suhu ruang bakar harus dijaga agar tidak terlalu tinggi baik dengan EGR maupun long valve overlap. Normalnya NOx pada saat idle tidak melebihi 100 ppm. Apabila AFR terlalu kurus, timing pengapian yang terlalu tinggi atau sebab lainnya yang menyebabkan suhu ruang bakar meningkat, akan meningkatkan konsentrasi NOx dan ini tidak akan dapat diatasi oleh CC atau sistem EGR yang canggih sekalipun (Wiratama, 2008). 2.9 Alat Uji Emisi Karbon Monoksida Alat penguji gas buang digunakan untuk mengukur susunan zat dari gas buang. Alat ini juga dipakai untuk menetapkan apakah campuran yang dihisap miskin, baik atau terlalu kaya. Alat penguji ini akan memberikan hasil baik bila instalasi pengapian serta alat-alat mekanisnya dalam keadaan baik (Arends & Berenschot, 1980). CO meter bekerja dengan sinar inframerah atau ultraviolet. Pada meteran ini digunakan prinsip bahwa gas-gas dapat menyerap sinar inframerah dari sinar gelombang tertentu. Kejadian ini dapat disamakan dengan katup yang mengisap sinar matahari. Sinar inframerah itu merupakan sinar panas. CO meter seperti ini dapat dikenal dari skala CO di mana hanya dicantumkan prosentase volumenya. Skala perbandingan untuk perbandingan campuran antara udara dan bensin kebanyakan tidak ada. Tetapi kadang-kadang juga ada (lihat Gambar 9). Gambar 9. Smoke meter Sumber: Arends & Berenschot, 1980 Gambar 10. Daerah gelombang penyinaran inframerah Sumber: Arends & Erenschot, 1980 Dari Gambar 10, dapat dilihat bahwa gelombang untuk CO adalah 4,7 (mikron). Ini berarti hanya sinar inframerah dengan gelombang 0,004 mm sampai 0,005 mm yang dapat diserap oleh emisi CO. Penyinaran tidak dipengaruhi oleh mesin lain di dalam gas buang, sedangkan konsentrasi emisi CO dapat diukur dengan teliti (Arends & Berenschot, 1980). Cara kerjanya (Gambar 11), adalah sebagai berikut: Alat pengukurnya terdiri dari dua ruang analisis M1 dan ruang pembanding M2, diatas tiap ruang dipasang penyinar inframerah. Gas buang disalurkan melalui pipa analisisnya. Di dalam ruang pembanding terdapat gas yang dapat dilalui oleh sinar inframerah tanpa hambatan. Di antara penyinar inframerah dan ruang dipasang piringan yang berputar, yang dapat memutuskan pennyinaran sebanyak 12,5 kg tiap detik. Di bagian bawah tiap-tiap ruang terdapat ruang ukur E. Alat ini terbagi dua oleh suatu kondensator (Arends & Berenschot, 1980). Karena di dalam ruang pembanding tidak dapat diserap sinar inframerah, sedangkan dalam ruang analisis dapat (hanya tergantung dari jumlah emisi CO dalam gas buang), terjadilah selisi kekuatan dari sinar inframerah dalam ruang ukur. Di dalam kedua bagian dari ruang ukurnya terjadi selisih suhu yang mengakibatkan terjadinya silisih tekanan. Dengan demikian maka kedudukan kondesator membrannya berubah, perubahan disebabkan piringan yang berputar di bawah pemancar inframerah terjadi 12,5 kg tiap detik. Dengan demikian kapasitas dari kondesator berubah dan terjadilah perubahan di dalam kekuatan arus. Arus ini lalu diperkuat dan disalurkan pada meteran. Makin besar persentase emisi CO di dalam gas buang, makin besar selisih tekanan dalam ruang ukur, yang mengakibatkan putaran pada jarum meternya (lihat Gambar 11). Gambar 11. Cara kerja CO meter inframerah Sumber: Arends & Berenschot, 1980 2.10 Ambang Batas Emisi Gas Buang Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor adalah batas maksimum zar atau bahan pencemar yang boleh dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tahun 2007 Tentang batas emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan yang sedang diproduksi (current production) memberikan batasan untuk kendaraan roda 4 dan 4 langkah diberikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Ambang Batas Emisi Gas Buang Kategori Parameter CO (%) Kendaraan roda 4 (4 langkah) 2,5 Sumber: Lampiran Kepmen LH, 2007 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di bengkel CV. Auto Nusa Abadi Kupang. Sedangkan waktu penelitian ini berlangsung 2 bulan yaitu bulan Juni sampai dengan Juli 2011. 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1 Populasi Penelitian Populasi adalah seluruh objek yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mobil bensin Toyota Kijang 5K yang ada dan sedang beroperasi di Kota Kupang. 3.2.2 Sampel Penelitian Sampel penelitian ini adalah sebuah mobil bensin Toyota Kijang 5K dengan tipe mesin 4 tak 4 selinder yang ada di CV. Auto Nusa Abadi Kupang. 3.3 Peralatan dan Bahan Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: a. mobil toyota kijang 5K, Tahun 1993 (lihat Gambar 12 pada lampiran foto). Pada Tabel 4 dijelaskan spesifikasi kendaraan toyota kijang 5K Tahun 1993. Tabel 4. Spesifikasi Mobil Toyota Kijang 5 K TOYOTA KIJANG 5K, TAHUN 1993 Karburator Langkah Pompa Akselerasi Seri 5 K (Part No. 21100-13650) Tinggi Permukaan Pelampung Posisi tertinggi 5 K Posisi Terendah 5 K Sudut katup throttle tertutup Primer Sekunder Sudut katup throttle membuka penuh Primer 5 K Sekunder 5 K Sudut idle tinggi saat katup cuk Menutup penuh Putaran Idle Posisi Idle karburator dikendorkan Distributor Sudut Dwell (dwell angel) Celah rubbing blok Saat pengapian Emisi gas buang Emisi CO 4, 58 ± 0, 25 mm 0, 191± 0, 0098 in 7, 5 mm 0, 295 in 0, 6 ± 0, 1 mm 0, 024 ± 0, 004 in 90 dari permukaan horisontal 200 dari permukaan horisontal 900 dari permukaan horisontal 900 dari permukaan horisontal 260 dari permukaan horisontal 750 ± 50 rpm Kendorkan 3 putaran 520 ± 60 0, 4 – 0, 5 mm 80 sebelum TMA 2 – 3,5% (750 rpm) Sumber: Anonim, 1993. b. engine analizer (lihat Gambar 13 pada lampiran foto) c. timing light d. stopwatch e. obeng plat f. bensin premium 88 g. automotive emission analyzer (lihat Gambar 13 pada lampiran foto) Pada Tabel 5 dijelaskan spesifikasi batas minimum dan maksimum dalam pengukuran emisi gas buang pada kendaraan bermotor. Emisi gas buang yang dapat diukur yaitu: CO, HC, CO2, O2, λ, AFR, dan NOx. Tabel 5. Spesifikasi Automotive Emission Analyzer SY-GA 401 Measuring item CO, HC, CO2, O2, λ (air surplus rate), AFR, NOX (optional) Measuring method CO, HC, CO2 : NDIR methrod O2 : Electrochemical cell Measuring range CO 0.0 ~ 9.99% HC 0 ~ 9999 ppm Resolution 0.01% 1 ppm Display 4 digit 7 segment LED 4 digit 7 segment LED Measuring range CO2 0.0 ~ 20.0% O2 0.00 ~ 25.00% Resolution 0.1% 0.01% Display 4 digit 7 segment LED 4 digit 7 segment LED Measuring range Λ 0 ~ 20.000 AFR 0.0 ~ 99.0 Resolution 0.001 0.1 Display 4 digit 7 segment LED 4 digit 7 segment LED Repeatability Less than ± 2% FS Response time Within 10 seconds (more than 90%) Warming up time About 2 ~ 8 minutes Sample collecting quantity 4 ~ 6 L/min Power AC 110V only or AC220V only ± 10%, 60 Hz Power consumption About 50 W Operation temperature 0 0C ~ 400C Dimensions 285 (W) x 410 (D) x 155 (H) mm Weight 4.5 kg Sumber: Automotive Emission Analyzer 3.4 Teknik Pengumpulan Data Adapun metode yang digunakan penulis dalam penyusunan proposal penelitian ini, yaitu sebagai brikut: a. Metode observasi Penulis melakukan kajian dengan turun ke lapangan atau bengkel guna mengamati dan mencatat secara sistematis tentang objek pengamatan sebagai data dan informasi pendukung tentang permasalahan yang diangkat. b. Metode kepustakaan Penulis melakukan kajian dengan mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan topik dari buku-buku yang tersedia di perpustakaan, buku petunjuk, diklat dan media lainnya yang berkaitan dengan topik. c. Metode eksperimen Penulis melakukan kajian dengan langsung melakukan percobaan sesuai dengan permasalahan yang diangkat pada mobil Toyota Kijang 5 K dan mengambil data-data percobaan serta mengalisa data-data dari hasil percobaan. Pengumpulan data dilakukan sebanyak tiga kali setiap penyetelan pada karburator pada putaran 750, 2000, dan 3000 rpm. Selanjutnya data tersebut dibandingkan dengan standar batas emisi (CO: 2,5%) yang dikeluarkan oleh Kepmen Lingkungan Hidup Tahun 2007. Adapun tahap-tahap dalam penelitian ini, yaitu: a. Tahap persiapan Mempersiapkan peralatan dan bahan yang akan digunakan dalam pengecekan. b. Tahap pelaksanaan 1) sebelum melakukan pengujian, dilakukan pemeriksaan terhadap alat dan bahan yang akan digunakan dan lakukan tune up pada mobil. 2) kabel-kabel dari engine analyzer dihubungkan ke mobil dengan posisi kabel hitam dihubungkan ke terminal negatif (-) baterai, kabel merah dihubungkan ke terminal positif (+) baterai, kabel hijau dihubungkan ke terminal positif (+) coil dan kabel warna kuning dihubungkan ke terminal negatif (-) koil, kemudian engine analizer dihubungkan. 3) kabel arus CO meter dihubungkan ke baterai, hidupkan CO meter kemudian dikalibrasi. 4) idle adjusting mixture screw karburator dikencangkan, kemudian dilonggarkan 1 putaran. Transmisi dalam keadaan ”N” (netral) dan hidupkan mesin. Rpm distel dengan memutar idle adjusting speed screw karburator sampai putaran stasioner (750 rpm). 5) tunggu selama 3 menit setelah penyetelan agar konsentrasi CO stabil, lalu dilakukan percobaan. Ujung pengindra (testing proble) CO dimasukan ke ujung knalpot sekurang-kurang 40 cm agar emisi CO dapat terbaca dengan baik dan ukuran konsentrasi emisi CO dalam waktu singkat, kemudian catat skalanya. 6) putaran mesin dinaikkan menjadi 2000 rpm dengan memutar idle adjusting speed screw. Kemudian lakukan percobaan pada poin -5. 7) putaran mesin dinaikkan menjadi 3000 rpm dengan memutar idle adjusting speed screw. Kemudian lakukan percobaan seperti pada poin -5. 8) idle adjusting mixture screw karburator dilonggarkan 0,5 putaran, kemudian ulangi langkah percobaan seperti pada poin -5), -6), dan -7). Ulangi penyetelan dengan melonggarkan idle adjusting mixture screw karburator sampai 6 putaran. 3.5 Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil percobaan dianalisa dengan menggunakan alat statistik deskriptif dengan bantuan program SPSS for windows versi 15. Lebih lanjut penyajian data analisis akan diberikan dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan interpretasinya dalam bentuk deskriptif. 3.6 Diagram Alir Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Interpretasi Hasil Pengujian Setelah melakukan pengujian sebanyak tiga (3) kali, untuk masing-masing putaran idle adjusting mixture screw karburator 0,5 putaran bertahap dari satu (1) sampai dengan enam (6) putaran penuh pada putaran 750, 2000, dan 3000 rpm, yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penyetelan pada karburator terhadap emisi CO yang dihasilkan. Pengujian ini dilakukan selama dua (2) hari dari tanggal 01-02 Juli 2011. Pengujian I, II, dan III (putaran 750, 2000, 3000 rpm) masing-masing membutuhkan waktu 132 menit (33 menit + 99 menit = 132 menit), yaitu waktu penyetelan 1 menit (1 menit x 33 = 33 menit) dan waktu menunggu 3 menit agar konsentrasi CO stabil untuk melakukan pengukuran (3 menit x 33 = 99 menit). Jumlah waktu untuk pengujian I, II, dan III yaitu 3 x 132 menit = 396 menit atau 6 jam 36 menit. Setelah melakukan pengujian didapat persentase emisi CO yang memiliki kecenderung meningkat seiring dilonggarkannya idle adjusting mixture screw karburator, interpretasinya ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Persentase Emisi Karbon Monoksida (CO) Pada Putaran 750 rpm Langkah Penyetelan Penyetelan Idle Adjusting Mixture Screw Karburator Persentase Emisi Karbon Monoksida (%) Pengujian I Pengujian II Pengujian III Rata-Rata 1 1 0.6 0.55 0.6 0.58 2 1.5 0.6 0.65 0.65 0.63 3 2 0.8 0.7 0.8 0.76 4 2.5 1.5 1.7 1.6 1.60 5 3 2.5 2.5 2.45 2.48 6 3.5 4.5 4.3 4.4 4.40 7 4 4.9 5 4.8 4.90 8 4.5 5.1 5 5.1 5.06 9 5 5.1 5.2 5.2 5.16 10 5.5 5.2 5.3 5.3 5.26 11 6 5.5 5.5 5.4 5.46 Sumber: Hasil Penelitian Berdasarkan data dan perhitungan pada Tabel 6 diatas diketahui bahwa penyetelan idle adjusting mixture screw karburator yang dilakukan bertahap 0,5 putaran dari satu (1) putaran sampai dengan enam (6) putaran penuh pada putaran mesin 750 rpm mengalami peningkatan yang sangat signifikan dengan kisaran persentase emisi CO yaitu 0,55% sampai dengan 5,5%. Data Tabel 6 juga menunjukkan bahwa semakin longgar idle adjusting mixture screw diputar, maka semakin tinggi persentase emisi CO. Pada putaran menengah 2000 rpm, berdasarkan data dan perhitungan pada Tabel 7 diketahui bahwa penyetelan idle adjusting mixture screw karburator yang dilakukan bertahap 0,5 putaran dari satu (1) putaran sampai dengan enam (6) putaran, terlihat bahwa persentase emisi CO mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada kisaran 1,7%-3,4%. Data ini juga menunjukkan bahwa apabila penyetelan idle adjusting mixture screw karburator semakin longgar maka semakin tinggi persentase emisi CO. Tabel 7. Persentase Emisi Karbon Monoksida (CO) Pada Putaran 2000 rpm Langkah Penyetelan Penyetelan Idle Adjusting Mixture Screw Karburator Persentase Emisi Karbon Monoksida (%) Pengujian I Pengujian II Pengujian III Rata-Rata 1 1 1.70 1.80 1.80 1.76 2 1.5 1.9 1.9 1.8 1.86 3 2 2 1.9 2 1.96 4 2.5 2.2 2.1 2.2 2.16 5 3 2.4 2.3 2.4 2.36 6 3.5 2.6 2.5 2.6 2.56 7 4 2.8 2.7 2.8 2.76 8 4.5 2.9 2.9 2.9 2.90 9 5 2.9 3 3 2.96 10 5.5 3 3.1 3 3.03 11 6 3.2 3.4 3.3 3.30 Sumber: Hasil Penelitian Pada Putaran 3000 rpm, seperti pada Tabel 8 diketahui bahwa penyetelan idle adjusting mixture screw karburator menyebabkan peningkatan persentase emisi CO yang sangat signifikan pada kisaran 1,7%-3,7%. Sama seperti data pengujian pada 750 rpm dan 2000 rpm, maka data pengujian pada putaran 3000 rpm juga menunjukkan bahwa semakin longgar idle adjusting mixture screw karburator diputar maka semakin tinggi persentase emisi CO. Tabel 8. Persentase Emisi Karbon Monoksida (CO) Pada Putaran 3000 rpm Langkah Penyetelan Penyetelan Idle Adjusting Mixture Screw Karburator Persentase Emisi Karbon Monoksida (%) Pengujian I Pengujian II Pengujian III Rata-Rata 1 1 1.8 1.7 1.8 1.76 2 1.5 2 1.9 1.9 1.93 3 2 2.2 2.1 2.1 2.13 4 2.5 2.3 2.4 2.3 2.33 5 3 2.4 2.5 2.5 2.46 6 3.5 2.8 2.8 2.9 2.83 7 4 3 3.2 3 3.06 8 4.5 3.4 3.4 3.3 3.36 9 5 3.5 3.4 3.5 3.46 10 5.5 3.6 3.5 3.6 3.56 11 6 3.8 3.7 3.7 3.73 Sumber: Hasil Penelitian Berdasarkan pemaparan di atas, diketahui bahwa pengujian yang dilakukan pada putaran 750, 2000, dan 3000 rpm mempunyai hasil emisi CO yang berbeda-beda tetapi memiliki kecendrungan yang sama yaitu semakin meningkat seiring naiknya (longganrya) putaran idle adjusting mixture screw karburator. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perbandingan Emisi CO Per Putaran Mesin Putaran Mesin (rpm) Penyetelan Idle Adjusting Mixture Screw Karburator (Putaran) 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 750 0.58 0.63 0.76 1.60 2.48 4.40 4.90 5.06 5.16 5.26 5.46 2000 1.76 1.86 1.96 2.16 2.36 2.56 2.76 2.90 2.96 3.03 3.30 3000 1.76 1.93 2.13 2.33 2.46 2.83 3.06 3.36 3.46 3.56 3.73 Sumber: Olah Data Berdasarkan Kepmen Lingkungan Hidup Tahun 2007 Tentang ambang batas emisi gas buang (CO: 2,5%), maka dalam penelitian ini persentase emisi gas baung yang sesuai yaitu pada putaran 750 rpm (putaran 1 CO: 0,58%, putaran 1,5 CO: 0,63%, putaran 2 CO: 0,76%, putaran 2,5 CO: 1,60% dan putaran 3 CO: 2,48%), putaran 2000 rpm (putaran 1 CO: 1,76%, putaran 1,5 CO: 1,86%, putaran 2 CO: 1,96%, putaran 2,5 CO: 2,16% dan putaran 3 CO: 2,36%) dan putaran 3000 rpm (putaran 1 CO: 1,76%, putaran 1,5 CO: 1,93%, putaran 2 CO: 2,13%, putaran 2,5 CO: 2,33% dan putaran 3 CO: 2,46%). Tanda arsiran berwarna merah pada Tabel (6, 7, 8, dan 9) menunjukkan bahwa batas maksimum melonggarkan idle adjusting mixture screw karburator adalah 3 putaran sehingga persentase emisi CO yang dihasilkan tidak melebihi ambang batas yang dikeluarkan oleh Kepmen Lingkungan Hidup Tahun 2007 (CO: 2,5%). 4.2 Analisis Data Grafik 1. Persentase Emisi CO Pada Puataran 750 rpm Dari hasil pengujian emisi CO pada putaran 750 rpm (lihat Grafik 1) terlihat bahwa persentase emisi CO paling rendah yaitu 0,58% (putaran 1) dan persentase emisi CO yang paling tinggi yaitu 5,46% (putaran 6). Persentase emisi CO rendah diakibatkan karena AFR terlalu kurus yang berpengaruh pada tenaga mesin menjadi sangat lemah, sering menimbulkan detonasi, mesin cepat panas dan membuat kerusakan pada selinder ruang bakar. Perentase emisi CO tinggi diakibatkan karena AFR terlalu kaya yang berpengaruh terhadap pemakaian bensin boros, asap kenalpot berwarna hitam, asap pedih di mata, menimbulkan filamen pada gesekan dinding selinder dengan ring piston dan terjadi penumpukan kerak di ruang bakar, akan tetapi mesin lebih bertenaga (Hermawan A., 2011). Putaran 750 rpm tergolong putaran idling yang perbandingan udara dan bahan bakar (bensin) 11:1. Jika mengacu pada spesifikasi teknik emisi CO yang dikeluarkan oleh Kepmen Lingkungan Hidup Tahun 2007 (CO: 2,5%), maka persentase emisi CO yang masuk dalam spesifikasi yaitu penyetelan idle adjusting mixture screw karburator pada putaran 1 (CO: 0,58%), putaran 1,5 (CO: 0,63%), putaran 2 (CO: 0,76%), putaran 2,5 (CO: 1,60%) dan putaran 3 (CO: 0,48%). Data pada Tabel 6 juga menunjukan bahwa persentase emisi CO yang masuk dalam spesifikasi yaitu penyetelan idle adjusting mixture screw karburator pada putaran 1 (CO: 0,58%), putaran 1,5 (CO: 0,63%), putaran 2 (CO: 0,76%), putaran 2,5 (CO: 1,60%) dan putaran 3 (CO: 0,48%). Grafik 2. Persentase Emisi CO Pada Puataran 2000 rpm Pengujian yang dilakukan pada putaran 2000 rpm (lihat Grafik 2) terlihat persentase emisi CO paling rendah yaitu 1,76% (putaran 1 idle adjusting mixture screw karburator) dan persentase emisi CO yang paling tinggi yaitu 3,30% (putaran 6 idle adjusting mixture screw karburator). Persentase emisi CO rendah diakibatkan karena AFR kurus yang berpengaruh pada tenaga mesin berkurang, terkadang terjadi detonasi dan konsumsi bensin irit. Persentase emisi CO tinggi diakibatkan karena AFR kaya yang berpengaruh pada pemakaian bensin agak boros, tidak terjadi detonasi dan mesin lebih bertenaga (Hermawan A., 2011). Putaran 2000 rpm merupakan putaran sedang (ekonomi) yang memiliki perbandingan campuaran udara dan bahan bakar (bensin) 16-18 : 1. Jika mengacu pada spesifikasi teknik emisi CO yang dikeluarkan oleh Kepmen Lingkungan Hidup Tahun 2007 (CO: 2,5%), maka persentase emisi CO yang masuk dalam spesifikasi yaitu penyetelan idle adjusting mixture screw karburator pada putaran 1 (CO: 1,76%), putaran 1,5 (CO: 1,86%), putaran 2 (CO: 1,96%), putaran 2,5 (CO: 2,16%) dan putaran 3 (CO: 2,36%). Data pada tabel 7 diatas juga menunjukkan bahwa persentase emisi CO yang masuk dalam spesifikasi yaitu penyetelan idle adjusting mixture screw karburator pada putaran 1 (CO: 1,76%), putaran 1,5 (CO: 1,86%), putaran 2 (CO: 1,96%), putaran 2,5 (CO: 2,16%) dan putaran 3 (CO: 2,36%). Grafik 3. Persentase Emisi CO Pada Puataran 3000 rpm Pada Grafik 3 terlihat Pengujian yang dilakukan pada putaran 3000 rpm. Persentase emisi CO paling rendah yaitu 1,76% (putaran 1 idle adjusting mixture screw karburator) dan persentase emisi CO yang paling tinggi yaitu 3,73% (putaran 6 idle adjusting mixture screw karburator). Sama seperti pada putaran 2000 rpm bahwa persentase emisi CO rendah diakibatkan karena AFR kurus yang berpengaruh tenaga mesin berkurang, terkadang terjadi detonasi dan konsumsi bensin irit. Perentase emisi CO tinggi diakibatkan karena AFR kaya yang berpengaruh pada pada pemakaian bensin agak boros, tidak terjadi detonasi dan mesin lebih bertenaga (Hermawan A., 2011). Putaran 3000 rpm merupakan putaran maksimum yang memiliki perbandingan campuaran udara dan bahan bakar (bensin) 12-13:1. Jika mengacu pada spesifikasi teknik emisi CO yang dikeluarkan oleh Kepmen Lingkungan Hidup Tahun 2007 (CO: 2,5%), maka persentase emisi CO yang masuk dalam spesifikasi yaitu penyetelan idle adjusting mixture screw karburator pada putaran 1 (CO: 1,76%), putaran 1,5 (CO: 1,93%), putaran 2 (CO: 2,13%), putaran 2,5 (CO: 2,33%) dan putaran 3 (CO: 2,46%). Data pada Tabel 8 juga menunjukkan bahwa persentase emisi CO yang masuk dalam spesifikasi yaitu penyetelan idle adjusting mixture screw karburator pada putaran 1 (CO: 1,76%), putaran 1,5 (CO: 1,93%), putaran 2 (CO: 2,13%), putaran 2,5 (CO: 2,33%) dan putaran 3 (CO: 2,46%). Grafik 4. Perbandingan Emisi CO Per Putaran Mesin Keterangan: : Putaran mesin 750 rpm : Putaran mesin 2000 rpm : Putaran mesin 3000 rpm Pada Grafik di atas (Grafik 4) terlihat perbandingan emisi CO per puataran mesin (750, 2000, dan 3000 rpm). Pada setiap putaran mesin apabila idle adjusting mixture screw karburator dikendorkan secara bertahap 0,5 putaran maka persentase emisi CO yang dihasilkan semakin meningkat. Akan tetapi peningkatan persentase emisi CO tidak sama untuk semua putaran mesin. Walaupun demikian pada saat idle adjusting mixture screw karburator dikendorkan 3 putaran untuk masing-masing putaran mesin menghasilkan persentase emisi CO mendekati sama dan sesuai dengan spesifikasi maksimum yaitu putaran 750 rpm (CO: 2,48%), putaran 2000 rpm (CO: 2,36%) dan putaran 3000 rpm (CO: 2,46%). Data pada Tabel 9 juga menunjukan bahwa pada saat idle adjusting mixture screw karburator dikendorkan 3 putaran untuk masing-masing putaran mesin, persentase emisi CO mendekati sama dan sesuai dengan spesifikasi maksimum yaitu putaran 750 rpm (CO: 2,48%), putaran 2000 rpm (CO: 2,36%) dan putaran 3000 rpm (CO: 2,46%). 4.3 Pembahasan Hasil pengujian emisi CO menunjukan bahwa persentase emisi CO cendrung meningkat seiring dengan dikendorkannya idle adjusting mixture screw karburator baik pada putaran 750, 2000, maupun 3000 rpm. Peningkatan ini terjadi karena pada saat idle adjusting mixture screw karburator dikendorkan bahan bakar (bensin) yang masuk semakin meningkat sehingga campuran udara dan bahan bakar (bensin) semakin kaya. Campuran bahan bakar (bensin) dan udara yang kaya membuat pembakaran di dalam ruang bakar menjadi tidak sempurna. Pengujian yang dilakukan pada putaran 750 rpm memiliki peningkatan persentase emisi CO yang sangat tinggi. Peningkatan ini di dasarkan pada perbandingan udara dan bahan bakar (bensin) lebih kaya jika dibandingkan pada putaran 2000, dan 3000 rpm. Semakin idle adjusting mixture screw karburator dikendorkan maka perbandingan udara dan bahan bakarnya semakin meningkat karena bahan bakar (bensin) yang masuk semakin meningkat. Hasil pengujian yang dilakukan pada putaran 2000, dan 3000 rpm memiliki peningkatan persentase emisi CO di bawah putaran 750 rpm. Perbedaan ini terjadi karena pada putaran 2000, dan 3000 rpm perbandingan udara dan bahan bakar (bensin) sudah mulai berkurang, artinya pada putaran 750 rpm tergolong putaran idling dengan perbandingan bahan bakar (bensin) dan udara 11:1 sedangkan pada putaran 2000 rpm tergolong putaran sedang dengan perbandingan bahan bakar (bensin) dan udara 16-18:1 dan pada putaran 3000 rpm tergolong putaran maksimum dengan perbandingan bahan bakar (bensin) dan udara 12-13:1. Gas CO dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna akibat dari kekurangan oksigen pada pembakaran (campuran gemuk). Walaupun secara teori tidak terdapat CO pada campuran yang kurus akan tetapi pada kenyataannya CO juga dapat dihasilkan pada campuran kurus, karena pembakaran tidak merata yang disebabkan oleh distribusi bensin tidak merata di dalam ruang bakar, juga karena temperatur di sekeliling selinder rendah sehingga api tidak dapat mencapai daerah ini pada ruang bakar. Konsentrasi (perbandingan volumetrik) dari CO dalam gas buang pada umumnya ditentukan oleh perbandingan udara dan bensin. Campuran yang semakin kurus akan menghasilkan CO yang semakin rendah. Berdasarkan Kepmen Lingkungan Hidup, 2007 tentang ambang batas emisi gas buang (CO: 2,5%), maka dalam penelitian ini persentase emisi gas baung yang sesuai yaitu pada putaran 750 rpm (putaran 1 CO: 0,58%, putaran 1,5 CO: 0,63%, putaran 2 CO: 0,76%, putaran 2,5 CO: 1,60% dan putaran 3 CO: 2,48%), putaran 2000 rpm (putaran 1 CO: 1,76%, putaran 1,5 CO: 1,86%, putaran 2 CO: 1,96%, putaran 2,5 CO: 2,16% dan putaran 3 CO: 2,36%) dan putaran 3000 rpm (putaran 1 CO: 1,76%, putaran 1,5 CO: 1,93%, putaran 2 CO: 2,13%, putaran 2,5 CO: 2,33% dan putaran 3 CO: 2,46%). BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Setelah penulis melakukan analisa data maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. pada putaran 750 rpm penyetelan idle adjusting mixture screw karburator sangat berpengaruh terhadap emisi CO yaitu semakin longgar idle adjusting mixture screw karburator emisi CO semakin meningkat. Jika mengacu pada spesifikasi teknik emisi CO yang dikeluarkan oleh Kepmen Lingkungan Hidup Tahun 2007 (CO: 2,5%), maka persentase emisi CO yang masuk dalam spesifikasi yaitu penyetelan idle adjusting mixture screw karburator pada putaran 1 (CO: 0,58%), putaran 1,5 (CO: 0,63%), putaran 2 (CO: 0,76%), putaran 2,5 (CO: 1,60%) dan putaran 3 (CO: 2,48%), 2. penyetelan idle adjusting mixture screw karburator juga berpengaruh terhadap emisi CO pada putaran 2000 rpm yaitu semakin longgar idle adjusting mixture screw karburator emisi CO semakin meningkat. Jika mengacu pada spesifikasi teknik emisi CO yang dikeluarkan oleh Kepmen Lingkungan Hidup Tahun 2007 (CO: 2,5%), maka persentase emisi CO yang masuk dalam spesifikasi yaitu penyetelan idle adjusting mixture screw karburator pada putaran 1 (CO: 1,76%), putaran 1,5 (CO: 1,86%), putaran 2 (CO: 1,96%), putaran 2,5 (CO: 2,16%) dan putaran 3 (CO: 2,36%), 3. pada putaran 3000 rpm penyetelan idle adjusting mixture screw karburator juga berpengaruh terhadap emisi CO yaitu semakin longgar idle adjusting mixture screw karburator emisi CO semakin meningkat. Jika mengacu pada spesifikasi teknik emisi CO yang dikeluarkan oleh Kepmen Lingkungan Hidup Tahun 2007 (CO: 2,5%), maka persentase emisi CO yang masuk dalam spesifikasi yaitu penyetelan idle adjusting mixture screw karburator pada putaran 1 (CO: 1,76%), putaran 1,5 (CO: 1,93%), putaran 2 (CO: 2,13%), putaran 2,5 (CO: 2,33%) dan putaran 3 (CO: 2,46%). 4. penyetelan idle adjusting mixture screw karburator pada mobil toyota kijang 5K sebaiknya tidak melebihi 3 putaran agar kandungan emisi CO tidak melebihi ambang batas emisi yang dikeluarkan oleh Kepmen Lingkungan Hidup Tahun 2007(CO:2,5%). 5.2 Saran Dari seluruh rangkaian penelitian sampai dengan pembahasan maka dapat disammpaikan beberapa saran seabgai berikut 1. untuk para pemilik mobil toyota kijang 5K agar selalu melakukan perawatan berkala. Salah satunya yaitu uji emisi CO karena dalam gas buang emisi CO sangat berbahaya bagi kesehatan. 2. untuk para teknisi atau mekanik saat melakukan penyetelan idle adjusting mixture screw karburator sebaiknya dilakukan juga pengujian emisi karbon monoksida (CO) agar dapat diketahui berapa besar kandungan emisi CO yang terdapat pada gas buang. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1993. Pedoman Reparasi Mesin Seri K. Jakarta, PT Toyota Astra Motor. Anonim. 1996. Pedoman Reparasi Mesin Seri K. Jakarta, PT Toyota Astra Motor. Anonim. 2003. New Step I Training Manual. Jakarta, PT Toyota Astra Motor. Arends, BPM & Berenschot. 1980. Motor Bensin. Jakarta, Erlangga. Arismunandar, W. 2002. Motor Bakar Torak. Bandung, ITB Bandung. Daryanto. 1999. Teknik Otomotif. Jakarta, Bumi Aksara. Bernad, DW & Zulkifli, H. 1987. Penerapan Termodinamika. Jakarta, Erlangga. Hermawan, A. 2011. Otomotif Mengenai Perbandingan Udara dan Bahan Bakar Pada Motor. http://www.kreaktifdanaktif.blogspot.com, diakses 11 Juli 2011. Husni, M & Herdiman, Eman.1981. Teori engine Dan Casis untuk STM. Jakarata, Departemen P&K. Karyanto E. 1994. Pedoman Reparasi Motor Bensin. Jakarta, CV Pedoman Ilmu Jaya. Lestari, P. 2007. Membenahi Emisi Gas Buang. http://www.auto-car.co.id, diakses 22 Juni 2010. Scott, J. S. 2001. Kamus Lengkap Teknik Sipil. Jakarta, Erlangga. Sedarmayanti & Hidayat S. 2002. Metodologi Penelitian. Bandung, Mandar Maju Srikandi, V. 1992. Polusi Air dan Udara. Jakarta, Kanisius. Wiratama. 2008. Menghemat Bahan Bakar Bensin. http://hemat-bensin.blogspot.com , diakses 24 Juni 2010. Wiratama. 2008. Menganalisa Sendiri Hasil Test Emisi Gas Buang. http://hemat-bensin.blogspot.com, diakses 31 Mei 2010. Zakarias. 2009. Pengaruh Penambahan Naptalin Pada Bahan Bakar Bensin Terhadap emisi CO. UNDANA Kupang. DATA HASIL PENGUJIAN Persentase emisi karbon monoksida (CO) pada putaran 750 rpm Penyetelan Idle adjusting Mixture Screw Karburator Persentase Emisi Karbon Monoksida (%) Pengujian I Pengujian II Pengujian III Rata-Rata 1 0.6 0.55 0.6 0.58 1.5 0.6 0.65 0.65 0.63 2 0.8 0.7 0.8 0.76 2.5 1.5 1.7 1.6 1.60 3 2.5 2.5 2.45 2.48 3.5 4.5 4.3 4.4 4.40 4 4.9 5 4.8 4.90 4.5 5.1 5 5.1 5.06 5 5.1 5.2 5.2 5.16 5.5 5.2 5.3 5.3 5.26 6 5.5 5.5 5.4 5.46 Persentase emisi karbon monoksida (CO) pada putaran 2000 rpm Penyetelan Idle adjusting Mixture Screw Karburator Persentase Emisi Karbon Monoksida (%) Pengujian I Pengujian II Pengujian III Rata-Rata 1 1.70 1.80 1.80 1.76 1.5 1.9 1.9 1.8 1.86 2 2 1.9 2 1.96 2.5 2.2 2.1 2.2 2.16 3 2.4 2.3 2.4 2.36 3.5 2.6 2.5 2.6 2.56 4 2.8 2.7 2.8 2.76 4.5 2.9 2.9 2.9 2.90 5 2.9 3 3 2.96 5.5 3 3.1 3 3.03 6 3.2 3.4 3.3 3.30 Persentase emisi karbon monoksida (CO) pada putaran 3000 rpm Penyetelan Idle adjusting Mixture Screw Karburator Persentase Emisi Karbon Monoksida (%) Pengujian I Pengujian II Pengujian III Rata-Rata 1 1.8 1.7 1.8 1.76 1.5 2 1.9 1.9 1.93 2 2.2 2.1 2.1 2.13 2.5 2.3 2.4 2.3 2.33 3 2.4 2.5 2.5 2.46 3.5 2.8 2.8 2.9 2.83 4 3 3.2 3 3.06 4.5 3.4 3.4 3.3 3.36 5 3.5 3.4 3.5 3.46 5.5 3.6 3.5 3.6 3.56 6 3.8 3.7 3.7 3.73 LAMPIRAN FOTO Gambar 12. Mobil Toyota Kijang 5K Untuk Penelitian Gambar 13. Tune Tester dan Automotive Emission Analyzer Gambar 14. Kalibrasi Automotive Emission Analyzer Gambar 15. Pemasangan Kabel-Kabel Automotive Emission Analyzer Pada Mobil Gambar 16. Penyetelan Pada Karburator Gambar 17. Penyetelan Pada Karburator Gambar 18. Pemasangan Testing Proble Pada Ujung knalpot Gambar 19. Pembacaan Hasil Pengukuran Pada Automotive Emission Analyzer DAFTAR ISTILAH A Acceleration Circuit : Sistem Percepatan Air Bleeders : Saluran Udara Air Filter : Saringan Udara Air Horn Inlet : Saluran Masuk Udara Air Injection System : Sistem Injeksi Udara B By Pas Jet : Saluran By Pas C Check Ball : Katup Peluru Choke Circuit : Sistem Cuk Choke Valve : Katup Cuk CO Meter : Alat Penguji Gas CO E Excess Air : Udara Berlebihan F Float : Pelampung Float Chamber : Ruang Pelampung Float Circuit : Sistem Pelampung Fuel Presure : Tekanan Bahan Bakar Fuel Presure Regulator : Tekanan Bahan Bakar Regulator H High Speed Valve : katup Putaran Tinggi I dle Port : Saluran Idle Idle Speed : Putaran Idle Intake Manifold : Saluran Masuk L Low Speed Circuit : Sistem Putaran Lambat M Main Air Bleeder : Saluran Udara Main Nozzle : Pengabut Utama Main Jet : Jet Utama Metering : Jumlah Aliran Mixture Chamber : Ruang Pencampur Multi Cylinder : Aneka Selinderz N Needle Valve : Katup Jarum Nozzle : Pengabut P Polutan : Bahan Pencemar Power Jet : Jet Tenaga Power Circuit : Sistem Tenaga Power Valve : Katup Tenaga Primary High Speed Circuit : Sistem Putaran Cepat Primer R Range : Jangka/ Jarak, Kisaran S Secondary Venturi : Venturi Sekunder Secondary High Speed Circuit : Sistem Putaran Tinggi Sekunder Secondary Thottle Valve : Katup Gas Sekunder Sensor Temperature : Sensor Temperatur Stand By : Situasi Menunggu Steady : Beban Tunak Stoichiometrik : Campuran BB Yang Secara Kimia Tepat T Testing Proble : Ujung Pengindra Throttle Valve : Katup Gas Timing : Waktu V Valve-Overlap : Tumpang Tindih Katup Velolitas : Tingkat Kecepatan Bahan Bakar SINGKATAN DAN AKRONIM AFR : Air to Fuel Ratio ASTM : American Society For Testing And Materials CC : Catalic Converter DKI : Daerah Khusus Ibukota F/ A : Fuel/ Air MTBE : Metil Tersier Butil Eter PAN : Peroksi Asetil Nitrat PCV : Positive Crankcase Ventilation RPM : Rotasi Per Menit TEL : Tetra Ethyl Lead DAFTAR LAMBANG CO : Carbon Monoksida CO2 : Carbon Dioksida HC : Hydro Carbon H2O : Dihydro Oksida NOx : Nitrogen Oksida O3 : Ozon Pb : Timbal SOx : Sulfur Oksida 0C : Derajat Celsius : Mikron