Laman

Selasa, 12 Januari 2010

Proposal-Q

PROPOSAL
PENGARUH PENYETELAN
IDLE ADJUSTING MIXTURE SCREW
TERHADAP EMISI GAS BUANG





NAMA : STEFANUS AMA HELAN
N I M : 0701120943
PRODI : TEKNIK MESIN
SMSTR : IV (EMPAT)

JURUSAN PENDIDIKAN DAN KEJURUAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
K U P A N G
2 0 0 9
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur pantas dan layak penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaannyasehingga penyusunan proposal ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Fahrizal selaku dosen pangasuh mata kuliah Metode Penelitian Pendidikan yang telah memberikan petunjuk atau pedoman kepada penulis dalam penyusunan proposal ini, sehingga penyusunan proposal ini dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis baik moril maupun materil, sehingga penyusunan proposal ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan proposal ini masi jauh dari kesempurnaannya. Oleh sebab itu, usul, kritik dan saran yang bersifat membangun akan diterimanya dengan senang hati dan lapang dada.







Kupang, Juni 2009


Penulis





DAFTAR ISI

Halaman Judul Hal
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Bab I Pendahuluan 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Batasan Amsalah 3
1.4. Metode Penulisan 3
1.5. Hipotesis 3
1.6. Tujuan dan Manfaat 4
1.7. Konsep Penelitian 4
Bab II Tinjauan Pustaka 6
2.1. Karburator 6
2.2. Bagian – Bagian dan Cara Kerja Karburator 7
2.3. Bahan Bakar Bensin 14
2.4. Karburasi dan Penginjeksian Bahan Bakar Untuk Motor Bakar 14
2.5. Jenis Gas Buang Kendaraan Bermotor 17
2.6. Alat Penguji Gas Buang 26
Bab III Metodologi Penelitian 29
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 29
3.2. Jenis Penelitian 29
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 30
3.4. Variabel 30
3.5. Peralatan dan Bahan 30
3.6. Prosedur Penelitian 31
3.7. Teknik Analisis Data 31
Daftar Pustaka 32


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Dewasa ini udara yang dihirup manusia semakin tidak besahabat, banyak polusi udara terjadi di mana-mana yang disebabkan oleh banyak hal antara lain : asap kendaraan, asap pabrik, pembakaran sampah dan sebagainya. Asap kendaraan merupakan penyebab terbesar terjadinya polusi udara. Hasil pembakaran pada kendaraan menghasilkan gas buang yang mengandung banyak gas beracun dengan komposisi sebagai berikut 78,32% (SO2), 29,18% (NO2), 62,62 % (HC), dan 85,78 % (CO), serta debu 6,9%. Berdasarkan data studi kualitas udara di Jakarta 1997 menunjukkan polusi sangat besar. Selama satu tahun mengeluarkan CO 120.002 ton, HC 38.302 ton, NO2 971 ton, SO2 101 ton, dan PM 101 ton. Kendaraan penumpang mengeluarkan 197055, 26492, 29382, 1433, dan 2134 ton per tahun. ( Badan PengelolaLingkunganHidupDaerah/BPLHDDKIJakarta). (http://getskripsi.com/2009/03/11/alatpendeteksi polusi udara dari gas karbon monoksida-co/).
Dalam seminar internasional The Utilization of Catalytic Converter and Unleaded Gasolinne for Vehicle terungkap bahwa 70 persen gas beracun yang ada di udara, terutama di kota besar, berasal dari kendaraan bermotor. Lebih dari 20 persen kendaraan di Jakarta diperkirakan melepas gas beracun melebihi ambang batas yang dinyatakan aman. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor akan membawa risiko pada penambahan gas beracun di udara terutama CO, HC, SO2. . (http://getskripsi.com/2009/03/11/alat-pendeteksi-polusi-udara-dari-gas karbon monoksida-co/).
Karbon Monoksida merupakan gas beracun yang berbahaya. Gas ini antara lain dihasilkan oleh proses pembakaran pada kendaraan bermotor, sehingga untuk menjaga kelestarian lingkungan maka produksi gas ini dari kendaraan bermotor harus diusahakan sekecil mungkin. Cara yang paling efektif untuk mengendalikan produksi gas Karbon Monoksida adalah dengan mengatur proses pembakaran di dalam silinder. (http://getskripsi.com/2009/03/11/alat-pendeteksi-polusi-udara-dari-gas-karbon monoksida-co/).
Cara yang ditempuh dalam pengaturan proses pembakaran di dalam selinder yaitu dengan melakukan penyetelan pada idle adjusting mixture screw karburator. Meskipun banyak sekali macam dan jenis karburator yang dapat digunakan yaitu masing – masing dengan konstruksi berbeda sesuai dengan tujuan penggunaannya, prestasi mesin yang mempergunakannya dan sesuai selera perencanaannya, namun fungsi dan prinsip kerjanya tetap sama. Fungsi dari karburator adalah mengatur pemasukan, pencampuran dan pengabutan bensin ke dalam arus udara sehingga diperoleh perbandingan campuran yang sesuai dengan keadaan beban dan kecepatan poros engkol. Campuran itu harus homogen dan perbandingannya sama untuk tiap – tiap selinder.
Penyetelan karburator terutama dalam penyetelan idle adjusting mixture screw, sangat mempengaruhi emisi karbon monoksida (CO) pada gas buang, dan penyetelan idle adjusting mixture screw yang tidak sesuai akan menimbulkan emisi karbon monoksida (CO) yang berlebihan pada gas buang sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan.
Untuk itu dalam melakukan penyetelan idle adjusting mixture screw karburator, sebaiknya dilakukan pengukuran emisi karbon monoksida (CO), agar diketahui berapa besar emisi CO yang ditimbulkan pada gas buang.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengambil judul ”Pengaruh Penyetelan Idle Adjusting Mixture Screw Karburator Terhadap Gas Buang Pada Toyota Kijang 5 K”.

1.2. RUMUSAN MASALAH
Agar lebih jelas dan terarah permasalahannya, maka masalah yang akan dibahas adalah Bagaimana pengaruh penyetelan idle adjusting mixture screw karburator terhadap emisi gas buang.



1.3. BATASAN MASLAH
Ada permasalahan dalam penelitian ini antara lain, yaitu:
a. Penyetelan idle adjusting mixture screw karburator pada Mobil Toyota Kijang Seri 5 K.
b. Pengujian emisi gas buang dilakukan dengan cara melonggarkan idle adjusting mixture screw 0,5 putaran bertahap dari 1 putaran sampai 4 putaran penuh.
c. Pengujian emisi gas buang dilakukan pada putaran 750 rpm, 2000 rpm dan 3000 rpm.

1.4. METODE PENULISAN
Dalam penulisan proposal ini digunakan metode kepustakaan yang sumber penulisan ini dihimpun dari beberapa literatur yang diperoleh.

1.5. HIPOTESIS
Menurut Sudjana, 2006. P. 219, Hipotesis adalah asumsi atau dugaan sementara mengenai suatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya.
a. Hipotesis terdapat perbedaan yangsangat signifikan atau tidak sebagai berikut:
(H1) : Ada pengaruh penyetelan idle adjusting mixture screw karburator terhadap emisi gas buang.
(H0) : Tidak ada pengaruh penyetelan idle adjusting mixture screw karburator terhadap emisi gas buang.
1 putaran (X1) (Y1)
1, 5 putaran (X2) (Y2)
2 putaran (X3) (Y3)
2, 5 putaran (X4) (Y4)
3 putaran (X5) (Y5)
3, 5 putaran (X6) (Y6)
4 putaran (X7) (Y7)

b. Untuk melihat hasil pengukuran gas buang dari penyetelan idle adjusting mixture screw karburator, maka tiap putaran penyetelannya dibutuhkan waktu tiga menit perputaran.

1.6. TUJUAN DAN MANFAAT
1.6.1. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan proposal ini, yaitu: untuk mengetahui bagaimana pengaruh penyetelan idle adjusting mixture screw karburator terhadap emisi gas buang.

1.6.2. MANFAAT
Adapun manfaat dari penulisan proposal ini, yaitu:
a. Sebagai bahan informasi bagi para pemilik kendaraan bermotor dan teknisi tentang perlu adanya penyetelan idle adjusting mixture screw karburator yang tepat karena sangat berpengaruh terhadap emisi gas buang.
b. Mengetahui pengaruh penyetelan idle adjusting mixture screw karburator terhadap emisi gas buang.

1.7. KONSEP PENELITIAN
a. Karburator
Karburator adalah salah satu bagian yang sangat penting dari sebuah motor bensin, karena berfungsi untuk mengkarburasi bahan bakar dan udara menjadi partikel – partikel kecil.
b. Bensin (Gasoline)
Bensin adalah bahan bakar yang digunakan untuk proses pembakaran pada motor otto atau motor bensin.
c. Emisi
Emisi adalah zat, energi dan atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan atau dimasukkannya ke dalam udara ambient yang mempunyai potensi sebagai unusr pencemar.

d. Gas Buang Kendaraan Bermotor
Zat sisa proses pembakaran motor bakar yang dikeluarkan melalui knalpot ke udara ambient.




























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KARBURATOR
Tenaga pada motor bensin diperoleh dari pembakaran campuran bahan bakar dengan udara dalam selinder. Udara dan bahan bakar bensin dicampurkan menurut kondisi tertentu di dalam karburator. (Karyanto, 1994).
Karburator adalah tempat pencampuran bahan bakar dengan udara. Pencampuran tersebut terjadi karena bahan bakar terisap masuk atau disemprotkan ke dalam arus udara segar yang masuk ke dalam karburator. Campuran bahan bakar dan udara kemudian masuk ke dalam selinder dan dinyalahkan oleh loncatan api listrik dari busi, menjelang akhir langkah kompresi. Pembakaran udara dan bahan bakar ini menghasilkan daya. (Arismunandar W., 2005).
Bentuk dasar dari karburator di bagi dalam dua bagian yaitu ruang campuran (mixture chamber) dimana bahan bakar bensin dicapur dengan udara dan ruang pelampung (float chamber) dimana tersimpan sejumlah bensin dalam volume tetap.
Di bagian tengah ruang pencampur (mixtu re chamber) terdapat penampang yang kecil, bagian ini disebut venturi. Pengabut utama (main nozzle) yang terletak di tengah venturi akan mengeluarkan bensin pada saat motor berada di atas putaran idling. Disebelah bawahnya terdapat katup gas (throttle valve) dan pengabut (nozzle) untuk kecepatan rendah. Katup gas ini merupakan katup yang berbentuk piringan yang berfungsi mengatur jumlah bahan bakar bensin dan udara yang akan masuk ke dalam selinder motor. (Karyanto, 1994)
Katup gas dihubungkan dengan lengan pedal akselerasi (pedal gas). Katup choke (choke valve) terletak di atas venturi dan berfungsi mengatur jumlah udara yang akan masuk ke dalam karburator. (Husni & Herdiman, 1981).
Ruang pelampung (float chamber) merupakan suatu tempat untuk menampung bahan bakar bensin dan di dalamnya terdapat pelampung dan katup jarum (needle valve). Pada saat langkah isap, tekanan di dalam selinder akan turun. Akibatnya perbedaan tekanan ini udara mengalir kedalam selinder melalui saringan udara, karburator dan saluran masuk (intake manifold). (Husni & Herdiman, 1981).
Karena udara yang masuk ke dalam selinder melalui saluran penyempit pada venturi. Kecepatannya bertambah dan tekanannya menurun sehingga bensin keluar melalui pengabut utama (main nozzle). Kemudian bnsin tadi tertiup oleh udara yang deras dan terjadilah penguapan yang masuk ke ruang bakar melalui saluran masuk. (Husni & Herdiman, 1981).

2.2. BAGIAN – BAGIAN DAN CARA KERJA KARBURATOR


Gambar 2.1. Karburator
Sumber: Toyota Astra Motor PT, 1993

2.2.1. SISTEM PELAMPUNG (FLOAT CIRCUIT)
Sistem pelampung (float circuit) berfungsi menampung bensin yang diberikan pompa untuk sementara waktu (temporer). Bila bensin telah terpakai, maka pelampung (float) akan turun dan katup dalam (needle valve) akan membuka, sehingga bensin dapat masuk ke dalam ruang pelampung (float chamber). Setelah bensin mencapai volume tertentu dimana pelampung (float) akan terangkat kembali, katup jarum (needle valve) akan menutup saluran masuk dan penyaluran bensin akan terhenti. (Husni & Herdiman, 1981).

Gambar 2. 2. Float Circuit
Sumber: Toyota Astra Motor PT, 1993

2.2.2. SISTEM PUTARAN LAMBAT (LOW SPEED CIRCUIT)
Sistem kecepatan rendah (low speed circuit) berfungsi menyediakan pada saat putaran mesin masih rendah. Pada waktu putaran idling dimana pedal akselerasi tidak ditekan sehnigga udara yang melalui venturi hanya bergerak lambat dan pengabut (main nozzle) tidak menyalurkan bensin. Dalam keadaan ini, bila torak melakukan langkah isap, akan terjadi kehampaan udara yang besar di bawah katup gas (throttle valve), sehingga bensin akan terbawa melalui jet utama (main jet), jet kecepatan rendah (low jet), bercampur dengan uadara dari saluran udara (air bleeders) dan keluar melalui saluran idle (idle port), terus masuk ke dalam selinder. Hal tersebut akan menghasilkan campuran kaya yang memang dibutuhkan pada putaran idling agar dapat idling yang lembut. (Husni & Herdiman, 1981)

Gambar 2. 3. Low Speed Circcuit
Sumber: Toyota Astra Motor PT, 1993

2.2.3. SISTEM PUTARAN CEPAT PRIMER (PRIMARY HIGHT – SPEED CIRCUIT)
Pada waktu katup gas (throttle valve) mulai mmbuka dan udara makin cepat, maka tekanan pada ujung pengabut menjadi lebih rendah dari tekanan di dalam ruang pelampung. Akibat perbedaan tekanan ini, bensin akan keluar dari pengabut (nozzle) dan dipecahkan menjadi partikel – partikel kecil oleh arus udara tadi untuk kemudian terbawah masuk kedalam selinder. Sistem putaran cepat (Primary hight - speed circuit) biasanya dilengakapi dengan saluran udara (main air bleeder) yang terletak di tengah saluran bensin untuk menyempurnakan proses pencampuran bahan bakar dengan cara membentuk gelombang – gelombang udara yang kecil. (Husni & Herdiman, 1981).

Gambar 2. 4. Primary Hight – Speed Circuit
Sumber: Toyota Astra Motor PT, 1993

2.2.4. SISTEM PUTARAN TINGGI SEKUNDER (SECONDERY HIGHT – SPEED CIRCUIT )
Pada saat putaran motor semakin cepat sistem putaran cepat primer (primary hight – speed circuit) sudah tidak mampu lagi menyediakan campuran yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Pada saat ini katup gas sekunder (sekundery thorottle valve) akan membuka dengan bantuan mekanisme tuas penghubung atau dapat pula dengan bantuan vakum (kehampaan). Dengan terbukanya katup gas sekunder (sekundery thorottle valve), maka dibawah katup putaran tinggi (hight speed valve) akan terjadi kehampaan. Hal ini menimbulkan perbedaan diatas katup putaran tinggi (hight speed valve) dan di bawahnya. Tetapi karena katup putaran tinggi (hight speed valve) dibebani bandul tertentu maka terbuka setelah perbedaan tekanan tersebut mampu melawan berat bandul tersebut. Setelah katup putaran tinggi (hight speed valve) terbuka dan terjadi arus uadara melalui venturi sekunder (secondary venturi), tekanan di ujung venturi sekunder (secondery venturi) turun, sehingga bensin akan keluar dari pengabut (nozzle) dan dipecahkan menjadi partikel yang sangat kecil dan terbawah ke dalam selinder. (Husni & Herdiman,1981).

Gambar 2. 5. Secondery Hight – Speed Circuit
Sumber: Toyota Astra Motor PT, 1993

2.2.5. SISTEM TENAGA (POWER CIRCUIT)
Sistem tenaga (Power Circuit) berfungsi menambah jumlah bensin yang keluar dari pengabut (nozzle) pada sistem putaran cepat primer (primary hight – speed circuit) agar menghasilkan output yang lebih besar dan dapat memelihara bahan bakar pada saat motor berputar dengan kecepatan tinggi. (Husni & Herdiman, 1981).
Pada sirkuit ini, katup tenaga (power valve) dipasang berhadapan dengan jet tenaga (power jet) untuk menyalurkan dan menghentikan aliran bensin yang menuju putaran cepat primer (primary hight – speed). Gerakan ini diperoleh dengan bantuan mekanisme tuas penghubung atau dapat juga dengan vakum. (Husni & Herdiman,1981).

2.2.6. SISTEM PERCEPATAN (ACCELERATION CIRCUIT)
Sistem percepatan (Acceleration circuit) berfungsi mengatasi terjadinya campuran yang kurus pada saat katup gas (throttle) membuka secara mendadak, dengan jalan memberikan sejumlah bahan bakar yang diperlukan untuk percepatan (acceleration). (Karyanto, 1994).
Bila pedal akselerasi ditekan maka dengan melalui tuas penghubung, pompa percepatan akan tertekan ke bawah dan bensin akan keluar melalui saluran by – pas (by pas jet) sehingga campuran menjadi kaya. Kemudian bila pedal akselerasi dilepas, pompa akan menghisap bensin dari ruang pelampung (float chamber) melalui katup peluru (check ball) dan bensin memenuhi ruang pompa unutuk prsediaan akselerasi berikutnya. (Husni & Herdiman, 1981).




Gambar 2. 6. Acceleration circuit
Sumber: Toyota Astra Motor PT, 1993

2.2.7. SISTEM CHOKE (CHOKE CIRCUIT)
Sistem choke (Choke Circuit) digunakan pada saat motor dalam keadaan dingin. Pada saat ini motor sukar dihidukan karena uap bensin melekat pada dinding saluran masuk (intake manifol sebelum masuk ke selinder. Campuran masuk ke dalam selinder menjadi kurus.
Katup choke (choke valve) menutup saluran masuk udara (air horn inlet) sehingga pada waktu di start, terjadi kehampaan di bawah katup choke (choke valve). Hal ini menyebabkan bensin keluar dari putaran rendah (low speed) dan sistem putaran cepat primer (primary hight – speed circuit), sehingga terjadilah campuran yang kaya. (Husni & Herdiman, 1981).



2.3. BAHAN BAKAR BENSIN
Menurut ASTM bensin motor terbagi ke dalam lima kelas volalitas yaitu A, B, C, D dan E (ASTM D439 - 89). Spesifikasi ini menetapkan karakteristik bensin motor unutk digunakan di daerah dengan kondisi operasi yang berbeda – beda sesuai dengan perubahan cuaca daerah dimana bensin motor digunakan, (Wiranto A., 1988). Ima jenis bensin berdasarkan kelas volalitas yang diprduksi di Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Bensin premium 88 yag mempunyai angka oktan riset minimum 88, berwarna uning dengan pengungkit oktan TEL makdimum 1,5 ml galon Amerika bensin.
b. Bensin premix 94 yang mempunyai angka oktan riset minimum 94, berwarna orange, menggunakan penunkit oktan TEL dengan kandungan Pb maksimum 0,45 gr/l dan metil terser butil eter (MTBE) maksimum 15% volum.
c. Bensin super TT yang mempunyai angka oktan riset minimum 95, tidak berwarna dan tidak menganfung TEL, dapat ditambahkan 10% volum untuk memenuhi spesifikasi angak oktan.
d. Bensin prima TT yang mempunyai angka oktan riset 98, tidak berwarna dan tidak mengandung TEL. Dapat ditambahkan MTBE maksimum 15% volume untuk memenuhi spesifikasi angka oktan.
e. Bensin petro 2T mempunyai angka oktan riset 72, berwarna hijau dengan kandungan timbal (Pb) maksimum 0,1 kg/l. Ditambahkan MTBE maksimum 15% volum untuk memenuhi spesifikasi angka oktan. Bensin ini khusus digunakan untuk mesin motor bakardua langkah.

2.4. KARBURASI DAN PENGINJEKSIAN BAHAN BAKAR UNTUK MOTOR BAKAR
Pada motor bakar torak penyalaan cetus api, adalah hal yang relatif sederhana untuk mengsuplai bahan bakar gas dalam propulsi yang sesuai dengan udara begitu beban berubah. Tetapi, pengukuran jumlah aliran (metering), pengatoman, dan pendistribusian bahan bakar cair, khususnya pada motor bakar nekaselinder (multi cylinder), ini semua lebih sulit. Hanya pada sejumlah penggunaan terbatas motor bakar dihadapkan pada kebutuhan beban tunak (steady) yang dapat dipenuhi oleh lau aliran bahan bakar dan udara yag tetap. Pada kebanyakan instalasi stasioner bebannya adalah bervariasi, dan pada propulsi otomotif khususnya, kepesatan dan beban harus bervariasi. (Bernad D.W & Zulkifli H., 1987).
Untuk motor bakar torak penyalaan cetus api, adalan hal yang biasa untuk mengcekik (throttle) atau menghambat suplai udara untuk menghindarkan campuran yang terlalu miskin pada beban – beban yang lebih rendah dan memakai udara sebanyak mungkin hanya bila dibutuhkan beban maksimum. Daerah operasi utama dirampung pada tabel 2.1. (Bernad D.W & Zulkifli H., 1987).

Jangka Operasi Faktor Pengatur Perbandingan Udara -bahan bakar
Tanpa beban (idling)


Daya normal

Daya maksimum Pengenceran campuran oleh hasil – hasil pembakaran

Keekonomisan

Pemakaianudara sepenuhnya Kaya



Sedikit miskin


Kaya

Tabel 2. 1
Selama periode tanpa beban (idling) atau kebutuhan tanpa beban, suplai udara dicekik. Gas volume sisa, yang pada dasarnya mulia, merupakan bagian terbesar isian pada akhir periode pengisapan. Disamping itu, karena tekanan di dalam selinder sangat rendah selama penisapan, gas – gas buang dihisap kembali ke dalam selinder selama periode tumpang tindih katup (valve - overlap), yaitu sewaktu baik katup masuk maupun katup buang dalam keadaan terbuka. Akibatnya adalah bahwa pencampuran dara dan bahan bakar secara kimia tepat akan diencerkan oleh gas mulia sehingga pembakaran akan tidak teratur atau tidak mungkin terjadi, campuran kaya (lebih banyak bahan bakar daripada jumlah yang secara kimia tepat untuk oksigen yang tersedia) harus disuplai. Dalam hal apapun situasi menunggu (stand - by) adalah tidak ekonomis, tetapi keharusan unutk memperoleh campuran kaya membuat situasi tersebut lebih boros, dan sangat menunjang pencemaran yang diakibatkan oleh motor bakar penyalaan cetus api. (Bernad D.W & Zulkifli H., 1987).
Pada jangka (range) daya normal, yang secara kasarnya dari 25 – 75 % dari tekana efektif rata – rat indikator maksimum yang mungkin, pertimbangan utama biasanya adalah umtuk keekonomisan bahan bakar. Karena campuran bahan bakar dan udara tidak perna sama sekali homogen, dan karena gradien temperatur di dalam selinder mengacaukan pembakaran yang seragam, campuran bahan bakar yang secara kimia tepat (stoichiometrik) tidak akan terbakar sempurna dan sebagian bahan bakar akan terbuang. Untuk lasan ini udara berlehih (excess air), 5 – 10% diatas kebutuhan yang secara kimia tepat, disuplai untuk menghindarkan pembakaran yang tidak sempurna. (Bernad D.W & Zulkifli H., 1987).
Perbandingan bahan bakar terhadap udara yang secara kimia tepat untuk kebanyakan gasolin adalah antara 0,066 dan 0,068 pada basis masaa. Bobot spesifik uap bahan bakar adalah lebih besar daripada bobot spesifik udara, dan disamping itu, sebagian besar bahan bakar masih dalam keadaan cair selama pengisapan isian. Jadi volume udara yang dapat disuplai adalah faktor yang membatasi keluaran daya maksimum untuk motor bakar. Untuk menjamin pemanfaatan semua oksigen yang dapat disuplai, dibutuhkan perbandingan bahan bakar terhadap udara yang kaya. (Bernad D.W & Zulkifli H., 1987).
Contoh:
Hitunglah perbandingan bahan bakar terhadap udara yang dibutuhkan (basis massa) untuk gasolin, dengan mengandaikan rumus kimia bahan bakar adalah C8H17 dan dibutuhkan 10% udara lebih. Perhatikan bahwa pada basis massa (yakni, basis molekul) udara adalah kira – kira 21% oksigen dan 79% nitrogen.
Perbandingan yang secara kimia tepat (C.C):

39,2 kg + 1291 kg + 113 kg 1796 kg
C. C. A/F = = 14,89 : 1
Untuk 10% udara lebih, A/F = 16,38 : 1
F/A yang dibutuhkan = 0,061 kg bahan bakar/kg udara. (Bernad D.W & Zulkifli H., 1987).

2.5. JENIS GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR
Uadara adalah suatu campuran gas buang yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air dalam bentuk H2O dan karbondioksida (CO2). Jumlah uap air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu.
Sumber polusi yang utam berasal dari transportasi, dimana hampir 60% dari polutan yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida dan sekitar 15% terdiri dari hoidrokarbon. Sumber – sumber polusi lainnya misalnya pembakaran, [roses industri, pembuangan limbah, dll. Polutan yang utama adalah karbon monoksida yang mencaoai hampir setengahnyadari seluruh polutan yang ada. (Srikandi, F, 1992).
Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari kendaraan bermotor dapat diklasifikasikan menjado beberapa kategori sebagai berikut:
a. Sumber
Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer seperti sulfur oksida (SOX), nitrogen oksida (NOX) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuang ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan yang terbentuk di atmosfir melalui reaksi fotokimia, hidrolisasi atau oksidasi.

b. Komposisi kimia
Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberaoa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor; contohnya hidrokarbon, keton, alkohol, ester, dll. Polutan inorganik seperti karbon konoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya.
c. Bahan penyusun
Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti debu, asap, abu, kabut dan spray; partikulat dapat bertahan di atmosfir. Sedangakn polutan berupa gas tidak tertahan di atmosfir dan bercampur dengan udara bebas.

2.5.1. PARTIKULAT
Partikulat adalah padatan atau likuid di udara dalam bentuk asap, debu dan uap, yang dapat tinggal di atmosfer dalam waktu yang lama. Di samping mengganggu estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke dalam sistem pernafasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernafasan dan kerusakan paru-paru.
Partikulat juga merupakan sumber utama haze (kabut asap) yang menurunkan visibilitas.(http://udarakota.bappenas.go.id/view.php?page=pajanan)
Partikel yang terhisap ke dalam sistem pernafasan akan disisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernafasan atas, sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang lama. Partikel inhalable adalah partikel dengan diameter di bawah 10 µm diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit (PM10). PM10 jantung dan pernafasan, pada konsentrasi 140 µg/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 µg/m3 dapat memperparah kondisi penderita bronkhitis. Toksisitas dari partikel inhalable tergantung dari komposisinya.). (http://udarakota.bappenas.go.id/view.php?page=pajanan)
Partikel yang terhirup (inhalable) juga dapat merupakan partikulat sekunder, yaitu partikel yang terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia di atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO2 dan NOx. Umumnya partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang. Proporsi cukup besar dari PM2,5 adalah amonium nitrat, ammonium sulfat, natrium nitrat dan karbon organik sekunder. Partikel-partikel ini terbentuk di atmosfer dengan reaksi yang lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas yang ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari sumbernya (Harrop, 2002). Partikel sekunder PM2,5 dapat menyebabkan dampak yang lebih berbahaya terhadap kesehatan bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan untuk terhisap dan masuk lebih dalam ke dalam sistem pernafasan tetapi juga karena sifat kimiawinya. ). (http://udarakota.bappenas.go.id/view.php?page=pajanan)
Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable serta bersifat asam akan bereaksi langsung di dalam sistem pernafasan, menimbulkan dampak yang lebih berbahaya daripada partikel kecil yang tidak bersifat asam. Partikel logam berat dan yang mengandung senyawa karbon dapat mempunyai efek karsinogenik, atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas atau semi-gas karena menempel pada permukaannya. Termasuk ke dalam partikel inhalable adalah partikel Pb yang diemisikan dari gas buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar mengandung Pb. Timbal adalah pencemar yang diemisikan dari kendaraan bermotor dalam bentuk partikel halus berukuran lebih kecil dari 10 dan 2,5 mikrometer. (http://udarakota.bappenas.go.id/view.php?page=pajanan).
Partikulat diemisikan dari berbagai sumber, termasuk pembakaran bahan bakar minyak, (gasoline, diesel fuel), pencampuran dan penggunaan pupuk dan pestisida, konstruksi, proses-proses industri seperti pembuatan besi dan baja, pertambangan, pembakaran sisa pertanian (jerami), dan kebakaran hutan. Hasil data pemantauan udara ambient di 10 kota besar di Indonesia menunjukan bahwa PM10 adalah parameter yang paling sering muncul sebagai parameter kritis (Bapedal,2000,2001;KLH,2002,2003,2004). (http://udarakota.bappenas.go.id/view.php?page=pajanan)
Polutan partikulat yang berasal dari kendaran bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar minyak yang berkomposisikan senyawa organik hidrokarbon. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan. Partikel asap mempunyai diameter berkisar 0,5 – 1 mm.
Asap dapat dikurangi jarak pandang karena partikel padatan di dalamnya memencarkan atau menyerap sinar. Intensitas pengurangan jarak padang ini tergantung kepada ukuran dan bentuk datri partikulat. Menurtnya jarak pandang berdamp ak neganif terhadap sistem transportasi khususnya pesawat terbang dengan memperlambat operasi bandara udara karena kebutuhan unutk menambah jarak antar pesawat guna menghindari kecelakaan.
Asap juga menyebabkan kotornya pakaian dan bahan tekstil, korosi pada bahan bangunan dari logam (khususnya pada kelembaban 75%) serta merusak cat bangunan. Partikulat memncarkan dan memantulkan sinar matahari sehingga mengurangi intensitas sinar yang jatuk ke permukaan bumi. Hal ini dapat memperlama periode hujan dan salju.
Selain itu asap juga dapat menusak kesehatan makluk hidup. Partikulat yang menempel pada permukaan daun dapat merudak jaringan daun jika tersrap ke dalamnya. Selain itu partikulat akan menutup stomata sehingga mengurangi kemapuan tumbuhan ubtuk berfotosintesis dan mengganggu pertumbuhannya. Hewan yang memakan tumbuhan yang terlapisi oleh partikulat dapat mengalami gangguan pencernaan bahkan kematian karena keracunan sat – sat berbahaya yang terdapat pada partikulat tersebut. Efek partikulat pada kesehatan manusia menjadi berbahaya dikarenakan ukuran partikulat yang sangat kecil dapat menembus sistem pernapasan sampai ke bagian paru – paru bagian dalam. Terlebih lagi partikulat dapat mengikat polutan lain yangter dapata di dalam udara (SOX, NOX, dll) sehingga, tertinggal dalam tubuh untuk waktu yang lebih lama. Penelitin intensif telah dilakukan terhadap efek timbal pada manusia karena kerusakan jaringan tubuh yang ditimbulkan lebih hebat, terutama pada sistem pembetukan darah, sistem saraf dan sistem ekskeri. Termsuk huga sistem reproduksi, fungsi hati, jantung serta enzim dalam tubuh (Jurnal Tek. Mesin UI, 2001).

2.5.2. HIDRO KARBON (HO)
Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga manghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon, termasuk di dalamnya senyawa alifatik dan aromatik yang terdapat dalam bahan bakar.
Senyawa alifatik terdapat dalam beberapa gugus yaitu alkana, alkena, alkuna. Alkana merupakan senyawa inert dan tidak reaktif pada atmosfir terhadap reaksi fotokimia. Alkena atau olefin merupakan senyawa tak jenuh dan sangat aktif sdi atmosfir terhadap reaksi fotokimia. Oleh karena itu penelitian terhadap polutan alkena menjadi sangat penting terlebih lagi dengan munculnya polutan sekunder yang berasal dari reaksi fotokimia alkena, seperti peroksiasetil nitrat (PAN) dan ozon (O3). Salah satu senyawa alkena yang cukup banyak terdapat pada gas buang kendaraan adalah etilen. Penelitian menunjukan bahwa etilen dapat mengganggu pertumbuhan tomat dan lada, juga merusak struktur dari anggrek. Alkuna, meskipun lebih reaktif dari alkena namun jarang ditemukan di udara bebas dan tidak menjadi masalah utama dalam pencemaran udara akibat gas buang kendaraan. Senyawa aromatik juga menjadi pusat perhatian dalam studi pencemaran udara karena sifatnya yang aktif secara biologis dan dapat menyebabkan kanker (carcinogenic). (Tugaswati T, 1995).

2.5.3. KARBON MONOKSIDA (CO)
Karbon mooksida (CO) adalah gas yang relatif tidak stabil dan cenderung bereaksi dengan unsur lain. Apabila perbandingan bahan bakar uadara dan bensin (air fuel ratio) sedikit saja lebih kaya maka emisi karbon monoksida (CO) akan naik secara drastis. Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No. 53 Tahun 1993 menetukan standar emisi karbon monoksida (CO) untuk motor bakar 4 langka h 4,5%. (http://acchhforum. Or. Id/ penggunaan bahan bakar).
Karbon monoksida (CO) adalah suatu kompoene yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa yang terdapat dalam bentuk gas pada suhu diatas 1920C. Komponen ini mempunyai berat sebesar 96,5% dari berat air dan tidak larut dalam air. (Srikandi, F, 1992).
Karbon monoksoda membahayakan kehidupan manusia. Bila gas ini dihirup oleh manusia akan mengakibatkan keracunan CO. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bensin (kira – kira 85% dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara dan bahan bakar lebih gemuk dari campuran stoichiometric, dan terjadi selama idling, pada beban rendah atau pada output maksimum.
Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan, jika campuaran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk. Bila motor bensin dipergunakan dalam tempat tertutup seperti dalam suatu bangunan atau terowongan, motor megngeluarkan gas buang dan mempercepat kekurangan oksigen, sehingga konsenntrasi karbon monoksida naik. Jika beada di sana kita akan mengalami keracunan CO dan kehilangan kesadaran tanpa rasa sakit. Jadi ini sangat berbaahaya. (Soenarta, N.).
Emisi karbon monoksida (CO) pada putaran stasioner cukup tinggi. Ini disebabkan oleh frekuensi putaran rendah. Derajat pspan tidak sempurna dan tekanan kompresi rendah mengakibatkan waktu pembakarannya sama maka pembakarannya menjadi tidak sempurna (Arends & Berenshcot, 1980).
Karbon monoksida sangatlaah beracun dan tidak berbau maupun berwarna. Ia merupakan sebab utama keracunan yang paling umum terjadi di beberapa negara.[18] Paparan dengan karbon monoksida dapat mengakibatkan keracunan sistem saraf pusat dan jantung. Setelah keracunan, sering terjadi sekuelae yang berkepanjangan. Karbon monoksida juga memiliki efek-efek buruk bagi bayi dari wanita hamil. Gejala dari keracunan ringan meliputi sakit kepala dan mual-mual pada konsentrasi kurang dari 100 ppm. Konsentrasi serendah 667 ppm dapat menyebabkan 50% hemoglobin tubuh berubah menjadi karboksihemoglobin (HbCO). Karboksihemoglobin cukup stabil, namun perubahan ini reversibel. Karboksihemoglobin tidaklah efektif dalam menghantarkan oksigen, sehingga beberapa bagian tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup. Sebagai akibatnya, paparan pada tingkap ini dapat membahayakan jiwa. Di Amerika Serikta, Administrasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja membatasi paparan di tempat kerja sebesar 50 ppm. (http//:id.wikipedia.org/wiki/Karbon_monoksida)
Mekanisme bagaimana karbon monoksida mengakibatkan efek keracunan belum sepenuhnya dimegerti, namun hemoglobin, mioglobin, dan sitosom oksidase mitokondria diduga terkompromi (compromised). Kebanyakan pengobatan terdiri dari pemberian 100% oksigen atau terapi oksigen hiperbarik, walaupun pengobatan ini masih kontroversial.[19] Keracunan karbon monoksida domestik dapat dicegah dengan menggunakan detektor karbon monoksida. (http//:id.wikipedia.org/wiki/Karbon_monoksida)
Gas karbon monoksida (CO) adalah gas yang dihasilkan dari proses oksidasi bahan bakar yang tidak sempurna. Gas ini bersifat tidak berwarna, tidak berbau, tidak menyebabkan iritasi. Gas karbon monoksida memasuki tubuh melalui pernafasan dan diabsorpsi di dalam peredaran darah. Karbon monoksida akan berikatan dengan haemoglobin (yang berfungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh) menjadi carboxyhaemoglobin. Gas CO mempunyai kemampuan berikatan dengan haemoglobin sebesar 240 kali lipat kemampuannya berikatan dengan O2. Secara langsung kompetisi ini akan menyebabkan pasokan O2 ke seluruh tubuh menurun tajam, sehingga melemahkan kontraksi jantung dan menurunkan volume darah yang didistribusikan. Konsentrasi rendah (<400 ppmv ambient) dapat menyebabkan pusing-pusing dan keletihan, sedangkan konsentrasi tinggi (>2000 ppmv) dapat menyebabkan kematian. (http://udarakota.bappenas.go.id/view.php?page=pajanan)
CO diproduksi dari pembakaran bakan bakar fosil yang tidak sempurna, seperti bensin, minyak dan kayu bakar. Selain itu juga diproduksi dari pembakaran produk-produk alam dan sintesis, termasuk rokok. Konsentrasi CO dapat meningkat di sepanjang jalan raya yang padat lalu lintas dan menyebabkan pencemaran lokal. CO kadangkala muncuk sebagai parameter kritis di lokasi pemantauan di kota-kota besar dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya, tetapi pada umumnya konsentrasi CO berada di bawah ambang batas Baku Mutu PP41/1999 (10,000µg/m3/24 jam). Walaupun demikian CO dapat menyebabkan masalah pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) pada ruang-ruang tertutup seperti garasi, tempat parker bawah tanah, terowongan dengan ventilasi yang buruk, bahkan mobil yang berada di tengah lalulintas. (http://udarakota.bappenas.go.id/view.php?page=pajanan)

2.5.4. SULFUR DIOKSIDA (SO2)
Gas sulfur dioksida (SO2) adalah gas yang tidak berbau bila berada pada konsentrasi rendah tetapi akan memberikan bau yang tajam pada konsentrasi pekat. Sulfur dioksida berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti minyak bumi dan batubara. Pembakaran batubara pada pembangkit listrik adalah sumber utama pencemaran SO2. Selain itu berbagai proses industri seperti pembuatan kertas dan peleburan logam-logam dapat mengemisikan SO2 dalam konsentrasi yang relatif tinggi.
SO2 adalah kontributor utama hujan asam. Di dalam awan dan air hujan SO2 mengalami konversi menjadi asam sulfur dan aerosol sulfat di atmosfer. Bila aerosol asam tersebut memasuki sistem pernafasan dapat terjadi berbagai penyakit pernafasan seperti gangguan pernafasan hingga kerusakan permanent pada paru-paru. Pencemaran SO2 pada saat ini baru teramati secara lokal di sekitar sumber-sumber titik yang besar, seperti pembangkit listrik dan industri, meskipun sulfur adalah salah satu senyawa kimia yang terkandung di dalam bensin dan solar. Data dari pemantauan kontinu pada jaringan pemantau nasional pada saat ini jarang mendapatkan SO2 sebagai parameter kritis, kecuali pada lokasi-lokasi tertentu. Lokasi pemantauan di Surabaya UAQi, Utara yang diduga menerima emisi jarak jauh dari sumber pencemar di daerah Gresik kadangkala mendapatkan SO2 sebagai parameter kritis (data from DLH Surabaya, 2005). KOnsentrasi SO2 yang relative tinggi juga ditemukan di sekitar lokasi industri di daerah Karawang, walaupun secara umum nilai rata-ratanya masih tetap berada di bawah ambang batas Baku Mutu Kualitas Udara (data BPLHD Jabar, 2004). (http://udarakota.bappenas.go.id/view.php?page=pajanan)



2.5.5. OZON (O3)
Ozon termasuk kedalam pencemar sekunder yang terbentuk di atmosfer dari reaksi fotokimia NOx dan HC. Ozon bersifat oksidator kuat, karena itu pencemaran oleh ozon troposferik dapat menyebabkan dampak yang merugikan bagi kesehatan manusia. Laporan Badan Kesehatan Dunia menyatakan konsentrasi ozon yang tinggi (>120 µg/m3) selama 8 jam atau lebih dapat menyebabkan serangan jantung dan kematian atau kunjungan ke rumah sakit karena gangguan pada sistem pernafasan. Pajanan pada konsentrasi 160 µg/m3 selama 6,6 jam dapat menyebabkan gangguan fungsi paru-paru akut pada orang dewasa yang sehat dan pada populasi yang sensitif.
Emisi gas buang berupa NOx adalah senyawa-senyawa pemicu (precursor) pembentukan ozon. Senyawa ozon di lapisan atmosfer bawah (troposfer bawah, pada ketinggian 0 – 2000m) terbentuk akibat adanya reaksi fotokimia pada senyawa oksida nitrogen (NOx) dengan bantuan sinar matahari. Oleh karena itu potensi produksi ozon troposfer di daerah beriklim tropis seperti Indonesia sangat tinggi. Karena merupakan pencemar sekunder, konsentrasi ozon di luar kota --di mana tingkat emisi prekursor umumnya lebih rendah-- seringkali ditemukan lebih tinggi daripada konsentrasi ozon di pusat kota.
Percepatan produksi ozon dibantu dengan kehadiran senyawa lain seperti NOx, hidrokarbon, CO dan senyawa-senyawa radikal yang juga diemisikan dari pembakaran bahan bakar fosil. Puncak pola fluktuasi harian ozon umumnya terjadi setelah terjadinya puncak konsentrasi NOx dan efek yang lebih merugikan terhadap kesehatan karena adanya kombinasi pencemar NOx dan ozon dapat terjadi. Diketahui bahwa kombinasi NOx-O3 dapat menyebabkan penurunan fungsi paru-paru (Hazucha, 1996).
Selain menyebabkan dampak yang merugikan pada kesehatan manusia, pencemar ozon dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat ausnya bahan atau material (tekstil, karet, kayu, logam, cat, dlsb), penurunan hasil pertanian dan kerusakan ekosistem seperti berkurangnya keanekaragaman hayati. Penelitian di negara Asia seperti Jepang dan Pakistan menunjukan bahwa pajanan ozon pada tanaman padi menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan berkurangnya hasil produksi (Agrawal et al., 1999).

2.6. ALAT UJI EMISI KARBON MONOKSIDA
Alat penguji gas buang digunakan untuk mengukur susunan zat dari gas buang. Alat ini juga dipakai untuk menetapkan apakah campuran yang dihisap miskin, baik atau terlalu kaya. Alat penguji ini akan memberikan hasil baik bila instalasi pengapian serta alat – alat mekanisnya dalam keadaan baik. (Arends & Berenschot, 1980).
CO meter bekerja dengan sinar inframerah atau ultraviolet. Pada meteran ini digunakan prinsip bahwa gas – gas dapat menyerap sinar inframerah dari sinar gelombang tertentu. Kejadian ini dapat disamakan dengan katup yang mengisap sinar matahari. Sinar inframerah itu merupakan sinar panas. CO meter seperti ini dapat dikenala dari skala CO dimana hanya dicantumkan prosentase volumenya. Skala perbandingan untuk perbandingan campuran antara udara dan bensin kebanyakan tidak ada. Tetapi kadang – kadang juga ada. (Arends & Berenschot, 1980).

Gambar 2. 7. Smoke Meter (CO meter)
Sumber: Arends & Berenschot, 1980.


Gambar 2. 8. Daerah gelombang dari penyinaran inframerah
Sumber: Arends & Berenschot, 1980.

Dari gambar 2. 8, dapat dilihat bahwa gelombang untuk karbon monoksida (CO) adalah 4,7 (mikron). Ini berarti hanya sinar inframerah dengan gelombang 0,004 mm sampai 0,005 mm yang dapat diserap oleh emisi karbon monoksida (CO). Penyinaran tidak dipengaruhi oleh mesin lain didalam gas buang, sedangkan konsentrasi emisi karbon monoksida (CO) dapat diukur dengan teliti. (Arends & Berenschot, 1980).
Cara kerjanya (gambar 2. 9) adalah sebagai berikut: Alat pengukurnya terdiri dari dua ruang analisis M1 dan ruang pembanding M2, diatas tiap ruang dipasang penyinar inframerah. Gas buang disalurakan melalui pipa analisisnya. Di dalam ruang pembanding terdapat gas yang dapat dilalui oleh sinar inframerah tanpa hambatan. Diantara penyianar inframerah dan ruang dipasang piringan yang berputar, yang dapat memutuskan pennyinaran sebanyak 12,5 kg tiap detik. Dibagian bawah tiap – tiap ruang terdapat ruang ukur E. Alat ini terbagi dua oleh suatu kondensator. (Arends & Berenschot, 1980).
Karena di dalam ruang pembanding tidak dapat diserap sinar inframerah, sedangkan dalam ruang analisis dapat (hanya tergangtung dari jumlah emisi karbon monoksida dalam gas buang), terjadilah selisi kekuatan dari sinar inframerah dalam ruang ukur. Di dalam kedua bagian dari ruang ukurnya terjadi selisi suhu yang mengakibatkan terjadinya silisih tekanan. Dengan demikian maka kedudukan kondesator membrannya berubah, perubahan disebabkan piringan yang berputar dibawah pemancar inframerah terjadi 12,5 kg tiap detik. Dengan demikian kapasitas dari kondesator berubah dan terjadilah perubahan di dalam kekuatan arus. Arus ini lalu diperkuat dan disalurkan pada meteran. Makin besar prosentase emisi karbon monoksida (CO) di dalam gas buang, makin besar selisih tekanan dalam ruang ukur, yang mengakibatkan putaran pada jarum meternya. (Arends & Berenschot, 1980).

Gambar 2. 9. Cara kerja CO meter inframerah
Sumber: Arends & Berenschot, 1980.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
3.1.1. LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium atau bengkel otomotif SMK Negri 2 Kupang.

3.1.2. WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini akan dilakukan selam dua bulan dari bulan juli sampai agustus 2009, dengan rincian waktu kegiatan sebagai berikut:

No Jenis Kegiatan Bulan/ Minggu
Juli Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4
1 Rancangan Proposal Penelitian
X
X
X
2 Persiapan Perangkat Pengumpulan Data Penelitian
X

X
3 Pengumpulan data Penelitan X X
4 Pengolahan Dan Analisis Data Penelitian
X
X
5 Penulisan Hasil Penelitian X X X


3.2. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen.

3.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
3.3.1. POPULASI
Populasi penelitian ini adalah semua Mobil bensin Toyota Kijang 5K yang ada dan sedang beroperasi di Kota Kupang.

3.3.2. SAMPEL
Sampel penelitian ini adalah sebuah Mobil bensin Toyota Kijang 5K dengan tipe mesin 4 tak 4 selinder yang ada di Bengkel otomotif SMKN 2 Kupang.

3.4. VARIABEL
3.4.1. VARIABEL BEBAS
Variabel bebas yaitu pentetelan idle adjusting mixture srew karburator. Penyetelan ini dilakukan dengan melonggarkan idle adjusting mixture screw karburator 0,5 putaran bertahap mulai dari 1 putaran sampai 4 putaran (X).

3.4.2. VARIABEL TERIKAT
Variabel terikat yaitu emisi karbon monoksida. Pengukuran emisi karbon monoksida (CO) dilakukan pada putaran 750 rpm, 2000 rpm dan 3000 rpm (Y).

3.5. PERALATAN DAN BAHAN
Peralatan dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian yaitu:
a. Mobil Toyota Kijang 5K, tahun 1993
b. CO meter
c. Engine analizer
d. Timing light
e. Stopwatch
f. Obeng plat
g. Bensin


3.6. PROSEDUR PENELITIAN
a. Siapkan peralatan dan bahan yang mau digunakan
b. Hidupkan mesin
c. Sebelum melakukan pangambilan data terlebih dahulu lakukan tune up agar kondisi mesin dalam keadaan baik
d. Idle adjusting mixture screw dikencangkan, kemudian dilonggarkan 1 putaran. Transmisi dalam keadaan ”N” (netral) dan hidupkan mesin. Rpm distel dengan memutar idle adjusting mixture screw sampai putaran stasioner (750 rpm).
e. Tunggu selama 2 menit setelah penyetelan agar konsentrasi CO stabil, lalu dilakukan percobaan. Ujung pengindra (testing proble) CO dimasukan ke ujung knalpot sekurang – kurang 40 cm agar emisis karbon monoksida (CO) dapat terbaca dengan baik dan ukuran konsentrasi emisi karbon monoksida (CO) dalam waktu singkat, kemudian catat skalanya.
f. Putaran mesin dinaikkan menjadi 2000 rpm dengan memutar idle adjusting mixture screw. Kemudian lakukan percobaan pada poin – e.
g. Putaran mesin dinaikkan mejadi 3000 rpm dengan memutar idle adjusting mixture screw. Kemudian lakukan percobaan seperti pada poin – e
h. Idle adjusting mixture screw dilonggarkan 0,5 putaran, kemudian ulangilangkah percobaan seperti pada poin – e, f dan g. Ulangi penyetelan dengan melonggarkan idle adjusting mixture screw sampai 4 putaran.

3.7. TEKNIK ANALISIS DATA
Data yang diperoleh dari hasil percobaan dianalisa secara deskriptif berdasarkan variabel yang diteliti.










DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. Portofolio Bahan Bakar Cair Peserta Mata Kuliah Teknik Pembakaran, Semester Genab 2001/2002, Program Studi Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia: Jurnal Tekniko Mesin, UI
Arends, BPM & Berenschot. 1980. Motor Bensin. Jakarta: Erlangga.
Arismunandar, W. 2002. Motor Bakar Torak. Bandung: ITB Bandung.
D.W, Bernad. 1987. Penerapan Termodinamika. Jakarta: Erlangga.
Husni, M & Herdiman, Eman.1981. Teori engine Dan Casis untuk STM. Jakarata: Departemen P&K.
http://udarakota.bappenas.go.id/view.php?page=pajanan
http//:id.wikipedia.org/wiki/Karbon_monoksida
http://getskripsi.com/2009/03/11/alatpendeteksi polusi udara dari gas karbon monoksida-co/
Karyanto E. 1994. Pedoman Reparasi Motor Bensin. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya.
Soenarta, N. & Furuhama, S. 1998. Motor Serba Guna. PT Pustaka Setia Bandung.
Srikandi, V. 1992. Polusi Air dan Udara. Jakarta: Kanisius.
Toyota Astra Motor PT. !993. Pedoman Reparasi Mesin Seri 5K.
Tugaswati, T. 1995. Emisi Gas buang Kendaraaan Bermotor dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar